Selasa, 29 November 2011

Gunung Krakatau (Bagian 2) : Obyek wisata Yang Menarik Walaupun Terkadang Berbahaya

Kedahsyatan letusan dan sejarah Krakatau tidak kalah terkenal seperti halnya letusan besar seperti Etna dan Vesuvius yang mengubur Kota Pompeli sehingga menarik wisatawan dari berbagai penjuru dunia untuk berwisata menyaksikan fenomena alam ini.

Wisatawan
Letusan dan sejarah Krakatau menarik perhatian dari berbagai penjuru dunia untuk datang, bahkan di bulan Mei1883 saat Krakatau pertama kali meletus, serombongan turis yang penasaran datang ke sana dengan kapal pesiar Netherland-Indies Steam­ship Company yang menawarkan "paket wisata" berlayar ke Krakatau dengan ka­pal uap Governor Ge­neral Loudon langsung diserbu calon penumpang.  Sebanyak 86 penumpang kapal itu dibawa mengelilingi Kra­katau, hanya seminggu setelah Krakatau untuk pertama kalinya meletus pada Mei 1883.
Bahkan menyediakan sebuah perahu kecil agar para peserta dapat menginjakkan kaki di Pu­lau Krakatau yang tengah menggelegak.  Pemandangan asap yang keluar dari puncak di Kratatau dan hutan lebat yang terbakar akibat letusan, memesona kalangan kaya Belanda di Jakarta.
Kapal GG Loudon pun rutin membawa penumpang melintas di sekitar Krakatau , bahkan saat meletus hebat dan mengirim  tsunami pada 27 Agustus 1883, GG Laouden tengah berada di perairan Selat Sunda dengan membawa 111 penum­pang, tetapi karena nasib baik kapal ini selamat.
Pesona letusan

Asap dan batu pijar yang dilontarkan Anak Krakatau saat ini juga menjadi atraksi utama wisata.
Sejak muncul pada tahun 1927, Anak Krakatau menjadi primadona di kompleks kepulauan Krakatau.
Pada saat gelombang Selat Sunda tidak tinggi dan cuaca cerah, wisatawan dapat diajak melihat panorama Anak Krakatau lengkap dengan lelehan lava pijar maupun letupan seperti kembang api di malam hari ketika gunung api tersebut sedang beraktivitas.
Berbagai alasan para pelancong mengunjungi gu­nung berapi yang salah satunya adalah menyaksikan dari dekat kekuatan alam, apalagi ketegangan saat menyaksikan dari dekat gunung api yang sedang meletus menarik jutaan orang tiap tahun seperti meng­unjungi gunung-gunung aktif meletus, misalnya Kilauea (Hawai), Stromboli  (Italia), dan Arenal (Kosta Rika).

Bisa Berbahaya
Namun, dibalik pesonanya berwisata ke Anak Krakatau tetaplah harus berhati-hati karena bisa berbahaya, seperti  pada tahun 1980-an, pengajar di Institut Teknologi Bandung ITB dari AS tewas saat menyaksikan letusan Anak Krakatau.
Bagi wisatawan dan nelayan agar tetap mematuhi imbauan agar tidak mendekati Anak Krakatau dalam radius 2 km, batasan jarak ini merujuk pada pengalaman saat Anak Krakatau terakhir meletus  bisa melontarkan batu sejauh 1,5 kilometer (mencapai perairan di sekeliling pulau).
Selain itu wisatawan dilarang  mendarat ke Pulau Anak Krakatau kecuali kalau  statusnya aktif normal atau di Level I, namun begitu masuk Level II (Waspada) gunung tidak boleh didekati.  Tetapi batas 2 km: itu kerap tidak digubris seperti di penghujung Agustus 2011 terlihat beberapa wisatawan asing mendarat dan berkemah di Anak Krakatau meski larangan mendekati gunung beradius 2 km masih berlaku, juga beberapa wisata lain berenang di air laut yang hangat.
Bahkan, saat status gunung ini dinaikkan menjadi Siaga (Le­vel III) pada 30 September 2011, pengunjung yang hendak ke Krakatau tak juga berkurang, dimana aktivitas, vulkanik di dalam dapur magma yang sangat tinggi beberapa pekan terakhir, juga, tak menimbulkan jera pelancong.
Dari penginapan di Pulau Sebesi, Lampung Selatan, mayoritas utamanya wisatawan asing yang berkunjung tertantang melihat Anak Krakatau saat aktif dari dekat dimana semburan lava pijar dari kawah Anak Krakatau di malam hari bisa dilihat dari Pulau Sebesi atau kompleks Kepulauan Krakatau.

Perjalanan Menuju Krakatau
Kepulauan Krakatau secara administratif termasuk kadalam Wilayah Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan. Kepulauan ini berada di Selat Sunda, diantara Ujung Barat Pulau Jawa dan Ujung selatan Pulau Sumatera.  Secara geografis Kepulauan Krakatau terletak antara 105 20 15 s/d 105 28 22 Bujur Timur dan 06 03 25 s/d 06 10 43 Lintang Selatan. Kawasan lindung/ Cagar Alam mempunyai luas 13.735 Ha. Terdiri dari laut dan daratan.  Iklim dari kawasan ini terdiri dari musim kemarau pada bulan April s/d Agustus dan musim penghujan pada bulan September s/d Maret dengan curah hujan rata-rata adalah 850 mm per tahun.
Adapun perjalanan menuju Krakatau dengan perkiraan waktu tempuh dan biaya adalah :
Jakarta-Merak-Bakauhuni-Canti-Sebesi-Krakatau  
(a). Jakarta-Merak; 2-3 jam (bus: Rp 17,000/orang)
(b). Merak-BakauheRi: 2-3 jam (kapal feri:Rp 10.000/orang)
(c). Bakauhuni-Canti : 1-1,5 jam (angkot : Rp 150.000/angkot)
(d). Canti-Pulau Sebesi : 1,5-2 jam (kapal kayu).
(e). Pulau Sebesi-Kawasan Cagar Alam Krakatau: 1,5-2 jam (kapal kayu: Rp 2 juta/20-30 orang/trip Canti-Krakatau)
Carita-Krakatau :
(a). Pantai Carita-Kawasan Cagar Alam Krakatau: 2,5-3 jam    (kapal kayu: Rp 2,5 juta-3 juta) atau 1-1,5 jam (speed boat).
(b).  Biaya Surat Izin Masuk Kawasan Konservasi (SIMAKSI) Cagar Alam Krakatau : Rp 200.000,-

TAMAT
Bacaan sebelumnya : Bagian 1

Keterangan gambar : sebagai ilustrasi yang diambil dari internet.
Sumber : artikel pada harian Kompas 27/8/1992 dan Kompas 17/11/2011, perwakilan.lampungprov.go.id, www.krakatau.or.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar