"Saya sungguh ketakutan dengan pemberitaan itu," ujar Dean di rumahnya di London Inggris. Dean waktu itu baru berusia sembilan pekan, namun pengalaman hanyut beberapa jam di tengah laut dingin membuatnya tidak ingin hal serupa terjadi pada orang lain. Tapi Dean boleh berharap, pengalaman itu kembali terjadi lagi. Seperti juga Feri Estonia dan feri atau kapal lainnya yang tenggelam, Titanic merupakan tempat menyenangkan tetapi juga kuburan yang mematikan. Ratusan tubuh manusia beserta semua atributnya, tenggelam dan terkubur dalam lambungnya.
Dan pengalaman Titanic, Konvensi Internasionai bagi Keselamatan Hidup di Laut pertama diadakan tahun 1913 di London. Dalam konvensi ini diputuskan, setiap kapal harus menyiapkan pelampung atau sekoci penyelamat cukup untuk setiap penumpang dan awaknya (Titanic ketika itu hanya memiliki pelampung atau sekoci untuk 1.178 personel dari 2.224 penumpang dan awak yang ada).
Upaya untuk mengurangi korban merupakan hal terpuji. Tetapi dalam kasus Feri Estonia, berbagai upaya tadi hanya sedikit membantu. Untuk menghibur diri, lebih baik ada dari pada tidak sama sekali. Namun, kembali alam juga yang menentukan.
Sebelum lanjut kita bandingkan dulu musibah Titanic dan Estonia ...
Tabel : Perbandingan Musibah Kecelakaan Kapal Titanic dan Estonia
Uraian Titanic Estonia
Ranking musibah 5 7
Jumlah korban (orang) 1.517 852 (dari 989 atau 137 selamat)
Status kapal Merupakan kapal penumpang milik Buatan jerman tahun 1979
White Star Line, dibangun di
galangan Harland and Wolff di
Belfast-Irlan dia Utara,
diluncurkan 1911
Waktu kejadian 14 April 1912 28 September 1994
Perjalanan Mengawali perjalanan pertama Berlayar menyeberangi Laut
perniagaan trans-Atlantik Baltik dalam perjalanannya dari
Tallinn-Estonia menuju
Stockholm-Swedia
Melahirkan peraturan Konvensi Internasionai bagi -
Keselamatan kelautan Hidup di
Laut pertama diadakan tahun 1913
di London
Mayday ...Estonia," demikian suara radio yang ditangkap Pengawas Pantai Finlandia, Letnan flkka Karppala. Ketika itu jam dinding menunjuk pukul 01.24 dinihari. "Kami miring 20 hingga 30 derajat, dan keadaan gelap gulita," demikian suara itu lagi. Angin kencang bertiup dengan kecepatan 80 km/jam. Badai memang tengah melanda kawasan itu.
Ketika itu hari sudah memasuki Rabu (28/9), beberapa jam setelah Feri Estonia berbobot 15.556 DWT meninggalkan pelabuhan Tallinn, Estonia untuk perjalanan sejauh 370 km menuju Stockholm, Swedia. Ada 1.049 penumpang dan awak feri di dalamnya, sebagian penumpang dilaporkan telah beristirahat untuk bangun keesokan harinya pada saat feri mendekati daratan Swedia. Tidak disangka sedikitpun, sebagian besar dari mereka yang tidur lelap di kabin masing-masing itu, harus menerima kematian di telan Laut Baltik. Badai ketika itu menimbulkan gelombang setinggi 6 meter. Bergelora seakan mendidih. padahal suhu laut yang sudah dekat ke kutub utara itu berkisar 8 derajat Celsius. Gelap gulita karena kedalaman sekitar 80 meter. Karppala kemudian mencoba menanyakan lokasi feri. "Saya tidak tahu sebab seluruhnya gelap, " begitu jawaban yang muncul. Beberapa menit senyap, dan suara itu muncul lagi menyebutkan koordinat mereka. Namun Karppala tidak mendengarkan panggilan akhir dari kapal buatan Jerman 14 tahun lalu itu. "Kami tenggelam!! Mesin mati..mesin mati, kami tenggelam!" Hanya beberapa detik setelah pukul 01.30, atau enam menit setelah panggilan Mayday ...mayday … Estonia," 2.000 penumpang dan 460 kendaraan itu, lenyap ditelan gelombang. Pada saat bersamaan, titik penunjuk Estonia juga sirna dari layar radar di Swedia. Maut pun datang menjemput.' Seperti biasa, selalu datang tiba-tiba. Kali ini maut datang atas sekitar 900 jiwa di dalam Feri Estonia. Musibah laut terburuk di kawasan itu sejak Perang Dunia II lalu.
Swedia berkabung, sementara Estonia menaikkan bendera setengah tiang. Swedia yang berpenduduk 8,5 juta mendadak kehilangan sekitar 500 jiwa, sementara Estonia yang berpenduduk 1,5 juta kehilangan sekitar 350 jiwa. "Kemana saja Engkau kemarin, Tuhan? Apakah Engkau Tidur?" Demikian kotbah pada misa kematian bagi arwah korban di Swedia sehari kemudian. “Mengapa?” demikian tulisan besar di halaman pertama koran Aftonbladet.
Tetapi malam itu, maut tidak mengambil semuanya. "Saya bersama 8 orang lainnya dalam sebuah sekoci penolong. Namun beberapa saat sebelum pertolongan datang, gelombang menghempas kami semua. Saya sempat kembali meraih sekoci yang terbalik, tetapi delapan lainnya hilang," ujar Paul Barney (34), warga Inggris. Dia kini berbaring memulinkan kondisi tubuhnya di Finlandia karena menderita hipothermia (penurunan suhu badan). Barney seperti tidak percaya, ketika ada semacam cahaya di malam itu yang menunjukkan posisi sekoci. Dia lantas berenang sebisanya ke sekoci. Setelah itu, semuanya seperti gelap kembali. Padahal, gelombang sempat tiga kali menghempaskan dia ke laut dingin bergelora. Delapan orang lainnya lenyap begitu saja.
Sebagian besar selamat sebagaimana Barney, umumnya penumpang yang belum lelap di kabinnya. Feri Estonia meninggalkan Tallinn pukul 19.00 malam. Sosoknya yang raksasa serta restoran, kolam renang, grup musik, dan berdansa di Bar Baltik, membuat Estonia diminati banyak penumpang terutama warga Swedia. Itu sebabnya, sebagian besar penumpang melewatkan malam mereka di bar. Namun sekitar pukul 20.30, badai mulai menghempas. Hujan deras menerpa Grup musik berhenti berdendang. Tak mungkin beraksi ditengah olengan feri akibat gelombang setinggi 7 meter di luar sana. Penghuni Bar Baltik segera kembali kabin masing-masing. Dek kabin 9 tingkat segera penuh manusia. Hanya beberapa yang masih berdiam di bar.
Lepas tengah malam, awak feri Henrik Sillaste, lewat tv monitor melihat air menerobos pintu depan dek kendaraan. Sillaste mengira air hujan yang menerobos masuk, dan bersama rekannya bergegas ke mesin pengisap. Namun 15 menit kemudian, ruang pompa penuh genangan air dan macet. Feri terlihat mulai condong ke depan akibat air yang sudah mencapai 1 meter dalam dek. Estonia kritis.
- Aundus Maidre (19), warga Estonia yang kini berbaring di Turku, Finlandia, memperkuat keterangan Sillaste. Dia berada di dek pertama di bawa dek kendaraan, ketika mendengar adanya kendaraan yang terperosok dan tak lama kemudian feri mulai condong. "Saya kemudian berlari lewat tangga melalui dek kendaraan, dan melihat air mengalir deras ke dek itu. Sangat deras!'," ujarnya. Lepas apa yang menjadi penyebab utama musibah ini, namun suasana dalam feri mendadak panik.
- Neeme Kaik, warga Estonia lainnya mengemukakan, dia terjaga saat lampu feri seluruhnya padam. Feri mulai miring. Kaik segera meraih bajunya, berlari ke dek tempat sekoci penyelamat ataupun pelampung. 'Saya berjuang keras dengan penumpang lainnya yang mencoba menerobos tangga mencapai dek atas. Bagi yang berada di dek bawah, jelas perlu upaya yang lebih keras. Orang usia lanjut dan lemah, jelas sulit untuk bisa mencapai atas," ujamya menerawang. Feri mungkin sudah miring 30 derajat dan dua mesinnya mati. Begitu sampai di dek atas, demikian Kaik, awak feri mencoba membantu penumpang yang panik memasuki sekoci. Kaik meraih sebuah pelampung. Ketika itu. kapal mulai miring ke kiri. Semuanya berlangsung cepat. Asap mengepul ke udara ketika cerobong asap menyentuh air. Tak lama kemudian lenyap di telan gelombang. Mereka yang belum berada di dek atas, pasti terkubur bersama feri di dasar laut.
- Maria Fagersten (34) menuturkan sedang duduk di bar ketika tiba-tiba feri miring ke depan dan kemudian ke kiri. "Pasti ada sesuatu yang tidak beres," ujarnya dalam hati. Tiba-tiba gelas minuman mulai berjatuhan. Fagersten berteriak kepada temannya agar segera keluar. "Kami masih sempat meninggalkan bar sebelum semua meja dan kursi mulai bergeser ke bagian kapal yang miring," ujarnya. Dia belum tahu apakah temannya selamat. Fagersten terpisah dari temannya. Sampai di dek sekoci, dia kemudian masuk bersama sejumlah warga Estonia. Situasi betul-betul panik. Semua orang tidak lagi perduli yang lain, kecuali secepatnya mencapai tangga ke dek teratas. Sejumlah orang lanjut usia terjatuh dan terinjak. Beberapa lainnya jatuh terbentur dinding atau lantai, akibat feri yang berguncang hebat.
- Sejauh ini masih kontroversil apakah alarm tanda bahaya sempat berbunyi. Beberapa penumpang yang selamat menga-takan tidak mendengar bunyi tanda bahaya, namun lainnya mengatakan justru terbangun akibat bunyi itu dan sempat berlari mencapai dek teratas. Bisa jadi, sebagian alat tanda bahaya itu tidak berfungsi lagi karena memang tidak terawat.
- Maergus Kermet, seorang sopir truk sedang enak tidur ketika musibah ini mulai berlangsung. "Saya terbangun karena guncangan feri. Saya segera mengenakan pakaian dan berlari ke dek enam," ujamya. Panik luar biasa. Situasi tambah kacau, ketika 10 sekoci penyelamat tidak bisa diturunkan karena gelombang yang begitu tinggi. Ketika itu, penumpang yang ada sebagian mulai terjun ke laut. Namun tidak sedikit yang takut dan tetap bertahan di feri. Perahu karet yang ada kemudian dilontarkan ke laut, namun hanya sedikit dari mereka yang berada di laut bisa berenang dan memanfaatkannya. Perahu karet berombang-ambing kosong, sementara penumpang lainnya hilang tersapu gelombang.
- Kesulitan mengatasi amukan gelombang untuk bisa meraih sekoci atau perahu karet penyelamat dialami Eero Kippa. Kippa yang kini berbaring di sebuah rumah sakit di Swedia menuturkan, dia mendengar mesin feri mendadak mati. Kippa kemudian berlari menuju dek atas. Di tangga maupun koridor terlihat lagi begilu banyak orang yang panik saling berebutan. Tanpa berpikir dua kali, Kippa melompat ke laut. Namun perjuangan berat muncul di sini. Saya berjuang beberapa menit untuk bisa mencapai sekoci, namun sangat sulit di dalam laut genuh gelombang seperti itu. Saya terjatuh lagi. Untung ada seorang pemuda Swedia membantu menarikkan badan saya dan akhir bisa memasuki sekoci," ujarnya. Namun Kippa belum aman. Mendadak datang gelombang besar membanting sekoci karet mereka. Kippa sempat berpegang erat, namun pelampung dan jaketnya hilang tersapu. Ketika dia sadar sepenuhnya, sekitar setengah dari penghuni sekoci karet tadi telah lenyap. Gelombang melemparkan mereka kembali ke laut, dan maut mungkin sudah menjemputnya. Untuk melompat meraih sekoci karet di tengah gelap gulita juga bukan pekerjaan gampang.
- Silver Lande, seorang pelaut Estonia berkisah, dia berdiri bersama sekitar 50 penumpang lainnya dan sibuk mencari sekoci penyelamat di kegelapan malam. Sekoci hanya sanggup membawa 25 orang. "Belum sempat kami berpikir untuk melompat, sebuah gelombang besar menyapu kami semua. Terpaksa kami berenang sekuat tenaga mencari sekoci yang ada, ujarnya.
Bangkai Estonia menyimpan misteri dan sejumlah jenasah penumpangnya. Pengalaman pahit kembali bergulir, tetapi tidak bosan-bosan kembali terjadi.
Berita Terakhir Mengenai Titanic
Titanic Tenggelam akibat Salah Setir (Mediaindonesiacom, 23 September 2010)
Demikian menurut penulis Louise Patten yang memaparkan detik-detik terakhir Titanic dalam buku terbarunya.
Patten, yang juga cucu Charles Lightoller, perwira yang bertugas di kapal Titanic, mengatakan fakta ini ditutupi selama hampir 100 tahun karena khawatir akan menodai reputasi Lightoller.
Lightoller, dalam perjalanan hidupnya kemudian, menjadi pahlawan perang.
Menurut Patten, Lightoller tidak memaparkan fakta ini kepada tim penyelidik Inggris dan Amerika Serikat, dengan harapan pemilik Titanic tidak bangkrut dan para pegawai di perusahaan pelayaran tidak di-PHK.
"Kecelakaan ini bisa dihindari seandainya awak kapal tidak melakukan kesalahan fatal," kata Patten dalam wawancara dengan koran Inggris Daily Telegraph.
"Seharusnya kapal disetir ke kiri begitu gunung es terlihat jelas di depan. Namun juru setir, Robert Hitchins, panik dan menyetir ke kanan," kata Patten. (BBC/OL-9)
Sumber bacaan a.l : Dari Estonia ke Titanic (Kompas, 2 Oktober 1994) dan “ Mayday …Mayday…Estonia” (Kompas, 2 Oktober 1994), dan Mediaindonesiacom (23 September 2010).
TAMMAT -
Bacaan terkait :
SEBERAPAKAH MUSIBAH KAPAL TITANIC? (Bagian 1, Bagian 2 dan Bagian 3)
RINGKASAN CERITA FILM TITANIC
GUNUNG ES DAN TONASE BOBOT MATI KAPAL
PROFIL CELINE DION
10 MUSIBAH KAPAL LAUT TERBURUK DI DUNIA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar