Rabu, 15 Desember 2010

Keracunan di Tengah Kehidupan dan Kegiatan Kita

Sudah banyak kasus keracunan yang disebabkan oleh kerusakan atau kurang berfungsinya peralatan dengan baik, keadaan atau perubahan kondisi dari suatu tempat, yang tidak jarang menimbulkan korban jiwa manusia atau matinya hewan peliharaan (terutama ikan petambak ) sehingga mengakibatkan kerugian secara material bagi pemiliknya.
Dalam kasus keracunan di sini tidak membahas yang disebabkan oleh faktor alam dengan wilayah yang luas (seperti keracunan gas gunung berapi), akibat kesengajaan ulah manusia (bom atau diracun) atau pencemaran laut. Walaupun kasus keracunan ini relative “jarang” dan menyangkut jiwa yang “sedikit” tetapi bisa terjadi di tengah-tengah kehidupan dan kegiatan kita dengan waktu cepat dan tentunya tidak terduga sebelumnya.
Keracunan yang banyak terjadi dan berulang antara lain : Keracunan gas buang dalam mobil, Keracunan makanan secara masal, Gas beracun di dalam sumur dan Pencemaran air sehingga ikan petambak mati secara massal. Juga disampaikan upaya untuk menghindarinya.

1. Keracunan gas buang dalam mobil
Penyebab utama keracunan dalam mobil ini kebanyakan dari keluarnya gas karbon monoksida (CO) pada sistem pembuangan yang tidak berfungsi dengan baik atau bocor, yaitu ketika menghidupkan AC dalam waktu lama saat mobil diam dan kondisinya tertutup rapat sehingga sirkulasi udara tidak berjalan, akibatnya gas karbon monoksida akan terakumulasi di dalam mobil.


Karbon monoksida sangat cepat menyingkirkan oksigen sehingga menghalangi hemoglobin darah mengikat oksigen dan mengalirkannya ke seluruh tubuh hingga ke paru-paru dan otak. Suplai oksigen yang berkurang ini bisa berbahaya bagi jaringan dalam tubuh dan bisa mengakibatkan kematian.
Biasanya orang yang terpapar gas karbondioksida akan lemas, luar biasa mengantuk dan seperti berhalusinasi. Sedikit sekali yang begitu sadar mampu mencari pertolongan karena begitu lemasnya hingga tidak bisa menggerakkan tangan untuk sekedar membuka pintu mobil.
Jika si korban masih bisa diselamatkan, efek keracunan karbon monoksida bisa merusak otak dan sistem saraf, mempengaruhi kelakuan dan tingkat kepintaran, pertumbuhan lambat, sakit kepala, mual dan muntah. Tapi kebanyakan korban yang terpapar karbon monoksida tidak bisa diselamatkan.
Gejala umum yang ditimbulkan jika keracunan karbon monoksida adalah sakit kepala, pusing, lemas, mual, muntah, sakit pada dada dan merasa linglung. Jika kadarnya sudah tinggi maka bisa menyebabkan kehilangan kesadaran dan kematian yang cepat.
Berikut beberapa tips agar terhindar dari keracunan gas karbon monoksida dalam mobil, seperti dikutip dari Mamashealth, Jumat (11/9/2009) :
●  Rutin memeriksakan sistem pembuangan kendaraan setiap tahunnya, kebocoran kecil saja pada sistem pembungannya bisa memicu gas beracun karbon monoksida masuk ke dalam mobil.
●  Jangan pernah menyalakan mobil di dalam garasi tertutup, karbon monoksida bisa cepat memenuhi ruangan tersebut. Sebaiknya membuka jendela dan pintu ketika mobil berhenti sehingga sirkulasi udara berjalan dengan baik dan udara luar bisa menetralisisr karbon monoksida.
●  Jika ingin beristirahat dalam mobil, jangan menutup semua kaca dan pintu dengan penyejuk udara yang masih menyala. Banyak kasus kematian dalam mobil akibat tertidur dan keracunan gas karbon monoksida.
●  Untuk itu periksakan selalu seluruh kondisi kendaraan Anda, terutama jika ingin melakukan perjalanan jauh. Bukan hanya menghindarkan dari kecelakaan lalu lintas tapi bisa menghindari keracunan akibat gas buang yang masuk ke dalam mobil.
2.  Keracunan makanan secara masal
Kasus-kasus keracunan secara masal ini sering terdengar di berbagai daerah pada makanan yang dihidangkan pada acara yang menyangkut banyak orang seperti : pesta hajatan, pernikahan atau perayaan atau makanan yang dijual, sehingga tidak jarang menimbulkan kesibukan rumah sakit atau poliklinik karena melayani para penderita secara mendadak dengan gejala sakit yang sama (keracunan) atau kematian.

Cara menghindarinya antara lain pemesanan dan pembuatan makanan secara terkontrol yang tidak dilihat dari rasa, warna dan penampilannya, tetapi juga dari kesehatan dan kebersihan.
Contoh kasus
Pada Harian Media Indonesia tanggal 9 Nopember 2010 - Dede Susianti : “54 Siswa di Bogor Keracunan Makanan”.
Banyak pedagang di sekolah-sekolah hanya memikirkan keuntungan tanpa mengindahkan kehigienisan makanan yang dijajakan. Puluhan anak sekolah dasar (SD) di Bogor kemarin muntah-muntah dan tubuhnya lemas setelah mengonsumsi daging olahan dan baso goreng. Keracunan makanan tersebut menimpa siswa kelas empat, lima dan enam SDN Kampung Sawah, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor. Saat itu, selepas upacara bendera. Saat memulai kegiatan belajar mengajar, beberapa siswa mengeluh lemas, sakit kepala, sakit perut, dan mual-mual. "Awalnya ada yang mengeluh lemas, sakit kepala, dan mau muntah. Tidak berapa lama, siswa yang mengeluhkan masalah serupa terus bertambah," tutur Kepala Sekolah SDN Kampung Sawah Margiono.
Karena jumlah anak yang mengeluh terus bertambah, Margiono mencurigai ada yang tidak beres pada jajanan di depan sekolah. "Saya melihat anak-anak itu jajan sebelum upacara dimulai," lanjutnya. Sebagai pertolongan pertama, Margiono mengantarkan 54 anak yang menderita ke Puskesmas Rumpin.
Kapolres Bogor Ajun Komisaris Besar Dadang Rahardjo mengaku sedang menyelidiki penyebab keracunan. Dua orang yang berdagang di depan sekolah, AR, 42, penjual ayam olahan, serta EM, 45, pedagang bakso goreng, tengah diperiksa. Keduanya diperiksa berdasarkan pengakuan anak-anak bahwa mereka menderita sakit setelah makan ayam olahan dan bakso goreng. "Status keduanya masih sebagai saksi," jelasnya.
Keracunan jajanan anak-anak bukan yang pertama kali di wilayah Kabupaten Bogor. Sebelumnya, Juli 2010, sebanyak 51 orang di Kecamatan Leuwiliang dilarikan ke rumah sakit setelah meminum es cendol. Di awal tahun, 22 siswa Madrasah Tsanawiyah di Kecamatan Caringin keracunan jajanan cilok (aci dicolok).
Berdasarkan uji petik yang dilakukan Badan Pengawas Obat dan Makanan terhadap jajanan di 4.500 sekolah, sebagian besar mengandung bahan kimia berbahaya seperti boraks, pewarna tekstil dan formalin. Boraks atau asam borat merupakan bahan bersifat antiseptik untuk pembuat detergen yang jika sampai tertelan mengakibatkan gangguan pencernaan, diare, sampai kerusakan ginjal dan kegagalan sistem sirkulasi, Bahan kimia ini sering dicampurkan dalam bahan makanan baso, mi basah, serta kerupuk. Formalin sejatinya bahan kimia perekat kayu lapis digunakan untuk mengawetkan tahu dan mi basah. Bila dikon¬sumsi secara terus-menerus, zat formalin akan menimbul¬kan gejala diare, sakit kepala, kerusakan hati, jantung, dan otak.
Dalam menyikapi kejadian tersebut, Camat Rumpin Pandji Kesatriati meminta orang tua supaya memperhatikan makanan anak-anak mereka. Sebaiknya anak-anak dibekali makanan dari rumah agar terjamin kehigienisannya.
3. Gas Beracun di dalam sumur
Gas beracun di dalam sumur bisa juga menyebabkan kematian. Kejadian ini juga sering terjadi di berbagai tempat dan juga kematiannya biasanya bisa lebih dari satu orang, entah itu turun bersamaan atau sebagai menolong yang juga ikut menjadi korban.
Cara untuk mencegahnya antara lain sebelum sumur dimasuki orang terlebih dahulu didahului dengan api yang menyala (seperti lilin atau lampu minyak).


Contoh kasus
Pada Harian Media Indonesia tanggal 9 Nopember 2010 : “Gas Beracun Tewaskan Tiga Penggali Sumur.”
Tiga pemuda tewas saat hendak menguras sebuah sumur di Buluh Tumbang Kecamatan Tanjung Pandan Kabupaten Belitung, Minggu (7/11). Mereka diduga keracunan gas di dalam sumur sedalam 8 meter itu. "Mereka bekerja berdasarkan pesanan pemilik, Marwan, untuk membersihkan dan mengeringkan sumur. Ketiganya sempat dibawa rumah sakit, namun nyawa mereka tidak tertolong," kata Kapolres Belitung AKB Suharjo, kemarin.
Ketiga korban adalah Ma'aruf, Novianto, dan Hamzah. Mereka ; diketahui biasa;membuat dan menguras sumur. Semula mereka menggunakan peralatan untuk menarik air. Tapi posisi sumur yang dalam membuat mereka harus turun.
Menurut Prof. Yohanes (dikutip dari www.intisari-online.com), Gas beracun dalam sumur kemungkinannya adalah gas hidrogen sulfida yang tidak berwarna dan berbau seperti telur busuk, massa jenisnya lebih besar dari massa jenis udara, sehingga gas ini sering didapati pada tempat-tempat rendah seperti sumur.Gas ini juga terdapat pada gas-gas gunung berapi, ladang-ladang minyak, industri tambang, dan industri kayu.
Gas ini dihasilkan oleh bakteri yang memecah senyawa organik tanpa oksigen misalnya dalam lumpur/tanah becek atau dalam pipa-pipa pembuangan kotoran.
Gas hidrogen sulfida sangat berbahaya. Ketika terhisap oleh manusia, lewat paru-paru gas akan terserap cepat oleh darah dan dibawa ke otak. Gas ini akan mencegah bekerjanya enzim cytochrome oxidase yang sangat penting untuk pernapasan sel otak. Akibatnya, orang yang menghirupnya bisa meninggal.
Cara mengetahui adanya gas hidrogen sulfida ini dengan menggunakan detektor gas. Biasanya, perusahaan-perusahaan besar yang berhubungan dengan galian-galian atau sumur mempunyai detektor gas ini.
Sedangkan cara untuk mendeteksi secara tradisional/sederhana adalah
4. Ikan petambak mati karena pencemaran
Kejadian ini juga seringkali terjadi yang menyebabkan kerugian material karena ternak/ikan yang dipelihara mati sia-sia karena tidak bisa dimanfaatkan, dimakan atau dijual. Atau sebagian terpaksa dijual belum waktunya sehingga murah harganya. Hal ini bukan disebabkan karena gas (keracunan) tetapi disebabkan karena perubahan keadaan sehingga menyebabkan pencemaran lingkungan/air karena peningkatan zat racun atau bakteri yang menyebabkan kematian ikan petambak.

Contoh kasus
Pada Harian Media Indonesia tanggal 18 Nopember 2010 : “Ikan Mati Berlanjut, Petambak Rugi Rp28 Miliar”
Kasus ikan mati di Danau Maninjau, Kecamatan Tanjung Raya Kabupaten Agam Sumatra Barat (Sumbar), masih berlanjut. Dalam sepekan terakhir ini sudah ada 1.195 ton ikan mati dengan kerugian petani ikan (petambak) sekitar Rp28 miliar. Anto,40, seorang petambak di kawasan Koto Kaciak, Danau Maninjau, Selasa (16 /11), mengungkapkan sebagian besar ikan di 20 keramba miliknya mati dengan kerugi¬an sekitar Rp 600 juta, "Tiap keramba, saya rugi Rp30 juta. Jumlahnya ada 20 keramba," tuturnya lemas.
Untuk mengatasi kerugian yang terus berlanjut itu, kita terpaksa memanen dini ikan mereka dan menjualnya dengan harga murah Rp 2 ribu per kilogram. Padahal, jika kondisi normal, harga ikan bisa mencapai Rp 13 ribu per kilogram."
Camat tanjung Raya Kurniawan Syahputra mengatakan hampir setiap tahun sekali di Maninjau selalu ada kasus kematian ikan yang besar “Kita sudah berupaya mengatur keramba sesuai dengan peraturan bupati. Nyatanya itu belum optimal," tuturnya. Dalam peraturan Bupati Agam, jelasnya, keramba mesti berjarak 50 meter hingga 150 meter dari pinggir danau, dengan jarak 2 meter antar keramba. “Tapi faktanya, belum semuanya petani ikan mematuhi."
Setelah melihat kondisi itu, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sumbar Yosmeri meminta Pemerintah Kabupaten Agam agar membuat perda tata ruang Maninjau tentang penggunaan permukaan danau. "Kematian ikan kali ini masih karena upwelling. Ketika ada angin kencang, air di dasar danau naik ke permukaan dan ikan pun mati." Yosmeri menjelaskan itu bisa terjadi lantaran saat ini dasar danau, di sekitar keramba sudah dipenuhi dengan sisa pakari ikan sehingga air di dasar danau minim oksigen. Jika air di dasar itu itu naik ke permukaan karena angin, Ikan keramba di permukaan akan kekurangan oksigen dan akhirnya mati.
Untuk itu, kata Yosmeri, keramba mestinya berjarak. 150 meter dari bibir danau pada kedalaman minimal 20 meter. Antar keramba pun mesti berjarak 10 meter.

Catatan :
Dengan menampilkan tulisan dan contoh kaus tersebut diharapkan tidak terjadi lagi atau paling sedikit lebih menjadi perhatian bagi kita semua untuk menghindarinya. Mungkin kejadian atau kasus lainnya juga banyak terjadi tetapi belum terliput dalam tulisan ini.

 Keterangan Gambar : sebagai ilustraasi yang diambil dari internet
Sumber bacaan a.l :
http://cyberpurwakarta.wordpress.com dan http://www.sentrainfo.com
Harian Media Indonesia tanggal 9 dan 18 Nopember 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar