AMRO dibentuk oleh
negara-negara ASEAN+3 untuk memonitor dan menganalisis serta melakukan
pendeteksian dini terhadap risiko keuangan di kawasan ASEAN+3.
AMRO (ASEAN+3
Macroecocomic Research Office) yang berpusat di Singapura secara umum dibentuk
oleh negara-negara ASEAN +3 untuk memonitor dan menganalisis serta melakukan
pendeteksian dini terhadap risiko keuangan di kawasan ASEAN+3. didirikan untuk melakukan studi apabila
negara anggota ASEAN plus tiga negara - China, Jepang, dan Korsel - butuh
dana pinjaman guna mengatasi penurunan cadangan devisa dalam jangka
pendek.
Pertemuan
ke-5 Bali
Dalam pertemuan
ke-15 para menteri keuangan ASEAN di Bali 7-8 April 2011, telah diputuskan
mengenai operasionalisasi AMRO nulai 1 Mei 2011.
AMRO memberikan
rekomendandasi kepada otoritas keuangan di
ASEAN+3 apabila ada negara anggota yang membutuhkan CMIM. Jumlah dana CMIM
pooling fund yang merupakan pengelolaan mandiri (self-manage)
dan berasal dari cadangan devisa di masing-masing negara semata-mata untuk
mengatasi kebutuhan valas jangka pendek negara anggota.
Dilema operasionalisasi AMRO yaitu : (a), masalah yang
dihadapi negara-negara ASEAN+3 dewasa ini adalah kenaikan cadangan devisa dari
derasnya aris modal masuk bukan arus modal keluar. (b). dana terkumpul yang dikenal dengan CMIM,
yakni sebesar 120 miliar dollar AS, terlalu sedikit dan penarikan di atas 20%
dari kuota tetap harus melalui program Dana Moneter Internasional (IMF).
Dana
Jumlah dana yang
dikumpulkan 120 miliar dollar AS bersumber 80 persen dari negara plus tiga
(China, Jepang, dan Korsel), dan 20 persen dari ASEAN-10. Dalam melakukan
pengelolaan dana CMIM, AMRO berpegangan pada tata kelola sesuai dengan
kontribusi dana masing-masing negara.
Dengan komposisi
kontribusi dana, AMRO dikendalikan oleh China dan Jepang yang masing-masing
menguasai 32 persen dana dan 28,4 persen dari total suara.
Pinjaman
Masing-masing
negara mendapat kuota pinjaman sesuai dengan kontribusinya, misalnya Thailand
dan Indonesia dapat menarik kuota pinjaman CMIM masing-masing 11,4 miliar
dollar AS. Dengan maksimum pinjaman 20 persen dari kuota, kedua negara hanya
dapat menarik tanpa keterlibatan IMF sebesar 2,3 miliar dollar AS. Sebagai
catatan, tahun 1998 pinjaman dari IMF bagi Thailand dan Indonesia untuk
pemulihan ekonomi masing-masing 16 miliar dollar AS dan 20 miliar dollar AS.
Pada 2008,
Indonesia menguras dana cadangan devisa 10 miliar dollar AS untuk menstabilkan
rupiah akibat terjadinya kekeringan dana global.
Tidak
memadai
Dilihat dari
kebutuhan ini, kuota 2,3 miliar dollar AS, pinjaman dari CMIM sungguh sangat tak memadai. Apalagi, dengan
adanya CMIM, berbagai bentuk pertukaran pinjaman likuiditas bilateral (Bilaterai
Swap) antara negara ASEAN dan negara-negara plus tiga akan dihapuskan.
Fungsi CMIM juga
sangat terbatas, yakni hanya melakukan pinjaman terhadap anggota yang kesulitan
likuiditas jangka pendek yang mengganggu kecukupan cadangan devisa dan
stabilitas nilai tukar.
Perpanjangan
pinjaman
Pinjaman jangka pendek
dapat diperpanjang sampai dua kali, dan apabila masih mengalami kesulitan dan
tetap terjadi arus modal keluar, penyelesaiannya dengan dana pinjaman IMF. Itu
berarti, negara itu menghadapi masalah struktural bukan semata-mata likuiditas.
Tidak perlu IMF
Beberapa ekonom
dari kawasan ASEAN+3 diundang ke Seoul-Korsel (3/2011) oleh para deputi menkeu
negara "plus tiga" untuk memberikan masukan mengenai peningkatan
kerja sama atau integrasi keuangan di kawasan ASEAN+3. Masukan mengenai dana CMIM kepada para deputi
menkeu dari negara "plus tiga" sebagai berikut; (1) jumlah dana CMIM
dinaikkan dua kali lipat untuk memenuhi kebutuhan minimum apabila terjadi
penurunan cadangan devisa dalam jangka pendek, (2) keterkaitan antara dana
CMIM dengan IMF (link portion) agar dihapuskan karena kedua instrumen berbeda
tujuannya, (3) persyaratan yang memberatkan pinjaman dana CMIM dihapuskan
sehingga dapat dilakukan pencairan dana cepat jika dibutuhkan, dan (4)
kelebihan dana cadangan devisa yang dikuasai negara-negara ASEAN saat ini
supaya dapat di manfaatkan untuk menambah modal pembentukan atau jaminan bagi
pendanaan investasi bersama, misalnya untuk ASEAN Infrastructure Fund (AIF).
IMF
tidak relefan
Keterlibatan IMF dalam
pengelolaan dana CMIM tak relevan karena : (a). dana CMIM dipergunakan untuk mengatasi masalah
likuiditas jangka pendek, sementara pinjaman IMF untuk mengatasi masalah
struktural keuangan dan perekonomian. (b).
IMF juga mengembangkan instrumen untuk pencegahan krisis yang disebut
Precautionary Credit Line (PCL). Dengan dibatasinya 20 persen dari kuota pinjaman,
CMIM jadi sangat tergantung pada IMF, padahal keduanya berbeda fungsi. (c). Dengan
menggantungkan diri pada IMF, beberapa negara ASEAN+3 juga. akan kesulitan
melakukan akses pinjaman karena masih menghadapi masalah stigma dalam bekerja
sama dengan IMF. Idealnya 100 persen dana CMIM dipergunakan untuk mengatasi
masalah kebutuhan dana likuiditas dana jangka pendek, sedangkan jika suatu
negara mengalami masalah struktural perekonomian yang menyebab-kan menurunnya
cadangan devisa maka dia dapat mencari pinjaman ke IMF.
AMRO
harus perkuat ahli
Dalam masalah
tugas studi dan pengawasan
keuangan, AMRO akan diperkuat para ahli makro dan keuangan sejajar dengan
para ahli di IMF, jadi saya yakin AMRO dapat melakukannya sendiri tanpa bantuan
IMF. IMF juga terbukti sering salah dalam melakukan assessment, bahkan sering
tak terdaya terhadap klien-klien besar seperti AS, Inggris, China, dan Jepang.
Pengawasan ASEAN+3 sebaiknya diserahkan ke AMRO, dan IMF melakukan pengawasan
perekonomian dan keuangan global.
Arus modal
Masalah yang
dihadapi Indonesia dan negara lain di ASEAN+3 dua tahun terakhir adalah
derasnya arus modal masuk. Cadangan devisa Indonesia meningkat lebih dari 20
miliar dollar AS 2010 dan kini di atas 100 miliar dollar AS. Dengan jumlah ini,
Indonesia sudah punya jaminan yang tangguh untuk memperkuat dan menstabilkan
nilai tukar rupiah. Itu juga lebih dari cukup untuk mengatasi masalah aliran
modal keluar jangka pendek. Jadi
Indonesia tak perlu dana CMIM apalagi dibatasi maksimum 2,3 miliar dollar AS.
Yang dibutuhkan
dalam menghadapi masalah arus modal masuk adalah : (a). BI membiarkan
terjadinya penguatan rupiah yang membantu penurunan inflasi dengan tetap .
mempertahankan rupiah kompetitif. Rupiah pada kisaran Rp 8.600-Rp 8.900 per
dollar AS masih dalam batas wajar. (b). Memperpanjang jangka waktu jatuh tempo
SBI dan penerbitan obligasi berjangka menengah (10-15 tahun) secara reguler dan
aktif. Ketiga, memperbanyak penawaran saham perdana (IPO), baik BUMN maupun
korporasi.
Kerjasama
ASEAN
Kerja sama ASEAN
melalui pembentukan AIF akan membantu menampung dana-dana jangka pendek menjadi
dana investasi jangka panjang. Dengan dana terbatas, mandat terbatas, dan
keterkaitan dengan IMF, menempatkan pembentukan AMRO menjadi sangat dilematis
dan kurang relevan dengan masalah yang kita hadapi saat ini.
Keterangan
gambar : sebagai ilustrasi yang diambil dari internet
Sumber bacaan : Ringkasan dan editing dari “Dilema
dan Relevansi AMRO” oleh Anggito Abimanyu -
Dosen Fak. Ekonomika dan Bisnis UGM, Yogyakarta' pada Harian Kompas tgl.
13 April 2011.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar