Jumat, 01 Juni 2012

BRICS dan Indonesia


BRICS adalah merupakan perkumpulan lima negara berkembang yaitu Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan.  Bagaimana perkembangan dan kaitannya dengan Indonesia?  

BRIC
Istilah BRIC pertama kali diperkenalkan 2001 oleh Jim O'Neill, ekonom perusahaan keuangan global Goldman Sachs.
(a).  Ciri-ciri negara BRIC adalah jumlah penduduk besar, tanah yang luas, dan pertumbuhan ekonomi di atas rata-rata. (b).  Empat negara BRIC memiliki lu­as lebih dari seperempat luas tanah di dunia, 40 persen jumlah penduduk dunia, dan sekitar 18 persen dari ekonomi dunia. (c).  Afrika Selatan sebenarnya tak masuk dalam kategori BRIC baik dari segi ukuran luas wilayah maupun jumlah penduduk yang hanya sekitar 50 juta orang. 
Konferensi negara BRIC sudah dilaksanakan tiga kali. Konferensi pertama Juni 2009 di Rusia dan kedua April 2010 di Brasil.  Pada 14 April 2011 di kota Sanya-Chi­na (menjadi BRICS).

BRICS dan G-7
BRI­CS taerdiri dari lima negara berkembang yaitu Brazil, Russia, India, China, dan South Africa. Huruf "S" baru tahun 2011 ditambahkan pada akronim BRIC.
Dimasukkannya Af­sel adalah atas undangan China yang mungkin beranggapan secara politik penting memasukkan negara termaju di Benua Afrika  agar ide dan pemikiran konferensi BRICS dapat diterima oleh seluruh negara berkembang dan dunia internasional.
China saat ini aktif membangun kerja sama politik, ekonomi, dan investasi di Benua Afrika sebagai wilayah yang menjanjikan untuk jadi pemasok energi, bahan tambang, dan bahan pangan masa depan,
Diperkirakan pada 2035 besarnya gabungan ekonomi BRIC akan mengalahkan gabungan ekonomi negara maju G-7 (Amerika Serikat, Jepang, Jerman, Perancis, Inggris, Kanada, Italia). Dengan melihat potensi kapasitas ekonomi negara BRICS di masa depan, menjadi penting kita memerhatikan perkembangan forum BRICS, apakah ini akan menjadi forum bergengsi yang menentukan arah percaturan kerja sama ekonomi dan politik internasional ke depan.

Prediksi perkembangan ekonomi
Perusahaan konsultan Pricewaterhouse Coopers (PwC) tahun 2006 (The World in 2050) memprediksi ekonomi tujuh negara berkembang (E-7) pada 2050 akan 50 persen lebih besar daripada tujuh negara maju (G-7). E-7 meliputi BRIC ditambah Meksiko, Indonesia, dan Turki.
Goldman Sachs awal 2011 membuat istilah "Growth Mar­ket" untuk menggambarkan delapan negara dengan pertumbuh­an paling dinamis, meliputi BRIC plus Meksiko, Korsel, Indonesia, dan Turki. Jadi ada kesamaan antara sebutan negara E-7 dari PwC dan sebutan Growth Market dari Goldman Sachs.
Ada pula istilah yang dipakai Economist Intelligence Unit tahun 2009 di mana Indonesia masuk di dalamnya, yaitu CIVETS (Colom­bia, Indonesia, Vietnam, Egypt, Turkey, South Africa) untuk menggambarkan enam negara berkembang dengan potensi pertumbuhan tinggi.

Indonesia dan perkembangannya
Indonesia tidak ma­suk dalam konferensi BRICS, untuk hal ini tidak perlu risau karena :
(a).  keanggotaan forum BRICS tampaknya bukanlah suatu yang statis sehingga bisa saja negara berkembang dengan potensi pertumbuhan ekonomi tinggi seperti Turki, Indonesia, ataupun Ni­geria akan diundang masuk men­jadi anggota.
(b).  Indonesia juga sudah masuk dalam forum bergengsi negara G-20 yang saat ini menjadi penentu arah go­vernance ekonomi makro global dan sektor keuangan dunia.
(c).  Potensi ekonomi Indonesia diakui dunia internasional.

Budaya inovasi
Untuk mewujudkan prediksi perkembangan ekonomi yaitu :
(a).  Berhubung sumber daya alam suatu saat akan habis, Indonesia masa depan haruslah jadi negara yang ditopang sumber da­ya manusia yang kuat di sektor pemerintah, swasta, wirausaha, parlemen, dan aparat hukum.
(b).  Di bidang infrastruktur lunak, peningkatan kualitas pendidikan dan sarana kesehatan adalah penting.   
(c).  Mengganti budaya materialisme dengan budaya prestasi dan inovasi sehingga sumber daya ekonomi digunakan secara produktif, tidak dikorupsi.  
(d).  Mem­bangun budaya yang mengutamakan pencapaian prestasi, bukan kekayaan materialisme harus dibangun sejak dini.
(e).  Di bidang infrastruktur fisik yang harus dibangun adalah infrastruktur energi, pangan, dan jalur distribusi barang dan transportasi umum sehingga terhubung seluruh pelosok Tanah Air.   
(f).  Kenaikan harga barang tambang dan perkebunan telah meningkatkan ekonomi di Sumatera, Ka­limantan, dan Sulawesi sehingga diperlukan lembaga keuangan yang dapat menopang kegiatan perdagangan dan industri di wi­layah luar Jawa.  Harus diciptakan pusat-pusat pertumbuhan di Sumatera, Kalimantan, Sula­wesi, Papua, dan Nusa Tenggara sehingga kegiatan ekonomi tak lagi terpusat dan membebani Ja­wa.
(g).  Dibutuhkan keterlibatan investor swasta (domestik dan asing) yang ditopang oleh industri perbankan serta pasar modal yang kuat, sehat, dan tersebar di seluruh pelosok Indonesia.
Kepercayaan investor asing di surat utang negara yang sudah mencapai Rp 200 triliun harus dijaga.
(h).  Keuangan peme­rintah dan neraca pembayaran harus terus dipertahankan sehat karena jika tidak akan membuat gejolak moneter yang mengganggu aliran kredit sektor perbankan dan pasar modal.
(i).  Dengan sistem desentralisasi seperti saat ini, tugas koordinasi dan eksekusi bukan hanya di pundak pemerintah pusat, melainkan juga pemerintah daerah. Di alam demokrasi, tugas perencanaan banyak melibatkan lembaga perwakilan rakyat di pu­sat dan daerah.   Pembebasan lahan, konversi penggunaan lahan, izin dan anggaran pembangunan pelabuhan, pembangunan jalur kereta api, pembangkit tenaga listrik, jalur pipa gas, dan sebagainya melibatkan birokrasi pemerintah pusat dan daerah serta lembaga legislatif.
Tantangan terbesar saat ini ada pada koordinasi dan komitmen peme­rintah pusat, pemda, dan DPR.

Keterangan gambar : sebagai ilustrasi yang diambil dari internet.
Sumber :  Diedit dan disarikan dari artikel “BRICS, E-7, dan Indonesia” oleh Mirza Adityaswara -  Ekonom, Analis Perbankan dan Pasar Modal ada Harian Kompas tanggal 27 April 2011.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar