Dikemas oleh :
Isamas54
Nasib
anak-anak dalam konflik Perang saudara
di Liberia dan Konflik di Afganistan.
(5). Perang Saudara di Liberia
Ini merupakan kisah lama yang penulis sedikit edit dari tulisan ’Liberia :
Eksploitasi Seksual Anak Perempuan Meluas’ pada Kompas tanggal 9 Mei 2006, yang mudah-mudahan ini hanya kisah lama dan
tidak terjadi lagi pada situasi dan kondisi yang hampir sama pada saat ini.
*
Akibat konflik perang saudara
di Liberia selama 15 tahun (1989-2003) lebih dari 250.000 orang tewas dan
sekitar 1,3 juta orang terpaksa mengungsi. Untuk menampung para pengungsi
itu, terdapat 25 kamp pengungsian di Liberia.
Sebanyak 315 pengungsi yang ditemui Save the Children itu tinggal, di
kamp pengungsian yang terpisah antara pria dan wanita dewasa serta anak perempuan
dan laki-laki.
Sebelum didera konflik, Liberia
pernah
menjadi negara terkaya di daratan Afrika dengan kekayaan sumber alam
karet, kayu, dan hasil tambang lainnya. Presiden
Liberia yang baru sekaligus mantan ekonom di Bank Dunia, Ellen Johnson-Sirleaf,
disebutkan menghadapi
tantangan berat dalam membangun kembali perekonomian dan masyarakat yang kacau
balau akibat konflik berdarah.
*
Anak perempuan berusia minimal 8 tahun kerap mengalami eksploitasi seksual di kamp
pengungsian di Liberia. Penemuan itu diungkapkan organisasi Save the
Children, Senin (8/5/2006) di Inggris.
Dalam laporan
tertulis itu disebutkan, anak-anak perempuan yang tinggal di kamp pengungsian
dipaksa untuk berhubungan seks (catatan :
dalam tulisan ini selanjutnya disingkat bhsx) dengan imbalan makanan,
pakaian, uang, ataupun berbagai kemudahan lain.
Yang mengejutkan, dari hasil penemuan itu, pelakunya kerap kali adalah pekerja
kemanusiaan dan tentara penjaga perdamaian PBB yang bertugas melindungi
pengungsi.
Direktur Eksekutif
Save the Children Inggris Jasmine Whitbread mengemukakan, mayoritas anak
perempuan 12 tahun ke atas justru secara rutin bhsx di kamp-kamp pengungsian.
"Hal ini tidak bisa dibiarkan berlanjut, ini harus segera ditangani
dan diakhiri. Pria memanfaatkan posisi dan kekuasaannya. Mereka memanfaatkan
itu untuk mengambil keuntungan dari anak-anak yang tidak berdaya. Mereka harus dipecat,"
ujarnya.
Sebenarnya kasus eksploitasi seksual seperti itu pertama kali ditemukan di kawasan Afrika barat
sekitar 4 tahun yang lalu. Ketika itu, PBB berjanji akan menempatkan penjagaan
khusus di kamp pengungsian.
Namun, hingga kini kasus seperti masih saja terjadi, bahkan Save the
Children menyebutkan, kasus seperti itu justru meluas.
Kasus eksploitasi seks seperti itu dikhawatirkan akan menghambat proses
pemulihan Liberia setelah 20 tahun didera konflik bersenjata. Selain tentara penjaga perdamaian dan
pekerja kemanusiaan, guru dan polisi juga disebutkan kerap melakukan eksploitasi seks dengan
berbagai macam imbalan. Tak hanya uang, makanan, ataupun pakaian, tetapi juga
bisa hanya dengan janji dan imbalan bisa naik mobil atau menonton film. "Lebih parah, ada anak-anak yang dipaksa
bhsx hanya dengan imbalan sebotol bir atau nonton video," sebut laporan
itu.
Laporan tertulis Save the Children setebal 20 halaman itu juga mencantumkan
pengakuan para pengungsi tentang kasus eksploitasi seks itu. Sekitar
315 pengungsi yang terpaksa meninggalkan rumahnya akibat perang saudara itu
didatangi satu per satu di seluruh kamp pengungsian yang ada. "Sudah lebih
dari 20 kali saya diajak banyak pria untuk pergi bersama mereka dengan imbalan
uang. Mereka bekerja
di LSM” kata seorang anak perempuan.
Fenomena meluasnya
eksploitasi seks itu disebutkan Save the Children akibat kemiskinan. Eksploitasi seks
seperti itu dianggap sebagai metode bertahan hidup bagi rakyat Liberia yang
mengalami kesulitan ekonomi. Banyak orangtua
yang mengaku tidak berdaya melarang anak-anaknya karena mereka mengaku sangat
membutuhkan makanan, pakaian, dan uang. "Fenomena itu kerap disebut
"bisnis pria'. Padahal, sebenarnya
intinya kegiatan jual beli seks," demikian tertulis dalam laporan
itu.
Save the Children
mendesak pemerintah baru Liberia, PBB, dan lembaga donor lainnya untuk
membentuk tim khusus guna menyelidiki kasus eksploitasi seksual itu. Nasional, lembaga kemanusiaan, lembaga-lembaga
lainnya diminta menindak setiap anggota yang terbukti melakukan eksploitasi
seksual.
Negara-negara yang mengikutsertakan tentaranya
di pasukan penjaga perdamaian PBB juga diminta menindak siapa pun yang
mengeksploitasi seks anak-anak. BBC News menyebutkan, ada beberapa tentara PBB
yang dituding memerkosa anak-anak di kamp pengungsian. Namun,
hingga kini belum pernah ada yang diajukan ke pengadilan.
Greg Barrow dari Program Pangan Dunia (WFP) menyebutkan, pihaknya akan menyelidiki
dan menangani persoalan itu dengan serius. "Kunci dari persoalan
ini mencari dan menyelesaikan akar persoalan utamanya, yakni distribusi bantuan
pangan yang telah kami salurkan. Bantuan itu seharusnya tidak diselewengkan dan
disalahgunakan seperti ini," ujarnya.
Hal senada juga diutarakan Koordinator Kemanusiaan PBB di Liberia, Jordan
Ryan : "Sayangnya, tidak semua LSM menangani persoalan itu dengan serius.
Padahal, jelas persoalan ini prioritas utama yang harus segera
diselesaikan,".
(6).
Konflik di Afganistan
Perserikatan Bangsa-Bangsa, Rabu
(13/6/2012) di Kabul, Afganistan, menyatakan, 1.756 anak tewas atau terluka
dalam perang Afganistan pada tahun 2011. Jumlah korban anak-anak itu lebih
tinggi dibandingkan dengan tahun 2010, yaitu 1.396 anak. Namun, jumlah korban
yang dilaporkan hanya kurang dari 300 anak.
Dengan jumlah korban pada tahun 2011
ini berarti setiap hari rata-rata lima anak tewas atau terluka.
*
Pada Februari 2012, polisi Afganistan membebaskan 41 anak,
beberapa masih berusia enam tahun, mereka diselundupkan ke Pakistan untuk
dilatih sebagai pelaku bom bunuh diri. Awal
bulan ini, otoritas Afganistan memberitahukan telah menangkap dua anak usia 10
tahun yang diduga direncanakan sebagai pelaku bom bunuh diri untuk menyerang
pasukan Afganistan dan NATO.
Selama perang, nasib ribuan anak-anak di Afghanistan sangat
memprihatinkan, mereka berada dalam kemiskinan, berkeliaran dan bekerja di
jalanan, serta menjadi korban pelecehan seksual.
Mereka menderita kekurangan gizi kronis - tercatat di antara level tertinggi di dunia- padahal bantuan bernilai miliaran dolar telah mengalir ke negara yang dirobek-robek perang tersebut.
Mereka menderita kekurangan gizi kronis - tercatat di antara level tertinggi di dunia- padahal bantuan bernilai miliaran dolar telah mengalir ke negara yang dirobek-robek perang tersebut.
Menurut sebuah laporan gabungan oleh Bank Dunia dan
pemerintah menyebutkan lebih separuh dari anak-anak Afghanistan usia di bawah
lima tahun menderita kelaparan yang kronis.
Tanggapan
Menurut Wakil Utusan Badan PBB untuk Anak-anak Unicef di
Afganistan, Vidhya Ganesh, : (a). Kematian
anak sebagai korban perang adalah sebuah tragedy, hal itu sangat tidak dapat
dibenarkan dan diterima. (b). Semua pihak yang terlibat perang harus
berupaya agar anak-anak dilindungi dan hak-hak mereka dijamin.
Menurut Josephine Bassinette, pejabat direktur Bank Dunia di
negara itu : (a), Dikarenakan
berlanjutnya konflik, bantuan asing diberikan secara tidak proporsional ke
berbagai propinsi tempat konsentrasi pasukan dan pertempuran tercatat paling
sengit, (b). Namun analisis dalam
laporan itu menunjukkan kemiskinan dan tingkat ketahanan pangan sebetulnya
lebih tinggi di propinsi-propinsi yang lebih damai. (c). Menyerukan
agar bantuan diberikan ke sasaran yang lebih tepat untuk memastikannya sampai
ke masyarakat termiskin.
Menurut Menteri Ekonomi Abdul Hadi Arghaniwal :
(a). Ini mengejutkan
untuk mengetahui bahwa anak-anak tercatat antara segment paling rentan dari
masyarakat Afghanistan, dan kehidupan mereka yang dapat diselamatkan kini
terancam.
(b). Pemerintah
berkomitmen melakukan berbagai upaya untuk menyediakan suatu jaring keamanan
bagi masyarakat miskin dengan dukungan finansial dan teknis dari komunitas
internasional.
Bacaan sebelumnya : Bagian2
Keterangan
gambar : sebagai ilustrasi yang diambil dari internet.
Sumber
Bacaan : Kompas tgl 09 Mei 2006, jurnalmedan.co.id
2012/6/15
Kisah lainnya :
Kisah (2) : Terjebakdi kereta karena salju
Tidak ada komentar:
Posting Komentar