Minggu, 23 Februari 2014

Tanggul Laut Raksasa (Giant Sea Wall) Jakarta



Dikemas oleh : Isamas54
Pembangunan Tanggul Laut Raksasa (Giant Sea Wall) di utara Jakarta diharapkan mampu menjadi solusi yang tepat untuk mengatasi banjir di Jakarta.  Betulkah?

Banjir di kota Jakarta adalah merupakan persoalan klasik yang dapat ‘dimaklumi’ karena letak wilayahnya yang berada di dataran rendah, sehingga wajar jika banjir ini menjadi ancaman rutin yang harus dihadapi setiap tahun atau setiap periode tertentu.  Ternyata, masalah banjir ini bukan terjadi saat-saat sekarang saja, namun di era pemerintahan kolonial Belanda pun, Jakarta pernah terendam banjir selama hampir satu bulan.
Berbagai upaya untuk mengatasi banjir tersebut telah dilakukan seperti pengerukan sungai, pembuatan waduk, sosialisasi untuk tidak membuang sampah ke sungai, dan sebagainya.  Namun upaya tersebut masih dianggap kurang karena ‘tamu’ yang seharusnya melewati sungai dengan lancar mengalir ke laut, ternyata harus menyimpang sana-sini dulu alias menyebabkan banjir, karena jalannya tersendat sana-sini, ditambah curah hujan yang cukup tinggi dan rob air laut. 
Karena beberapa sungai besar yang melewati wilayah kota Jakarta ini berasal (hulu sungai) dari wilayah Bogor antara lain Sungai Cisadane dan Sungai Ciliwung, maka jangan heran kalau ada istilah ‘banjir kiriman dari Bogor’ yang tentunya akan membuat kurang senang bagi ‘orang Bogor’, karena di sepanjang jalanan air/sungai ada tambahan air (hujan, air buangan dan rob) serta terjadi penyempitan (pemukiman, bangunan dan sampah).  Selain itu banjir di Jakarta ini sudah terjadi sejak dulu sehingga ada pameo ‘yang salah bukan air, tapi manusia yang bermukim di sana’. 
Terlepas dari siapa dan dimana yang salah, berbagai upaya untuk mengatasi masalah banjir ini terus berjalan, dari mulai wacana pembuatan waduk di wilayah Jakarta dan Bogor, sampai kepada pembangunan yang banyak menyita perhatian yaitu Pembuatan Tanggul Raksasa dengan membendung laut di wilayah pantai utara Jakarta.
Sesuai judul tulisan maka pokok mengarah pada pembuatan tanggul laut raksasa.

Maksud dan tujuan
Pembuatan tanggul laut raksasa (giant sea wall) Jakarta , dimaksudkan untuk mengatur tata air di wilayah Jakarta dengan membendung air laut di wilayah pantai utara Jakarta, sehingga wilayah ini dapat menampung air dalam satu reservoir yang nantinya akan diubah menjadi sumber air baku.  Manfaat ‘sampingan’ nya adalah membangun akses jalan dan fasilitas lainnya di utara Jakarta.

Adapun permasalahannya adalah ‘mampukah proyek mercusuar ini mengatasi banjir, permasalahan lingkungan, dan perekonomian rakyat setempat?

Sejarah banjir di Jakarta
Pertama kali bencana banjir di Jakarta tercatat pada 1621, yaitu dua tahun setelah peristiwa penaklukan Jayakarta dan pembentukan Stad Batavia sebagai pusat pemerintahan VOC di Hindia Belanda.
Banjir yang cukup parah terjadi pada Februari 1918, hampir seluruh wi­layah Batavia terendam.  Kampung-kampung di wilayah Weltevreden tergenang. Peristiwa inilah yang membuat pemerintah kolonial Be­landa akhirnya membangun Kanal Banjir Barat pada 1919.

Secara umum banjir Jakarta setidaknya berasal dari dua sumber.  Pertama, aliran airdari 13 sungai di Jakarta. Kedua, rob (air pasang) yang setiap tahun bertambah besar. Banjir besar di Jakarta sering terjadi ketika air di sungai-sungai mengalami peningkatan pesat bersamaan dengan terjadinya rob. Aliran air ke Teluk Jakarta yang tertahan rob menyebabkan peningkatan jumlah titik banjir semakin yang tentunya menimbulkan kerugian ekonomi.
Upaya
Ketika sekarang-sekarang ini kota Jakarta sering diterpa banjir, sebenarnya hal tersebut bukan merupakan hal yang baru, namun yang menjadi persoalannya adalah solusi penanggulangan yang tak juga ditemukan. Walaupun berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah provinsi DKI Ja­karta dan pemerintah pusat, yaitu dari mulai pembuatan waduk, sumur resapan, pembangunan Kanal Banjir Timur,  sampai sekarang belum dapat mengatasinya, malahan seolah-olah ‘semakin menjadi-jadi’.   

Pemba­ngunan tanggul laut raksasa (giant sea wall)
Pemba­ngunan tanggul laut raksasa (giant sea wall) sepanjang lebih dari 30 km di utara Teluk Jakarta, bertujuan untuk menjaga kenaikan permukaan air laut.


Pemerintah memastikan akan mewujudkan pembangunan tanggul laut raksasa (giant sea wall) di utara Jakarta. Tembok raksasa yang akan menghalang rob dari laut Jawa ini akan mulai dibangun tahun ini.
Megaproyek yang bakal melintasi tiga provinsi (Jakarta, Banten, dan Jawa Barat) ini disebut-sebut bakal menelan total anggaran sekitar Rp600 triliun.
Rencana megaproyek tersebut bakal dibangun dalam tiga tahap mulai 2014 hingga 2030 meliputi lahan reklamasi un­tuk taman di sepanjang pantai, perumahan dan pusat komersial, serta waduk yang akan membentuk kolam raksasa yang bisa menampung l,3 miliar kubik air.
Tidak hanya difungsikan sebagai penghalang rob ke daratan Ja­karta, selain itu akan ada hunian dan pusat komersial yang menjadi denyut nadi bisnis. 


Apabila pembangunannya telah selesai maka jika dilihat da­ri udara, megaproyek anti banjir ini akan terlihat tiga tanggul raksasa yang di tengahnya merupakan pusat komersial, dan secara keseluruhan akan terlihat berbentuk mirip Burung Garu­da.
Tentunya pengelolaan air yang tertampung perlu mendapatkan perhatian dengan manajemen yang bagus, karena jika tidak maka kolam akan menjadi "septic tank" raksasa yang kotor dan bau.

Tahapan pembangunan dan pembiayaan
Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Kementerian PPN/Bappenas Dedy S Priatna menjelaskan bahwa pembiayaan atau dana yang diperlukan bisa hampir 100% berasal dari swasta, dengan tahap pembangunan dan rincian biaya : (a).  Proyek ini rencananya akan dilaksanakan dalam dua tahap.  Tahap pertama pembangunan tanggul A dan B (2014-2017) dan tahap ke dua tanggul C atau tanggul timur (2018-2025).  (b).  Sedangkan dari segi pembiayaan untuk Tanggul A dan B membutuhkan investasi sebe­sar Rp87 triliun (A sebesar Rp 17 triliun dan B sebesar US$ 6,5 miliar), untuk tanggul C membutuhkan biaya mencapai Rp20 triliun.  (c).  Selain itu untuk biaya reklamasi Rp 220 triliun, transportasi seperti kereta dan jalan tol sebesar Rp120 triliun, dan sanitasi Rp 144 triliun.

Tahap dan rincian pembangunan
Tahap pembangunan
Tahap I :  Pembangunan tanggul A dan B yang akan dilaksanakan  pada 2014 sampai 2017.  Prediksi biaya untuk tanggul A sebesar Rp 17 triliun dan tanggul B sebesar Rp70 triliun
Tahap II :  Pembangunan Tangqul C (Tanggul Timur), dikerjakan mulai 2018 sampa, 2025 yang diperkirakan akan menghabiskan dana Rp20 triliun
Kawasan Baru
Dengan luas tanah 5.500 hektar (ha) akan mampu menampung sekitar 1 8 iuta penduduk, dapat menyerap tenaga kerja 2 6 mta orang p'ari luas tanah yang ada, 45%-nya akan dibangun lokasi perumahan dengan luas 14,1 juta meter persegi,
Mega proyek dengan bentuk menyerupai burung garuda (garuda land} ini selain dapat dijadikan sebagai kawasan multifungsi, juga diharapk'an mampu menjadi tanggul yang dapat membantu mengatasi permasalahan banjir di ibukota.
Kapasitas
Kapasitas tanggul diperkirakan akan mencapai 1,2 miliar kubik air. Jumlah ini jauh lebih besar dibandirig Waduk Jatiluhur, Jawa Barat
Biaya Lain
Reklamasi Rp220 triliun; Transportasi (kereta dan jalan tol) Rp120 triliun; Sanitasi Rp144 triliun;

Komentar
Meski ditargetkan sebagai infrastruktur yang dianggap bisa menanggulangi banjir, sebagian kalangan masih ada yang meragukannya, karena apabila salah penanganan atau salah urus maka tanggul bisa jadi hal yang buruk.  Bahkan pembangunannya sebagian pendapat menyatakan berpotensi melahirkan persoalan baru, khususnya terkait dengan matinya mata pencaharian warga lokal.
Berikut beberapa pendapat yang antara lain termuat dalam Koran Sindo (3/2/2014).
(1).  Peneliti dari LIPI, Jan Sopaheluwakan, pakar kebumian, berpendapat  (2/2/2014) : (a).  Air baku Jakarta masih sangat bergantung ke daerah lain di luar Jakarta seperti Sungai Citarum dan lainnya. Bahkan suplai air baku dari daerah ditambah dengan penyedotan air tanah baik legal maupun ilegal saat ini belum cukup menyediakan kebutuhan air di Jakarta.  Masih dibutuhkan banyak sekali air permukaan untuk menyuplai air di Jakarta. "Yang mendapatkan keuntungan dari keterbatasan air baku ini adalah para produsen airmineral. Masyarakat Jakarta masih sangat bergantung pada pasokan air mineral kemasan," (b).  Pemerin­tah DKI Jakarta sebelumnya pernah menyatakan kebutuh­an air baku diperkirakan lima puluh kali luas Tugu Monumen nasional (Monas) atau sekitar 50 kilo meter persegi.  "Giant sea wall bisa saja memenuhi kebutuhan air baku di Jakarta sepanjang bisa mengelola air laut menjadi air tawar dan suplai air dari sungai-sungai di Jakarta bersih dan bisa digunakan," papar Jan.  (c).  Jika air sungai-sungai yang bermuara ke teluk Jakarta tetap kotor, maka giant sea wall bisa menjadi tempat sampah besar yang menjadi masalahbaru bagi Jakarta. Perlu kedisiplinan semua pihak untuk menjaga air tetap bersih, contohnya pengolahan air di Belanda yang dengan teknologi dan disiplin mereka bisa membuat air laut menjadi tawar dan siap digunakan menjadi air baku.
(2).  Kepala Pusat Perubahan Iklim ITB, Army Susandi, berpendapat bahwa Pemerintah mesti memikirkan juga apa yang diinginkan warga lokal dalam proyek ini, mampu mengambil kesempatan dan peluang untuk meningkatkan kapasitas para nelayan yang tinggal di sekitar proyek.
"Pemerintah dapat memajukan sektor perikanan dan hasil laut yang dihasilkan dari para nelayan sekitar. Mereka perlu difasilitasi untuk menjadi nelayan yang maju dan modern. Dengan begitu, pembangunan giant sea wall tidak hanya dapat menyelesaikan banjir, tapi juga mengangkat perekonomian warga lokal," kata Army (2/2/2014).
Pihak pemerintah sangat penting melibatkan peran warga lo­kal yang mayoritas bermata pencaharian sebagai nela­yan bisa ditingkatkan dan perlu diciptakan akses tersendiri bagi industry kelautan.
(3).  Suara yang lebih keras disampaikan Sekjen Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), Abdul Halim, menurutnya (2/2/2014) proyek tanggul raksa­sa bukan solusi untuk menyelesaikan per­soalan banjir, tetapi justru akan melahirkan banyak permasalahan baru,  seperti : (a).  Pembangunan tanggul raksasa membuat arus laut tidak bisa bergerak dengan bebas sehingga memunculkan bau busuk, kerusakan ekosistem laut, dan pencemaran lingkungan yang dialirkan ke 13 sungai yang kemudian bermuara ke teluk Jakarta. (b).  Dengan merujuk pada kajian Pemprov DKI sendiri, pro­yek tanggul raksasa ini akan mengancam sedikitnya 7.000 nelayan disekitar kawasan pembangunan proyek. Mereka akan kehilangan mata pencahariannya karena laut di sekitar sudah tidak cocok untuk melaut dan ekosistemnya juga rusak. ().  Jika pemerintah sungguh-sungguh ingin menyelesaikan persoalan banjir yang kerap melanda Ibu Kota, maka langkah pertama adalah dengan menyetop pembangunan proyek tanggul raksasa. Sebab, banjir lebih disebabkan akibat banyaknya aktivitas reklamasi pantai di daerah Jakarta Utara beberapa tahun belakangan ini. "Mestinya hal yang dirujuk adalah penurunan muka tanah akibat penyedotan air secara serampangan. Karena itu, solusi yang perlu dilakukan adalah penegakan hukum dan merelokasi permukiman yang tidak sesuai peruntukannya.  (d).  Aktivitas reklamasi lebih merupakan upaya untuk mengakomodasi kepen­tingan para pengembang properti perumahan, pergudangan swasta, dan kawasan elite di sekitar Jakarta Utara.  Jika benar ingin menyelesaikan banjir, peme­rintah perlu menggiatkan program penanaman mangrove di pinggiran pantai. Demi kepentingan penduduk nela­yan dikawasan tersebut, mestinya pemerintah harus memastikan akses laut bagi mereka bukan malah membangun tang­gul raksasa yang mengancam akses ekonomi satu-satunya bagi mereka.
(4).  Wakil Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI Jakarta, Wawan Mahendra, mengatakan pada prinsipnya proyek giantseawall dan potensi ekonomi warga lokal semuanya masih dikaji secara mendalam. Apalagi, proyek ini berjangka panjang dan rnenghabiskan anggaran yang sangat besar. "Namun, yang pasti kita tidak akan meninggalkan kebutuhan ekonomi warga lokal. Kita akan memfasilitasi mereka, apakah mereka ingin dibangunkan dermaga, pengolahan per­ikanan, atau rumah susun. Pada intinya kita tidak akan mematikan mata pencaharian warga setempat," ujar Wawan kepada Koran Sindo kemarin. Dia menambahkan, segala sector yang terkait dengan kebutuhan penduduk di sekitar pembangunan proyek tanggul laut raksasa tersebut akan diakomodasi pihak pemerintah. "Semuanya masih dikaji, terlebih dengan melihat profesi mereka yang mayoritas nelayan.” 'ujar Wawan (2/2/2014).
(5).  Deputi Sarana dan Prasarana Bappenas Deddy S. Priatna mengatakan  bahwa air yang akan tersedia di dalam tanggul (waduk) tersebut adalah air bersih, sehingga pemerintah provinsi harus membereskan kondisi sanitasi di Jakarta, jika masih seperti sekarang maka di dalam tanggul menjadi septic tank raksasa.  Dengan kata lain proses pengolahan air limbah sudah harus dilakukan saat masih di sungai jelang masuk muara sungai.   "Sebelum tahun 2022, sanitasi air limbah harus bersih. Kalau tidak akan menjadi septic tank raksasa. Bukan tanggul raksasa lagi," ujarnya di kantor pusat Bappenas-Jakarta (24/12/2013).
(6).  Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo, dalam beberapa kesempatan menyatakan bahwa sepanjang feasibility studynya sudah selesai dan bernilai positif perlu dilaksanakan dengan cepat, serta pembangunan giant sea wall ini sepe­nuhnya diserahkan kepada pemerintah pusat. 

Catatan akhir :
(a).  Diharapkan rencana proyek mercusuar pemba­ngunan tanggul laut raksasa (giant sea wall) sepanjang lebih dari 30 km di utara Teluk Jakarta dapat menjadi solusi untuk mengatasi banjir dan permasalahan lingkungan di Jakarta.
(b).  Segala sesuatunya, tentu tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak termasuk kesadaran dari masyarakat untuk tetap menjaga lingkungan khususnya di wilayah Jakarta ini.
(c).  Semoga berhasil!

Keterangan gambar : diambil dari internet
Sumber editing bacaan : Koran Sindo 3/2/2014; bisnis.liputan6.com 2014/02/18,  finance.detik.com 2013/12/24.

Bacaan terkait :
Sungai Ciliwung membelah kota Bogor (atau dapat diselusuri melalui ‘Jakarta’ dalam website Isamas54)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar