Jumat, 22 April 2011

Nasib dalam Bencana 1 : Kisah Selamatnya Ny. Nur (Kecelakaan pesawat)

Seseorang tak akan mati sebelum ajalnya tiba, itulah salah satu wujud kekuasaan dan kebesaran Ilahi, sebab itu orang beragama tentu percaya bila malaekat maut belum menjemput, ia pasti akan selamat dari musibah dahsyat sekali pun yang menimpa dirinya.


Kejadiannya sudah lama tapi sangat menarik untuk dibaca …
Mukjizat Tuhan ini telah terjadi pada diri Ny Nur (31). la merupakan satu-satunya penumpang pesawat Britten Norman milik PT DAS (Dirgantara Air Service) yang selamat dalam kecelakaan di Gunung Saran, Kabupaten Sintang (Kaliman­tan Barat) hari Senin (25/4). Ahli pemetaan hutan lulusan salah satu Akademi Ilmu Kehutanan di Bandung yang bekerja pada salah satu Unit Pelaksana Teknis di  Kalbar ini ditemukan oleh penduduk dan tim SAR setelah enam hari lima malam berjuang sendirian di tengah hutan belantara.
Pesawat PT DAS dengan kapten pilot Agung Kuntjoro yang  ia ditumpangi beserta 9 penumpang lainnya yang tewas dalam musibah itu, jatuh di Gunung Saran yang tingginya 1.758  meter di atas permukaan laut.   Pesawat bernomor penerbangan BN-ZA ini berangkat dari Bandara Supadio Pontianak sekitar pukul 09.42 WIB dengan tujuan Nanga Pinoh, Kabupaten Sintang, sekitar 500 km arah timur Pontianak.

Gambar : ilustrasi dari pesawat jenis Britten Norman
Diduga pesawat Britten Norman yang masih laik terbang hingga bulan November 1994 itu jatuh karena menabrak tebing Gunung Saran dalam keadaan cuaca buruk.               
Menurut Ny Nur, beberapa saat sebelum musibah terjadi cuaca memang buruk sekali, disertai hujan lebat. Pandangan ke depan tertutup kabut. Lalu tiba-tiba pesawat terasa tersedot ke bawah, dan sepertinya hilang kendali.  Pada saat itu ia duduk paling belakang mengenakan sabuk pengaman. Tiba-tiba pesawat terasa menyeruak pepohonan, sebelum kemudian membentur tebing dan ekor pesawat tersangkut di pohon. "Saya melihat penumpang lain terpental ke depan masih dalam pesawat. Tapi tidak ada yang bangun. Ternyata mereka semuanya tewas.
“Terus saya keluar dari pesawat yang kebetulan pintu belakangnya telah terbuka," tutur Ny Nur kepada beberapa wartawan yang menengok di RSUD Dokter Soedarso hari Selasa (3/5).

Kisah usaha Ny Nur menyelamatkan diri cukup mengharukan ...
Hari ke-1
Beberapa saat setelah pesawat mem­bentur tebing, ia bergerak dan membuka tali pengaman pada pinggangnya.  Sebelum keluar pesawat ia sempat menepuk beberapa penumpang di dekatnya, tapi, tidak satupun yang bergerak.  Dengan perasaan panik. serta takut pesawatnya meledak, dia ke­luar dan pintu belakang.
Setelah turun ke bawah beberapa meter dari pesawat, Nur sempat menunggu satu hari. Ternyata tidak ada satu pun penumpang lain yang keluar dari dalam pesawat. "Saya pikir, oh ... mati semuanya. Kemudian saya turun ke bawah untuk mencari air."  kisahnya sambil terbata bata.
Hari ke-2
Ia melihat ada pesa­wat yang berputar di atas lokasi musi­bah, namun karena cuaca buruk, pesawat tersebut agaknya tak bisa melihat apa yang terjadi.
Hari ke-3
Ia mendengar ada orang menggergaji pohon dengan chain saw. Walau mereka berada tidak jauh dari dirinya, tapi ia tak bisa mencapai tempat itu. "Saya minta tolong, tapi tidak ada juga yang menemukan saya.
Hari ke-4 dan 5
“Saya turun lagi dengan cara menyusur menggelinding di semak-semak, karena kaki saya tidak bisa berjalan lagi.".  Menurut Ny Nur, pada hari keempat ia melihat helikopter, dan memberi kode dengan kain yang diikatnya di ujung ranting. Mereka se­pertinya sudah melihat, namun menjauh lagi. Karena cuaca makin buruk ia putuskan turun lagi sampai ke lembah.
Hari ke-6
Ny Nur baru ditemukan pada hari keenam (Sabtu, 30/4) oleh enam penduduk desa yang membantu tim SAR, mereka antara lain adalah Ningkan, Sandin, dan Kundin.
Selama enam hari lima malam sendirian da­lam hutan, Ny Nur tidak pernah tidur dan merasa takut.  Sebagai petugas pemetaan ia sudah terbiasa di dalam hutan. Selama menanti datangnya pertolongan, ia selalu berdoa bisa secepatnya dipertemukan dengan keluarganya, terutama dengan putri satu-satunya, Nur Aini yang baru berumur enam bulan. "Se­lama dalam hutan saya selalu teringat anak saya yang wajahnya sering terbayang," tulur Ny Nur.

Kejadian aneh
Banyak sekali kejadian aneh yang ditemuinya selama enam hari lima malam itu. Dua ekor lalat besar berwarna biru dan hijau, selalu menemaninya. Pada malam hari mata lalat yang nampak menyembul keluar itu, memberi cahaya penerangan. Kemudian anehnya, lalat itu bisa ngomong Jawa. "Saya mengerti maksudnya, membimbing saya untuk bisa tengkurap. Padahal rasanya waktu itu badan sudah tidak bisa bergerak lagi.
"Berdasarkan hasil pemeriksaan dokter RSUD Dokter Soedarso yang merawatnya, Nur memang mengalami retak tulang pinggul kiri. Lalu, dari kejauhan nampak juga orang-orang seperti patung, tanpa kaki pakai baju kuning. Meski dua tangan dan mukanya menghadap ke arahnya, tapi mahluk orang-orangan itu tidak datang membantu. Hanya melihat saja dari jarak beberapa me­ter. Kemudian sewaktu ia tergelinding dan tak berdaya tersangkut di pohon ada suara seperti orang Jepang memimpinnya untuk bisa keluar. De­ngan bimbingan suara orang Jepang itu, akhirnya Nur bisa bergerak dan lepas dari jepitan pohon. "Selama dalam hutan sepertinya saya banyak teman.  Tapi saya tidak melihat mereka, yang terdengar suaranya saja." tutur Ny Nur.
Selama enam hari itu, Nur tidak merasa lapar. Padahal ia cuma memakan dua pucuk pohon semacam pakis.  Menurut Direktur RS Dokter Soedarso, dr Buchary A. Halman yang mengetuai tim dokter yang merawat, kekuatan fisik Ny Nur memang luar biasa, la mampu bertahan selama enam hari dalam keadaan sakit terjatuh dan tanpa makan, kecuali dedaunan dan minum air hujan.

Penemuan korban
Pada mulanya tim SAR mengira semua korban pesawat itu telah tewas. Tapi ketika sekitar pukul 11.30 WIB hari keenam badan pesawat berliasil dibelah, ternyata jumlah korban yang tersisa dalam badan pesawat hanya tiga orang, bukan empat orang seperti perkiraan semula. Sehingga ditambah dengan korban yang telah dievakuasi sebelumnya,  jumlah yang ada hanya sepuluh orang. Dan yang tidak ada itu adalah Ny Nur.
Karena itu, tim SAR lalu mencari di sekitar reruntuhan pesawat. Tanpa disangka, pada jarak sekitar 50 meter dari pesawat ditemukan sepotong pakaian dalam wanita yang tersangkut pada ranting.  Kemudian ke arah barat dari situ, ditemukan jejak perjalanan orang berupa patahan ranting pohon sepanjang jalan yang dilalui. Dengan petunjuk pakaian dan jejak patahan ranting itu, tim SAR bersama pendu­duk lalu menelusuri hutan. Sekitar pukul 13.45 WIB hari Sabtu (30/4), Ny Nur ditemukan penduduk da­lam keadaan tersandar lemah.
Menurut penuturan Ningkan, pada mulanya ia dan tiga kawannya ingin memanggil dua orang temannya lain yang agak terpisah. Tiba-tiba ada suara wanita yang menyahut dekat mere­ka. "Ketika ditanya siapa, wanita itu menjawab : saya, Nur," tutur Ningkan. Ia segera berlari menemui tim SAR sementara rekannya membuat tenda di tempat Ny Nur ditemu­kan.  Berita ditemukan Ny Nur dalam keadaan masih hidup ini, sugera diteruskan ketua tim SAR Letkol (Pur) Sholeh Tridjoko ke Sintang, dan selanjutnya diteruskan ke Pontianak.
Kesedihan dan keletihan selama be­berapa hari dari tim SAR dan pendu­duk melakukan evakuasi para korban tiba-tiba tidak terasa. Sekitar dua jam kemudian tim SAR bersama dokter dan Kakanwil Kehutanan Tony Sumardjo yang baru datang dengan heli­kopter dari Sintang tiba di tempat ditemukan Ny Nur. Lalu dengan ditandu, korban dibawa ke dekat landasan helipad untuk mendapat perto­longan dan pengobatan sementara.
Berita ditemukan Ny Nur dalam keadaan hidup ini, diterima suaminya bersama kedua orang tuanya yang da­tang dari Bandung sekitar pukul 14.00 WIB hari Sabtu (30/4). "Kami sekeluarga tidak bisa ngomong lagi, dan langsung sembahyang sujud syukur atas kejadian yang tidak disangka-sangka itu," kata Hasanuddin Syahib, ayah Ny Nur.
Sebelumnya menurut Hasanuddin, pihak keluarga yang beralamat di Kompleks Kanwil Kehutanan Pontianak dan di Bandung, tidak merasa ada tanda-tanda Nur telah meninggal dan merasa ia masih hidup. Bahkan putrinya yang masih berusia enam bulan tidak rewel selama ditinggalkan ibunya. "Namun setelah membaca berita koran bahwa semua penumpang pesawat DAS itu tewas, semua keluarga kami pasrah.  Selain telah memesan tempat pemakaman buat Ny Nur di Bandung, kami di Pontianak juga sudah tahlilan sam­pai malam ketiga." tuturnya.
Ny Nur lahir di Ujungpandang tahun 1963. la sem­pat kuliah di Fakultas Kehutanan Unhas. Namun. karena orang tuanya pindah ke Bandung, la lalu masuk salah satu  Akademi Ilmu Kehutanan di Bandung, dan lulus ujian negara tahun 1990.  Dengan mengantungi sarjana muda dia bekerja di Departemen Kehutanan dan ditempatkan di salah satu UPT di Pontianak.  Dari hasil perkawinannya dikarunia seorang putri yang baru berusia enam bulan (pada waktu kejadian).
Sumber : “Kisah Selamatnya Ny. Nur” pada Harian Kompas tanggal 24 April 1993

Bacaan selanjutnya : Nasib dalam bencana 2 (menunggu)



4 komentar: