Dikemas oleh :
Isamas54
Kenaikan harga
global gandum di negara penghasil berimbas ke produsen terigu, produsen mi, serta pedagang
mi dan pedagang mi ayam gerobak atau dorongan.
Pengusaha atau
pedagang skala kecil terkadang merasa tidak peduli atas harga global (dunia) karena
hal itu merupakan urusan di luar negeri dan maunya di dalam negeri beres, dimana
kebutuhan bisa tersedia dengan harga yang terjangkau, disamping itu mereka khawatir
kalau kenaikan harga-harga itu hanya permainan saja.
Rakyat kecil
sebenarnya tidak terlalu banyak menuntut, dengan kebutuhan yang berskala kecil
diharapkan selalu tersedia dan tentunya dengan harga yang terjangkau.
Adapun contoh dari
mereka yang terimbas kenaikan harga global (diringkas
dan diedit dari sebuah tulisan untuk mengutamakan dampak dan keterkaitan dari berbagai
pihak, tks).
(1). Pedagang mi ayam
Seorang pedagang mi
ayam EP (38), laki-laki warga Badran
Putuk Solo-Jawa Tengah, bapak tiga anak, yang berjualan mi ayam di Jalan
Ganggeng Terusan, Kelurahan Sungai Bambu, Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta
Utara, merasakan pengaruh dari kenaikan harga gandum global.
Kondisi
Hari Jumat
(7/3/2008) adalah merupakan hari pertama berjualan kembali setelah pulang
kampung yang baru tiba kembali di Jakarta (6/3). Pada hari pertama berjualan pada waktu belum
genap pukul 11.00, mi ayam dagangannya hanya tinggal satu mangkuk alias satu
porsi saja.
EP belanja (6/3) untuk
dagang sekitar Rp 500.000, di luar beli mi. Untuk mi mengutang dulu yang
dibayar setelah laku kepada seorang juragan mi (W, atau pemilik gerobak mi
ayam).
Permasalahan
Begitu tiba di
Jakarta, dibuat pusing kepala karena bahan-bahan yang dibutuhkan untuk
berjualan mi ayam semuanya naik. Harga barang yang naik mulai dari minyak
goreng, mi, minyak tanah, cabai, bumbu dapur, hingga daging ayam.
Hal ini membuat bingung
karena untuk menaikkan harga seporsi mi ayam misalnya untuk naik Rp 500 saja
sulit apalagi Rp 1.000. Pembeli bisa kabur atau tidak mau lagi makan di
warungnya
Modal
belanja
Modal yang harus
dikeluarkan EP untuk kebutuhan berdagang mi ayam adalah Rp 541.000 (biaya
berdagang Rp 481.000 ditambah biaya membeli
6 kg mi @ Rp 10.000 atau Rp 60.000).
Kenaikan
harga
Harga mi yang
sebelumnya hanya Rp 9.000 per kg dan sejak bulan Februari naik menjadi Rp
10.000 per kg. Harga mi ini naik karena harga tepung terigu naik. la
mencemaskan kalau harga terigu dan minyak goreng mengalami kenaikan sehingga
harga mi pun naik.
Omzet dan penjualan
EP bisa menjual
sekitar 80 porsi @ Rp 5.000 atau memperoleh omzet Rp 400.000. Dengan kenaikan
harga semua bahan pangan, bukan untung yang diraih, melainkan malah rugi yang
ditanggungnya.
Kadang-kadang malah
ada pembeli yang ngutang dulu. Lagi pula saya tidak menerapkan harga kaku Rp
5.000 per porsi. Wilayah jualannya di kampung-kampung, ada anak-anak yang
datang membawa uang Rp 4.000 dilayani juga.
Biasanya untuk
menyiasati kenaikan berbagai kebutuhan pokok untuk dagang maka porsinya saja
yang dikurangi.
(2). Produsen mi
Wakil Ketua
Paguyuban Tunggal Rasa Se-Jabodetabek, T, yang juga perajin mi di Kelurahan Utan
Panjang, Kecamatan Kemayoran Jakarta Pusat, jengkel dengan kenaikan harga
bahan pokok yang tak terkendali itu.
Bayangkan, harga
minyak goreng terus naik, posisi Rabu (5/3) masih Rp 250.000 per 16 kg, atau
Rp 15.625 per kg, harga tepung terigu pada Oktober 2007 sekitar Rp 90.000 per
karung isi 25 kg atau Rp 3.600 per kg, kini harganya sudah menembus Rp 175.000
per 25 kg atau Rp 7.000 per kg.
Biasanya (Tm) dalam
sehari membutuhkan sekitar 45 karung tepung terigu, namun setelah harga terigu
naik, hanya mampu membeli 30 karung sehari. Selain untuk menekan biaya
produksi, pelanggan mi-nya juga turun, yaitu dari 300 pelanggan kini merosot
tinggal 166 pelanggan.
Sebenarnya dengan
kenaikan harga tepung terigu yang menembus Rp 175,000 per zak itu, harga mi
harusnya Rp 12.000 per kg, namun hal ini tidak mungkin karena dengan harga Rp
10.000 per kg saja sudah banyak yang ngomel ‘Ada yang bilang ini apa-apaan,
masa harga sedikit-sedikit naik’, tidak lama langganan banyak yang kabur, padahal
itu karena harga tepung terigu dari produsen sebanyak tiga kali naik dalam
waktu tiga minggu.
Masih dari Paguyuban
Tunggal Rasa Se-Jabodetabek, berharap
produsen sebelum menaikkan harga supaja jauh-jauh hari atau tiga bulan
sebelumnya memberikan informasi kepada para perajin ataupun penjual mi, misalnya
produsen mengumumkan harga tepung terigu akan naik sekitar lima persen pada
April mendatang. Dengan catatan
yaitu apabila memang ada kenaikan maka naiknya yang wajar.
(3). Produsen terigu
Menurut Pihak
produsen terigu dalam hal ini PT Bogasari, kenaikan harga tak terelakkan karena
negara penghasil gandum seperti Amerika, Australia, dan Kanada mengalami
gejolak.
Para pedagang mi
yang skalanya cuma kelas usaha kecil dan menengah (UKM) tidak peduli soal itu
karena itu urusan di luar negeri. Tahunya
di dalam negeri beres, kebutuhan tersedia dengan harga terjangkau, dan khawatir
kenaikan harga-harga itu cuma permainan saja.
Dampak
bagi pengusaha kecil
Sementara itu,
akibat kenaikan harga bahan pokok, dari 123 pedagang mi pimpinan Ny W di
Tanjung Priok, Jakarta Pusat, saat ini anggotanya sebanyak 98 orang saja atau
berkurang 25 orang karena pailit.
Pedagang mi yang
gulung tikar adalah pedagang kecil dengan gerobak dorong. Mereka biasa
berjualan dengan modal mi berkisar tiga kg. Berhubung wilayah jualan di
kampung-kampung, sulit bagi mereka menaikkan harga, sebab akibat semua harga
bahan pokok naik, daya beli masyarakat juga menjadi rendah
Keadaan
dan harapan
(a). Nasib rakyat kecil
memang tak menentu dan serba susah, gejolak di tingkat dunia ataupun nasional,
mereka yang terkena imbasnya.
(b). Hidup mereka pun
megap-megap dan masih untung kalau kemudian dapat bertahan dan bangkit dari
keterpurukan.
(c). Rakyat kecil tak
banyak menuntut, mereka cuma mau apa yang dibutuhkan ada, dan harga terjangkau
oleh para pedagang kelas UKM itu.
Jadi diharapkan
pemerintah segera tanggap dan sigap.
Keterangan gambar :
sebagai ilustrasi yang diambil dari internet
Sumber bacaan : Disarikan
dan diedit dari tulisan ‘Pedagang Mi Ayam pun Terpaksa Ngutang Dulu’ oleh Samuel
Oktora pada Kompas tgl. 10 Maret 2008
Topik lain : Bagian
1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar