Minggu, 25 September 2011

Ciliwung (Bagian 1) : Membelah Kota Bogor dan Jakarta

Oleh  : isamas54
Hubungan antara keberadaan sebuah kota dengan kali atau sungai sangat erat sekali sehingga pada umumnya sebuah kota besar, kota kecil, atau sebuah dusun kalau bisa dan memungkinkan maka akan berada dekat atau karena tuntutan pengembangan akan terbelah oleh sungai (sehingga ada istilah kota lama dan kota baru ).  Begitu pula Kota Bogor dan Jakarta yang antara lain terbelah oleh Sungai Ciliwung.

Sungai/Kali Ciliwung atau Ciliwung saja (huruf Ci mempunyai arti sungai), membelah Jakarta menjadi dua bagian,  namun kalau diurut-urut dan diteliti sebenarnya Ciliwung ini lebih mirip urat nadi yang menyebar pada berbagai wilayah di Jakarta.

Daerah Aliran Sungai (DAS).
DAS atau Daerah Aliran Sungai (catchment area, watershed) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. Sedangkan Sub DAS adalah bagian DAS yang menerima air hujan dan mengalirkannya melalui anak sungai ke sungai utama. Setiap DAS terbagi habis kedalam Sub DAS – Sub DAS.
DAS Ciliwung-Cisadane mempunyai hulu di Gunung Gede Pangrango dengan ketinggian 1500 mdpl (meter dari permukaan laut) yang bermuara di Teluk Jakarta.  Di Wilayah DKI sungai ini menerima aliran dari Sungai Krukut yang berasal dari satu danau yang berketinggian 90 mdpl yang terletak di selatan Kota Depok.
Kali krukut mempunyai anak sungai yaitu Kali Cideng yang mengalir antara Kali Ciliwung dan Kali Krukut yang mencurahkan airnya pada suatu lembah besar yang dahulu disebut Rawa Menteng.
DAS Ciliwung-Cisadane dikelompokkan menjadi 3 Sub Wilayah yaitu : Cisadane-Cidurian di sebelah barat, Ciliwung dsk. Di bagian tengah, dan Sungai Bekasi-Cibeet di bagian timur.
Di wilayah kota di bagian utara terdapat 2 kanal pengendali banjir yaitu Banjir Kanal Barat yang sudah beroperasi dan Banjir Kanal Timur yang sedang tahap pembangunan.  Kanal-kanal tersebut akan mengalirkan air sungai dan hujan dari wilayah DKI dan sekitarnya.
Sehingga dengan adanya kali Ciliwung dan Kali Krukut tersebut dengan anak-anak sungainya maka kota Jakarta dilalui sebanyak 14 Sungai yang membelah membentuk pola dendritik (menjari), adapun ke-14 sungai tersebut yaitu  Kali Kamal, Tanjungan, Angke, Pesanggrahan, Grogol Krukut, Cideng, Cipinang, Sunter, Buaran, Jatikramat, Cakung, Cakung Timur, Ciliwung

Pos pengendali banjir
Instalasi pos pengendali banjir Kali Ciliwung yaitu di Katulampa Bogor (walau namanya bendungan tetapi tidak seperti bendungan lainnya namun hanya berupa Peil Schaal atau Pos pengukuran ketinggian permukaan air), Pos Pngukuran Depok, Pintu Air Manggarai, Pintu air Karet, Pintu Air Kapitol, Pintu Air Jembatan Merah, Pintu Air Pekapuran, Pintu Air Tangki, dan Pos Pengukuran Waduk Pluit.

Bendungan Katulampa
Ingat betul kata ’katulampa’ ini terlebih kita membaca, mendengar atau melihat di media ketika Jakarta waspada atau sedang kebanjiran.  Kenapa pos pengendali banjir ini lebih terkenal bila dibandingkan dengan yang lainnya karena merupakan pintu masuk sungai Ciliwung di daerah hulu (Bogor) yang belum terbagi-bagai ke cabang-cabangnya seperti halnya di Depok dan Jakarta.
Bendungan Katulampa mulai dibangun tahun 1889 dan mulai digunakan tahun 1911 setelah Jakarta  (waktu itu masih Batavia) dilanda banjir besar tahun 1872 dimana banjir tersebut membuat daerah elite Harmoni ikut terendam luapan air Ciliwung. 
Catatan  :  Kalau begitu masalah banjir di Jakarta itu sudah dari sono nya, sehingga sudah tidak aneh lagi.  Namun keadaan sekarang ditambah lagi dengan pertambahan penduduk dan pencemaran sungai.
Belanda membangun bendungan tersebut dengan tujuan (a).  untuk mengukur debit air Ciliwung yang akan mengalir ke Batavia yaitu sebagai system peringatan dini agar kemungkinan banjir bisa segera diketahui. (b). sebagai infrastruktur system pengairan air/ irigasi di Bogor bagian timur.
Dari Katulampa sebagian dialirkan lewat pintu air ke Kali Baru Timur, dari Bogor Bagian Timur sungai buatan mengalir ke Jakarta di sepanjang jalan Raya Bogor melalui Cimanggis, Depok, dan Cilangkap dan bermuara di daerah Kali Besar Tanjung Priok Jakarta.  Air Kali Baru Timur dipakai untuk mengairi sawah yang banyak terdapat diantara Bogor dan Jakarta.
Sampai tahun 1990 areal persawahan di Bogor dan Jakarta masih banyak yaitu sekitar 2.414 ha, namun sekarang hamir habis yaitu sekitar 72 ha untuk daerah Bogor dan Cibinong, sedangkan di Jakarta sudah tidak ada lagi.
Fungsi Bendung Katulampa saat ini sudah berubah akibat punahnya sawah-sawah di daerah Bogor dan Jakarta sehingga kini tinggal sebagai bendung peringatan dini bagi aliran air ke Jakarta.

Aliran Sungai di Jakarta
Sungai Ciliwung mulai masuk Ja­karta dari kawasan sebelah selatan, Kelapa Dua, berkelok-kelok menuju ke utara dan sampai di pintu air Manggarai, terbagi menjadi dua. (1) kearah barat dinamakan Kali Malang, yang mengalir di sisi Jalan Sultan Agung dan Latuharhari, di Penjernihan, Kali Malang ini bergabung dengan Kali Krukut menjadi Banjir Kanal, yang akhirnya bermuara di Angke.  (2) menuju ka­wasan Jakarta Pusat, memotong Jalan Matraman, Diponegoro, Raden Saleh, Kali Pasir, Pejambon dan Perwira. Sungai ini kembali bercabang di Jalan Perwira  (1) ke arah kiri Masjid Istiqlal, yang menelusuri Jalan Veteran 1, Juanda, Hayam Wuruk-Gajah Mada, lalu membelok ke kawasan Mangga Besar. (2) ke arah kanan Masjid Istiqlal mengalir di samping Jalan Pos, Dr Sutomo, dan Gunung Sahari.  Di pintu air Kartini bercabang lagi. (1) ke Mangga Besar yang akhirnya bertemu dengan cabang Ciliwung dari Gajah Mada-Hayam Wuruk. Pertemuan itu membawa air yang sudah menghitam ke Kampung Muka Timur. Cabang itu akhimya menyatu dengan Kali Ancol. (2) lurus menuju ke utara sampai bertemu Kali Ancol.

Antara Katulampa dan Jakarta
Aliran air secara normal yaitu dari Katulampa Bogor sampai ke pintu air Depok Post membutuhkan waktu sekitar 6 jam dan dari Depok ke Jakarta membutuhkan waktu 6 jam lagi, dimana pergerakan air ini semakin tinggi atau semakin deras akan lebih cepat sampainya.
Katulampa apabila mencapai ketinggian 80 cm dikategorikan Status siaga IV, dimana petugas sudah wajib melaporkan ke Jakarta bahwa air dengan waktu sekitar 6 jam lagi bisa mengakibatkan banjir di wilayah Jakarta. 


Ketinggian air ini bisa melonjak secara tiba-tiba walaupun keadaan di Bogor tidak hujan (hujan di hulu). 
Keadaan banjir di Jakarta tersebut bisa diperparah lagi apabila air dari Bogor tinggi, air laut pasang, dan hujan di Jakarta.  Mungkin keadaan ini kalau dalam makanan mah sudah lengkap yaitu sudah 4 sehat 5 sempurna, sayang yakh kesempurnaan ini dalam hal yang merugikan manusia.
Bantaran sungai sering meluap karena fungsi bantaran dimanfaatkan untuk pemukiman, perkantoran, industry sehingga mempersempit aliran dan menambah pengotoran sungai.

   Bendungan Katulampa Bogor

Debit air di Katulampa untuk irigasi normal adalah 70 centimeter, dan apabila surut maka  ketinggian air bisa berada di bawah batas ukur yakni 0 centimeter. Hal ini bisa terjadi walaupun di Bogor hampir tidak ada musim kemarau namun karena intensitas hujan yang berkurang.  sedangkan pada keadaan normal rata-rata per hari ketinggian air mencapai 40 cm dengan debit air yang dihasilkan mencapai 3.460 liter per detik.
Tetapi sebaliknya apabila debit air di Bendung Katulampa sudah berada pada ketinggian 130 sentimeter (misal tgl 4/12/2010) maka sudah dikategorikan Awas 3, yang akan memicu besarnya aliran air Ciliwung bergerak menuju Jakarta dengan arus air mencapai 216 ribu liter per detik dan diperkirakan dalam waktu 12 jam sampai ke beberapa wilayah di Jakarta. 
Bersambung ke Bagian 2

Keterangan Gambar : sebagai ilustrasi yang diambil dari internet
Sumber antara lain :  metrotvnews.com (2011/09/14); books.google.co.id ( Ekspedisi Ciliwung  “Mata Air, Air Mata”– Laporan Jurnalistik Kompas); www.dephut.go.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar