Nasib anak-anak
pada saat krisis pangan di Afrika Timur dan ketika krisis ekonomi di Yunani
Lanjutan …
(3).
Kelaparan di Afrika Timur
Ratusan ribu orang
berisiko menderita malnutrisi karena kehancuran bahan pangan, ternak, dan
sistem pasar lokal berdampak buruk pada 13 juta orang. Catatan Departemen Perkembangan Internasional
(DfID) melaporkan 50 ribu hingga 100 ribu orang tewas di Kenya, Ethiopia, dan
Somalia pada 2011. Pemerintah AS memperkirakan
29 ribu anak balita tewas dalam rentang waktu 90 hari, dari Mei hingga Juli
tahun 2012.
Salah satu contohnya adalah pemerintah Kenya dan Ethiopia yang tidak mau
mengakui tingginya nilai bencana.
Padahal kKrisis pangan terakhir terjadi pada 2010 di wilayah tersebut
yang mempengaruhi 10 juta orang, tidak menjadikannya pelajaran.
Staf agen
pertolongan juga merasa mereka telah melihat hal seperti ini berulang
kali. Selain itu sistem peringatan
pertama di wilayah Sahel memperlihatkan produksi sereal menurun 25 persen
daripada tahun lalu. Harga pangan meningkat 40 persen daripada rata-rata lima
tahun.
Peringatan pertama
mengenai kelaparan di Afrika Timur muncul pada Agustus 2010, namun respon penuh
baru dimulai Juli 2011 dimana pada saat itu angka malnutrisi telah meningkat
jauh. Keadaan yang tak normal itu yakni
ketika dunia mengetahui situasi darurat namun mereka membiarkannya hingga TV
dengan jelas memperlihatkan anak-anak yang kelaparan. (voaindonesia.com 29/10/2011, republika.co.id 18/1/2012)
*
Kamp Ethiopia
UNHCR melaporkan sekitar 10 anak di bawah usia lima tahun
meninggal setiap hari di kamp pengungsi Koba di Ethiopia Timur.
(voaindonesia.com 16/8/2011)
Seorang ibu menggendong anaknya yang
menderita kelaparan di sebuah kamp pengungsi di Ethiopia (foto).
Besarnya
aliran bantuan kemanusiaan telah meningkatkan kondisi para pengungsi Somalia
yang kini memenuhi kamp-kamp di Ethiopia. UNHCR – badan urusan pengungsi PBB
– mengatakan anak-anak di sebuah kamp bagi para pengungsi Somalia di Ethiopia
kini sekarat dalam jumlah yang “mencemaskan”. (voaindonesia.com 29/10/2011)
UNHCR melaporkan
sekitar 10 anak di bawah usia lima tahun meninggal setiap hari di kamp
pengungsi Koba di Ethiopia Timur. UNHCR mengatakan kurang gizi merupakan
penyebab utama kematian tersebut, tetapi wabah campak diduga memperburuk
masalah ini. Kamp di wilayah Dollo Ado
dibuka bulan Juni bagi ribuan warga Somalia yang menyelamatkan diri dari
kemarau panjang, bencana kelaparan dan pertempuran di negara mereka.
PBB mengatakan
lebih dari 12 juta orang di Tanduk Afrika itu sangat membutuhkan bantuan
pangan. Wilayah itu sedang menghadapi musim kemarau terparah dalam enam puluh
tahun.
**
Hilaweyn merupakan satu dari empat kamp di kompleks Dollo
Ado di Ethiopia, yang dihuni 125.000 pengungsi yang melarikan diri dari bencana
kelaparan Somalia, dan pemerintahan kejam yang diberlakukan Al-Shabab. Lima ribu pengungsi yang baru datang, tinggal
di penampungan sementara sambil menunggu selesainya pembangunan kamp kelima
yang akan selesai dalam beberapa minggu.
Dr. Monica Thallinger merawat puluhan kasus kekurangan gizi
setiap hari di Hilaweyn, kamp pengungsi terbaru di Ethiopia. Saat memeriksa
seorang anak, Dr. Thallinger mengatakan, “Anak ini menderita kekurangan gizi
yang parah karena tidak diberi cukup makanan untuk waktu yang lama. Lalu, kami
beri susu dari jenis tertentu karena tubuhnya tak sanggup mencerna
makanan," ujar Dr. Thallinger.
Ketika organisasi Doctors Without Borders (Dokter Tanpa
Tapal Batas) mendirikan klinik di bangunan berdinding seng belum sepenuhnya
rampung pada bulan Agustus di Hilaweyn, jumlah anak-anak meninggal akibat
kekurangan gizi bisa lebih dari satu sehari. Dua bulan kemudian, kordinator
klinik darurat Aria Danika mengatakan, mereka merawat 1.000 pasien sehari, dan
hanya satu anak yang meninggal dalam dua minggu terakhir.
“Tingkat kematian sekarang ini di bawah satu persen,"
ujar Aria. "Informasi yang kami peroleh dari hasil pembicaraan dengan
masyarakat dan hitungan kematian setiap minggu, . Kami menyimpulkan jumlah
kematian menurun, namun, kasus kekurangan gizi masih banyak.”
***
Amina Salat Saman yang berusia 30 tahun tiba di Dollo Ado
beberapa hari lalu dengan menunggang keledai. Ia dengan bangga memamerkan bayi
laki-laki yang lahir setelah dia tiba di stasiun penerimaan pengungsi. Saman
mengatakan keluarganya selamat dari bencana kelaparan, namun, melakukan
perjalanan berbahaya dari Somalia ketika kondisi keamanan tiba-tiba memburuk.
Penghuni-penghuni kamp mengaku mereka tertarik pada status
pengungsi karena akan menerima pengobatan bermutu, suatu yang tidak ada di
pedesaan Somalia. Sambil mendengarkan siaran radio tentang ofensif militer
Kenya terhadap wilayah yang dikuasai Al-Shabab, penghuni kamp bertanya-tanya
apakah perdamaian memungkinkan mereka kembali ke negara mereka. Mereka sadar
hidup di sebuah kamp pengungsi adalah kehampaan, namun, mereka juga sadar bahwa
ketersediaan makanan dan layanan kesehatan yang lebih baik dibandingkan
penderitaan yang mereka alami di Somalia dalam beberapa tahun terakhir.
(4). Krisis ekonomi di Yunani
Dampak
krisis ekonomi Eropa yang menghantam Yunani benar-benar dahsyat, fenomena
tersebut sungguh mengenaskan sekaligus mengejutkan. Sebenarnya tidak hanya
Yunani saja yang mengalami krisis tetapi sejumlah negara Eropa pun mengalami
yang sama.
Yunani
yang tadinya merupakan negara makmur bahkan pernah berada di posisi 25 negara
dengan pendapatan per kapita tertinggi versi IMF pada 2009. kini setelah krisis
tak ubahnya negara miskin.
Krisis
Yunani memuncak Agustus lalu akibat utang menumpuk yang sebagian besar
melihatkan investor swasta dan harus dibayar pada Maret 2012. (Media Indonesia 13/1/2012)
*
Penelantaran anak
pun mulai menggejala, sampai-sampai bocah-bocah di 'Negeri para Dewa' itu
'dibuang' oleh orangtua mereka.
"Selama
setahun terakhir kami menerima ratusan orangtua yang ingin meninggalkan anak mereka
di sini," ungkap Antonios Papanikolaou, pendeta yang membangun rumah asuh
bagi anak telantar di Athena, kemarin.
Salah satu anak
yang dirawat Antonios ialah Natasha (2 tahun) ditinggal begitu saja oleh ibunya
di rumah asuh milik Antonios, di salah satu sudut Kota yang berusia empat
tahun. Anna ditinggalkan ibunya dengan bekal sepucuk surat bertuliskan 'Saya tidak akan datang lagi untuk menjemput
Anna hari ini karena saya tidak mampu merawatnya. Tolong jaga dia baik-baik.
Maaf’.
Lembaga kemanusiaan
SOS Children's Villages pun kebanjiran orangtua di Yunani yang ingin menitipkan
anak mereka karena tak mampu lagi memberikan makan. Salah satunya Maria yang
terpaksa menitipkan anak semata wayangnya, Anastasia.
"Setiap malam
saya menangis sendirian, tapi apa yang bisa saya lakukan? Hati saya sakit, tapi
saya tak punya pilihan lain," kata Maria, pelayan kafe dengan bayaran 20
euro (sekitar Rp230ribu) per hari.
Bersambung ke
Bagian 3 (menyusul).
Sebelumnya : Bagian1
Keterangan
gambar : sebagai ilustrasi yang diambil dari internet.
Sumber
Bacaan : voaindonesia.com 29/10/2011,
republika.co.id 18/1/2012, Media
Indonesia 13/1/2012
Kisah
lainnya :
Kisah sebelumnya : Terjebak di kereta karena salju
Kisah selanjutnya : Penembakan massal 'Joker' di Bioskop Colorado-AS
Kisah selanjutnya : Penembakan massal 'Joker' di Bioskop Colorado-AS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar