Rabu, 20 Juni 2012

Gedung Tinggi Jadi Indikator Krisis


Temuan ini bisa jadi membuat khawatir sejumlah kalangan di London yang tengah membangun gedung pencakar langit tertinggi di Eropa Barat.
Oleh : Bunga Pertiwi

Ada fenomena 'korelasi yang tak sehat' antara pembangunan gedung-gedung pencakar langit dan krisis keuangan, contohnya Gedung Empire State diba­ngun di New York, AS, ketika era Depresi Besar tengah terjadi. Adapun menara tertinggi di dunia saat ini, Burj Khalifa, dibangun sesaat sebelum Dubai hampir bangkrut.  Demikian analisis dalam laporan Indeks Gedung Pencakar Langit yang dikeluarkan lembaga keuangan Bar­clays Capital, seperti dikutip dari BBC News, akhir pekan lalu.
Bank tersebut juga mencatat gedung pencakar la­ngit pertama di dunia, Ge­dung Equitable Life di New York, selesai dibangun pada 1873 bersamaan dengan terjadinya resesi selama lima tahun. Gedung tersebut dihancurkan pada 1912.  Contoh lainnya yang dicatat Barclays adalah Menara Chicago's Willis, yang sebelumnya disebut Menara Sears. Menara Sears dibangun pada 1974 ketika terjadi guncangan harga minyak dunia.  Di Asia Tenggara, Menara Petronas Malaysia ditaangun pada 1997 bersamaan dengan krisis moneter yang menghantam perekonomian kawasan tersebut.
Temuan itu bisa jadi mem­buat sejumlah kalangan di London khawatir. Pasalnya, negara tersebut tengah membangun Gedung Shard yang bakal menjadi gedung pencakar langit tertinggi di Eropa Barat. Tinggi gedung tersebut, menurut rencana, mencapai 1.017 kaki atau setara dengan 310 meter.
"Sering kali pembangunan gedung 'tertinggi' di du­nia merupakan kelanjutan-boom pencakar langit yang merefleksikan alokasi investasi yang salah serta koreksi perekonomian yang segera terjadi," demikian analisis Barclays.

Gedung-Gedung tertinggi
Gedung-Gedung tertinggi di Dunia (Sumber: Council on Tall Buildings and Urban), antara lain :
Burj Khalifa-Dubai 828 , (Perkantoran, tempat tinggal, hotel)
Taipei 101-taipei 508m (Perkantoran)
Shanghai World Financial Center- Shanghai 492m (Hotel, perkantoran)
Petronas Towers 1 &2-Kuala Lumpur 484 m (Perkantoran)
Int’l Commerce Centre - Hong Kong 484 m (Hotel, Perkantoran).

Gelembung China
Lebih lanjut, bank yang berbasis di AS itu juga menyoroti tren properti di 'Negeri Tirai Bambu'. Barclays mengemukakan, saat ini China merupakan pembangun teraktif gedung-gedung pencakar langit.
"Para investor harus kha­watir dengan China yang saat ini tengah membangun 53% dari seluruh gedung tinggi di dunia," tandas bank tersebut.
Kekhawatiran itu bukan tanpa alasan. Dalam beberapa tahun terakhir, isu kenaikan harga properti di China telah mengundang kecemasan sejumlah kala­ngan.  Kenaikan harga itu dipandang telah menjadi gelem­bung, alias tidak lagi sesuai dengan nilai riilnya. Yang menjadi kekhawatiran ialah jika gelembung itu mendadak pecah, yang ditandai dengan berbaliknya harga properti secara drastis.
Dalam laporan terpisah, lembaga keuangan JP Mor­gan Chase mengatakan har­ga properti China di pasar dapat turun sekitar 20% di kota-kota besar dalam waktu 12 sampai 18 bulan mendatang.
India pun saat ini sedang membangun 14 gedung pencakar langit. Salah satu pen­cakar langit yang menonjol di sana adalah Gedung Antilia milik taipan Mukesh Ambani. Gedung berlantai 27 yang berlokasi di Mumbai itu dibangun Ambani untuk kediaman keluarganya. Dengan ongkos lebih dari US$1 miliar dan 600 staf untuk merawatnya, Ge­dung Antilia diyakini sebagai kediaman keluarga yang termahal di dunia.

Keterangan gambar : sebagai ilustrasi (tambahan) yang diambil dari internet.
Sumber : Media Indonesia tgl. 16 Januari 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar