Sabtu, 02 Juni 2012

AMRO, ASEAN Plus 3 Negara


AMRO dibentuk oleh negara-negara ASEAN+3 untuk memonitor dan menganalisis serta melakukan pendeteksian dini terhadap risiko keuangan di kawasan ASEAN+3. 

AMRO (ASEAN+3 Macroecocomic Research Office) yang berpusat di Singapura secara umum dibentuk oleh negara-negara ASEAN +3 untuk memonitor dan menganalisis serta melakukan pendeteksian dini terhadap risiko keuangan di kawasan ASEAN+3.  didirikan untuk melakukan studi apabila negara anggota ASEAN plus tiga negara - China, Jepang, dan Korsel - butuh dana pinjaman guna mengatasi penurunan cadangan devisa dalam jangka pendek. 

Pertemuan ke-5 Bali
Dalam pertemuan ke-15 para menteri keuangan ASEAN di Bali 7-8 April 2011, telah diputuskan mengenai operasionalisasi AMRO nulai 1 Mei 2011.
AMRO memberikan rekomendandasi kepada otoritas keuangan di  ASEAN+3 apabila ada negara anggota yang membutuhkan CMIM. Jumlah dana CMIM pooling fund yang merupakan pengelolaan mandiri (self-manage) dan berasal dari cadangan devisa di masing-masing negara semata-mata untuk mengatasi kebutuhan valas jangka pendek negara anggota.
Dilema operasionalisasi AMRO yaitu : (a), masalah yang dihadapi negara-negara ASEAN+3 dewasa ini adalah kenaikan cadangan devisa dari derasnya aris modal masuk bukan arus modal keluar. (b).  dana terkumpul yang dikenal dengan CMIM, yakni sebesar 120 miliar dollar AS, terlalu sedikit dan penarikan di atas 20% dari kuota tetap harus melalui program Dana Moneter Internasional (IMF).
Dana
Jumlah dana yang dikumpulkan 120 miliar dollar AS bersumber 80 persen dari negara plus tiga (China, Jepang, dan Korsel), dan 20 persen dari ASEAN-10. Dalam melakukan pengelolaan dana CMIM, AMRO berpegangan pada tata kelola sesuai dengan kontribusi dana ma­sing-masing negara.
Dengan komposisi kontribusi dana, AM­RO dikendalikan oleh China dan Jepang yang masing-masing menguasai 32 persen dana dan 28,4 persen dari total suara.
Pinjaman
Masing-masing negara mendapat kuota pinjaman sesuai de­ngan kontribusinya, misalnya Thailand dan Indonesia dapat menarik kuota pinjaman CMIM masing-masing 11,4 miliar dollar AS. Dengan maksimum pinjaman 20 persen dari kuota, kedua ne­gara hanya dapat menarik tanpa keterlibatan IMF sebesar 2,3 miliar dollar AS. Sebagai catatan, tahun 1998 pinjaman dari IMF bagi Thailand dan Indonesia un­tuk pemulihan ekonomi masing-masing 16 miliar dollar AS dan 20 miliar dollar AS.
Pada 2008, Indonesia menguras dana cadangan devisa 10 miliar dollar AS untuk menstabilkan rupiah akibat terjadinya kekeringan dana global.
Tidak memadai
Dilihat dari kebutuhan ini, kuota 2,3 miliar dollar AS, pinjaman dari CMIM  sungguh sangat tak memadai. Apalagi, dengan adanya CMIM, berbagai bentuk pertukaran pinjaman likuiditas bilateral (Bilaterai Swap) antara negara ASEAN dan negara-ne­gara plus tiga akan dihapuskan.
Fungsi CMIM juga sangat terbatas, yakni hanya melakukan pinjaman terhadap anggota yang kesulitan likuiditas jangka pen­dek yang mengganggu kecukupan cadangan devisa dan stabilitas nilai tukar.
Perpanjangan pinjaman
Pinjaman jangka pen­dek dapat diperpanjang sampai dua kali, dan apabila masih mengalami kesulitan dan tetap terjadi arus modal keluar, penyelesaiannya dengan dana pin­jaman IMF. Itu berarti, negara itu menghadapi masalah struktural bukan semata-mata likuiditas.

Tidak perlu IMF
Beberapa ekonom dari kawasan ASEAN+3 diundang ke Seoul-Korsel (3/2011) oleh para deputi menkeu negara "plus tiga" untuk memberikan masukan mengenai peningkatan kerja sama atau integrasi keuangan di kawasan ASEAN+3.  Masukan mengenai dana CMIM kepada para deputi menkeu dari negara "plus tiga" sebagai berikut; (1) jumlah dana CMIM dinaikkan dua kali lipat untuk memenuhi kebutuhan mi­nimum apabila terjadi penurun­an cadangan devisa dalam jangka pendek, (2) keterkaitan antara dana CMIM dengan IMF (link portion) agar dihapuskan karena kedua instrumen berbeda tujuannya, (3) persyaratan yang memberatkan pinjaman dana CMIM dihapuskan sehingga dapat dilakukan pencairan dana cepat jika dibutuhkan, dan (4) kelebihan dana cadangan devisa yang dikuasai negara-negara ASEAN saat ini supaya dapat di manfaatkan untuk menambah modal pembentukan atau jaminan bagi pendanaan investasi bersama, misalnya untuk ASEAN Infrastruc­ture Fund (AIF).
IMF tidak relefan
Keterli­batan   IMF dalam    pe­ngelolaan dana CMIM tak relevan karena : (a).  dana CMIM dipergunakan untuk mengatasi masalah likuiditas jangka pendek, sementara pin­jaman IMF untuk mengatasi ma­salah struktural keuangan dan perekonomian. (b).  IMF juga mengembangkan in­strumen untuk pencegahan krisis yang disebut Precautionary Cre­dit Line (PCL). Dengan dibatasinya 20 persen dari kuota pin­jaman, CMIM jadi sangat tergantung pada IMF, padahal keduanya berbeda fungsi.  (c).  Dengan menggantungkan diri pada IMF, beberapa negara ASE­AN+3 juga. akan kesulitan melakukan akses pinjaman karena masih menghadapi masalah stig­ma dalam bekerja sama dengan IMF. Idealnya 100 persen dana CMIM dipergunakan untuk mengatasi masalah kebutuhan dana likuiditas dana jangka pen­dek, sedangkan jika suatu negara mengalami masalah struktural perekonomian yang menyebab-kan menurunnya cadangan devisa maka dia dapat mencari pin­jaman ke IMF.

AMRO harus perkuat ahli
Dalam  masalah  tugas  studi dan pengawasan keuangan, AM­RO akan diperkuat para ahli makro dan keuangan sejajar de­ngan para ahli di IMF, jadi saya yakin AMRO dapat melakukannya sendiri tanpa bantuan IMF. IMF juga terbukti sering salah dalam melakukan assessment, bahkan sering tak terdaya ter­hadap klien-klien besar seperti AS, Inggris, China, dan Jepang. Pengawasan ASEAN+3 sebaiknya diserahkan ke AMRO, dan IMF melakukan pengawasan pereko­nomian dan keuangan global.

Arus modal
Masalah yang dihadapi Indo­nesia dan negara lain di ASE­AN+3 dua tahun terakhir adalah derasnya arus modal masuk. Ca­dangan devisa Indonesia meningkat lebih dari 20 miliar dollar AS 2010 dan kini di atas 100 miliar dollar AS. Dengan jumlah ini, Indonesia sudah punya jaminan yang tangguh untuk memperkuat dan menstabilkan nilai tukar rupiah. Itu juga lebih dari cukup untuk mengatasi masalah aliran modal keluar jangka pen­dek.   Jadi Indonesia tak perlu dana CMIM apalagi dibatasi maksimum 2,3 miliar dollar AS.
Yang dibutuhkan dalam menghadapi masalah arus modal masuk adalah : (a). BI membiarkan terjadinya penguatan rupiah yang membantu penurunan inflasi dengan tetap . mempertahankan rupiah kompetitif. Ru­piah pada kisaran Rp 8.600-Rp 8.900 per dollar AS masih dalam batas wajar. (b). Memperpanjang jangka waktu jatuh tempo SBI dan penerbitan obligasi berjangka menengah (10-15 tahun) secara reguler dan aktif. Ketiga, memperbanyak penawaran saham perdana (IPO), baik BUMN maupun korporasi.

Kerjasama ASEAN
Kerja sama ASEAN melalui pembentukan AIF akan membantu menampung dana-dana jangka pendek menjadi dana in­vestasi jangka panjang. Dengan dana terbatas, mandat terbatas, dan keterkaitan dengan IMF, menempatkan pembentukan AM­RO menjadi sangat dilematis dan kurang relevan dengan masalah yang kita hadapi saat ini.

Keterangan gambar : sebagai ilustrasi yang diambil dari internet
Sumber bacaan : Ringkasan dan editing dari “Dilema dan Relevansi AMRO” oleh Anggito Abimanyu -  Dosen Fak. Ekonomika dan Bisnis UGM, Yogyakarta' pada Harian Kompas tgl. 13 April 2011.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar