Sabtu, 02 Juni 2012

Sisi Kehidupan : Pedagang Mi Ayam, Dalam Menghadapi Harga Global


Dikemas oleh : Isamas54
Kenaikan harga global gandum di negara penghasil berimbas ke produsen terigu, produsen mi, serta pedagang mi dan pedagang mi ayam gerobak atau dorongan.

Pengusaha atau pedagang skala kecil terkadang merasa tidak peduli atas harga global (dunia) karena hal itu merupakan urusan di luar negeri dan maunya di dalam negeri beres, dimana kebutuhan bisa tersedia dengan harga yang terjangkau, disamping itu mereka khawatir kalau kenaikan harga-harga itu hanya permainan saja. 
Rakyat kecil sebenarnya tidak terlalu banyak menuntut, dengan kebutuhan yang berskala kecil diharapkan selalu tersedia dan tentunya dengan harga yang terjangkau.
Adapun contoh dari mereka yang terimbas kenaikan harga global (diringkas dan diedit dari sebuah tulisan untuk mengutamakan dampak dan keterkaitan dari berbagai pihak, tks).

(1).  Pedagang mi ayam
Seorang pedagang mi ayam EP (38),  laki-laki warga Badran Putuk Solo-Jawa Tengah, bapak tiga anak, yang berjualan mi ayam di Jalan Ganggeng Terusan, Kelurahan Sungai Bambu, Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara, merasakan pengaruh dari kenaikan harga gandum global.
Kondisi
Hari Jumat (7/3/2008) adalah merupakan hari pertama berjualan kembali setelah pulang kampung yang baru tiba kembali di Jakarta (6/3).  Pada hari pertama berjualan pada waktu belum genap pukul 11.00, mi ayam dagangannya hanya tinggal satu mangkuk alias satu porsi saja.
EP belanja (6/3) untuk dagang sekitar Rp 500.000, di luar beli mi. Untuk mi mengutang dulu yang dibayar se­telah laku kepada seorang juragan mi (W, atau pemilik gerobak mi ayam).
Permasalahan
Begitu tiba di Jakarta, dibuat pusing kepala karena bahan-bahan yang dibutuhkan untuk berjualan mi ayam semuanya naik. Harga barang yang naik mulai dari minyak goreng, mi, minyak tanah, cabai, bumbu dapur, hingga daging ayam.
Hal ini membuat bingung karena untuk menaikkan harga seporsi mi ayam misalnya untuk naik Rp 500 saja sulit apalagi Rp 1.000. Pembeli bisa kabur atau tidak mau lagi makan di warungnya
Modal belanja
Modal yang harus dikeluarkan EP untuk kebutuhan berdagang mi ayam adalah Rp 541.000 (biaya berdagang Rp 481.000 ditambah  biaya membeli 6 kg mi @ Rp 10.000 atau Rp 60.000).
Kenaikan harga
Harga mi yang sebelumnya ha­nya Rp 9.000 per kg dan sejak bulan Februari naik menjadi Rp 10.000 per kg. Harga mi ini naik karena harga tepung terigu naik. la mencemaskan kalau harga terigu dan minyak goreng mengalami kenaikan sehingga harga mi pun naik. 
Omzet dan penjualan
EP bisa menjual sekitar 80 porsi @ Rp 5.000 atau memperoleh omzet Rp 400.000. Dengan kenaikan harga semua bahan pangan, bukan untung yang diraih, melainkan malah rugi yang ditanggungnya.
Kadang-kadang malah ada pembeli yang ngutang dulu. Lagi pula saya tidak menerapkan har­ga kaku Rp 5.000 per porsi. Wilayah jualannya di kampung-kampung, ada anak-anak yang datang membawa uang Rp 4.000 dilayani juga.
Biasanya untuk menyiasati kenaikan berbagai kebu­tuhan pokok untuk dagang maka porsinya saja yang dikurangi.

(2).  Produsen mi
Wakil Ketua Paguyuban Tunggal Rasa Se-Jabodetabek, T, yang juga perajin mi di Kelurahan Utan Panjang, Kecamatan Kemayoran Jakarta Pusat, jengkel de­ngan kenaikan harga bahan po­kok yang tak terkendali itu.
Bayangkan, harga minyak go­reng terus naik, posisi Rabu (5/3) masih Rp 250.000 per 16 kg, atau Rp 15.625 per kg, harga tepung terigu pada Oktober 2007 sekitar Rp 90.000 per karung isi 25 kg atau Rp 3.600 per kg, kini harganya sudah menembus Rp 175.000 per 25 kg atau Rp 7.000 per kg.
Biasanya (Tm) dalam sehari membutuhkan sekitar 45 karung tepung terigu, namun setelah harga terigu naik, hanya mampu membeli 30 karung sehari. Selain untuk menekan biaya produksi, pelanggan mi-nya juga turun, yaitu dari 300 pelanggan kini merosot tinggal 166 pelanggan.
Sebenarnya dengan kenaikan harga tepung terigu yang menembus Rp 175,000 per zak itu, harga mi harusnya Rp 12.000 per kg, na­mun hal ini tidak mungkin karena dengan harga Rp 10.000 per kg saja sudah banyak yang ngomel ‘Ada yang bilang ini apa-apaan, masa harga sedikit-sedikit naik’, tidak lama langganan banyak yang ka­bur, padahal itu karena harga tepung terigu dari produsen sebanyak tiga kali naik dalam waktu tiga minggu.
Masih dari Paguyuban Tunggal Rasa Se-Jabodetabek,  berharap produsen sebelum me­naikkan harga supaja jauh-jauh hari atau tiga bulan sebelumnya memberikan informasi kepada para perajin ataupun penjual mi, misalnya produsen mengumumkan harga tepung terigu akan naik sekitar lima persen pada April mendatang.  Dengan catatan yaitu apabila memang ada kena­ikan maka naiknya yang wajar.

(3).  Produsen terigu
Menurut Pihak produsen terigu dalam hal ini PT Bogasari, kenaikan harga tak terelakkan karena negara penghasil gandum seperti Amerika, Aus­tralia, dan Kanada mengalami gejolak.
Para pedagang mi yang skalanya cuma kelas usaha kecil dan menengah (UKM) tidak peduli soal itu karena itu urusan di luar negeri.  Tahunya di dalam negeri beres, kebutuhan tersedia dengan harga terjangkau, dan khawatir kenaikan harga-harga itu cuma permainan saja.

Dampak bagi pengusaha kecil
Sementara itu, akibat kena­ikan harga bahan pokok, dari 123 pedagang mi pimpinan Ny W di Tanjung Priok, Ja­karta Pusat, saat ini anggotanya sebanyak 98 orang saja atau berkurang 25 orang karena pailit.
Pedagang mi yang gulung tikar adalah pedagang kecil de­ngan gerobak dorong. Mereka biasa berjualan dengan modal mi berkisar tiga kg. Berhubung wilayah jualan di kampung-kampung, sulit bagi mereka menaikkan harga, sebab akibat semua harga bahan pokok naik, daya beli masyarakat juga menjadi rendah

Keadaan dan harapan
(a).  Nasib rakyat kecil memang tak menentu dan serba susah, gejolak di tingkat dunia ataupun nasional, mereka yang terkena imbasnya.
(b).  Hidup mereka pun megap-megap dan masih untung kalau kemudian dapat bertahan dan bangkit dari keterpurukan.
(c).  Rakyat kecil tak banyak menuntut, me­reka cuma mau apa yang dibutuhkan ada, dan harga ter­jangkau oleh para pedagang ke­las UKM itu.

Jadi diharapkan pemerintah segera tanggap dan sigap.

Keterangan gambar : sebagai ilustrasi yang diambil dari internet
Sumber bacaan : Disarikan dan diedit dari tulisan ‘Pedagang Mi Ayam pun Terpaksa Ngutang Dulu’ oleh Samuel Oktora pada Kompas tgl. 10 Maret 2008

Topik lain : Bagian 1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar