Kamis, 24 November 2011

Gunung Krakatau (Bagian 1) : Dahsyatnya Letusan dan Perkembangannya

Kakatau yang  berada di  tengah lautan meletus tahun 1883 dengan dentuman dahsyat  yang memusnahkan kehidupan di atasnya dan  menyebabkan bencana  tsunami dan air bah yang menerjang dan menelan korban sampai 36.000 jiwa.

Letusan tahun 1883
Gunung Krakatau yang terletak di Selat Sunda (Selat antara Pulau Sumatera dan Jawa) meletus pada Pukul 10.20 pagi hari pada tanggal 27 Agustus 1883 atau 128 tahun lalu, sebelumnya didahului dengan rangkaian gempa bumi pada tanggal 26 dan 27 Agustus 1883.  Sebuah dentuman dahsyat menggelegar yang disusul dengan semburan debu vulkanik setinggi 80 km, letusan ini terdengar ke timur sampai Australia Tengah (3.300 km dari titik ledakan) dan ke barat sampai Pulau Sodriguez kepulauan di Samudera Hindia (4.500 km jauhnya dari Selat Sunda).
Letusan inilah sampai sekarang yang dianggap suara paling keras yang pernah terjadi di  dunia atau kurang lebih setara  dengan  21.547,6  kali letusan  bom  atom.  
Semburan materi Gunung Krakatau berjatuhan menutupi daerah seluas 800.000 km2 dimana Pulau Jawa dan Sumatera tertutup hujan abu selama 3 hari  penuh, suasana gelap  gulita berlangsung  siang dan malam, dimana jarak pandang hanya mencapai beberapa meter saja walaupun dengan penerangan  obor  dan lampu.   Debunya melayang jauh sampai ke manca negara.
Pada waktu itu terjadi ombak pasang yang sangat besar setinggi 40 meter yang menghancurkan 295 desa dengan membawa korban lebih dari 36.000 orang meninggal, khususnya disekitar daerah Selat Sunda, Pantai Teluk Lampung. Material yang dimuntahkannya lebih kurang 18 km kibik, dengan debu yang beterbangan mencapai ketinggian 80 km dari permukaan laut dan mengakibatkan keadaan gelap total selama 22 jam.
Tsunami
Lokasinya  yang  di  tengah lautan,  letusan  Krakatau  membawa bencana  Tsunami dan air bah menerjang pantai-pantai Teluk  Betung Lampung  serta pesisir Jawa Barat, dari Merak sampai  Ujung  Kulon air laut naik sampai 30 meter menerjang dan menghancurkan desa-desa pantai, sebuah kapal patrolli "Berouw" terangkat  dan  ditemukan terbalik  sekitar  2,5 km masuk daratan.  Di Ujung  Kulon  air  bah masuk sampai 15 km ke arah darat, diperkiranan 36.000 orang meninggal.
Bentukan gunung

Krakatau pra-1883 yang disebut Krakatau Purba (diameter 11 km dan tinggi 2 km) - tercatat pada Javanees Book of Kings - dengan tiga gunung yaitu Danan dan Perbuwatan (aktif selama 200 tahun) serta Karakatau,  dimana  sebelum tahun 1883 terjadi letusan-letusan kecil dari Gunung Perbuwatan pada 1680.  Usai non aktif selama 200 tahun, Krakatau meledak dengan sangat dahsyat  pada tahun 1883.  Gunung Danan dan Perbuwatan lenyap dari muka bumi, Gunung Rakata tinggal tersisa separuh. 
Usai meletus tahun 1883 Krakatau tetap aktif dan pada tahun 1927 muncul Gunung Anak Krakatau ke permukaan laut, menyemburkan asap dan materi vulkanik dan terus tumbuh hinggga mencapai ketinggian kurang lebih 240 meter.

Perkembangan Wilayah dan Konservasi
Kepulauan Krakatau
http://visitlampung.net/images/stories/lokasi-wisata/anak_krakatau.jpg
Kepulauan Krakatau mempunyai luas daratan sekitar 3.090 ha yang terdiri dari Pulau Sertung (1.060 ha), Pulau Panjang atau Krakatau Kecil (310 ha), Pulau Rakata arau Krakatau Besar (1.400 ha) dan Pulau Anak Krakatau (320 ha).  Pulau anak Krakatau muncul ditengah ketiga Pulau lainnya pada tahun 1927 atau 44 tahun setelah letusan dahsyat yang mengguncang dunia pada tahun 1883.
Dataran tertinggi pada gugusan kepulauan Krakatau terdapat di pulau Rakata dengan tinggi 813 m dpl dengan diameter 5 km, sedangkan laut terdalam terdapat diantara pulau  Sertung dengan pulau Rakata dengan kedalaman mencapai 250 m, terutama pada bagian dalam kaldera.  Daerah palung tersebut terbentuk lingkaran dan diperkirakan terbentuk setelah letusan dahsyat gunung Krakatau pada tahun 1883.
Konservasi Kawasan
Kawasan Kepulauan Krakatau dan perairan di sekitarnya ditetapkan sebagai Cagar Alam sejak tahun 1919 berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda No.83 Stbl 392 tanggal 11 Juli 1919 Jo.No.7 Stbl 392 tanggal 5 Januari 1925 dengan luas  2.405,10 ha.  Untuk menjaga keutuhan dan kesatuan kawasan konservasi dalam menunjang perkembangan ilmu pengetahuan, pendidikan dan kebudayaan kawasan maka Cagar Alam Kepulauan Krakatau diperluas lagi berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.85/Kpts-II/1990 tanggal 26 Februari 1990 luasnya menjadi 13.735,10 ha yang terdiri dari Cagar Alam Laut seluas  11.200 ha dan Cagar Alam daratan seluas 2.535,10 ha. 
Kawasan yang memiliki kekayaan dan keunikan tersendiri baik secara geologis maupun ekologis juga termasuk ke dalam kawasan cagar alam dan telah ditetapkan UNESCO sebagai warisan dunia (1991) dan merupakan laboratorium alam bagi teori suksesi (kehidupan tumbuh berkembang di daratan yang pernah steril dari kehidupan) seluas 13.605 ha.
Flora dan fauna
Jenis tumbuhan di Pulau Rakata antara lain cemara laut (Casuarina sp) dan keben (Barringtonia sp), serta di  tepian pantai terhampar kangkung laut (Ipomoea pescaprae) menutupi pasir, sedangkan fauna juga di pulau ini telah terdapat biawak.
Keadaan Flora di Pulau Sertung didominasi oleh Kilangir, Ketapang, Mara (Macaranga fanarius), Cemara laut (Casuarina), Melinjo dan Dadap (Ficus ampelas), dengan fauna seperti Biawak (Varanus sp), Burung Troco, Tikus, Burung Raja Udang, Burung Kacer, Burung Podang, Wili-wili, Ular Sanca (Phyton sp), Penyu sisik serta Penyu Hijau.
Obyek Wisata dan film/dokumenter 

Diantara keempat Pulau tersebut, saat ini yang masih aktif sebagai Gunung Berapi adalah Pulau Anak Krakatau. Krakatau merupakan kepulauan yang tidak berpenduduk dan kini banyak Wisatawan yang mengadakan pendakian dan penelitian di Pulau Anak Krakatau yang setiap tahun bertambah tinggi.  Sisa-sisa letusan dan alam sekitarnya dapat dilihat dari Puncak , terlebih di kala matahari akan terbenam merupakan pemandangan alam yang sangat menakjubkan.
Film yang pernah dibuat mengenai Krakatau yaitu Krakatau (silat Indonesia tahun 1977) dan Krakatoa yang merupakan film dokumenter BBC yang disutradarai Sam Miller dimana film tersebut didasarkan atas catatan saksi mata pada letusan tahun 1883 yang diolah sebagai cerita atau dokumentasi.
Bersambung ke Bagian 2

Keterangan gambar : sebagai ilustrasi yang diambil dari internet.
Sumber : artikel pada harian Kompas 27/8/1992 dan Kompas 17/11/2011, perwakilan.lampungprov.go.id

1 komentar:

  1. saya ingin mengusulkan saja kepada semua,TOLONG alam kita jangan di buat dengan sistem pertumbuhan atau kebutuhan manusia saja seperti membangun sebuah bangunan yg di ambil dari hutan atau material2 bumi yg tinggal separuh kelangsungan hidupnya,dan juga mahkluk hidup yg seharusnya menjaga ekosistem dunia dan menyeimbangkan alam, telah kita curi perlahan2 untuk kepuasan nafsu semata.terimakasih saya sangat berharap untuk kita semua termasuk dari saya untuk menjaga BUMI kita,dikalau terjadi kerusakan bumi yang di akibatkan oleh manusia,jangan pernah manusia itu mengatakan"MENGAPA TUHAN MEMBERI KITA COBAAN"?
    (ITU SALAH....)trims....!

    BalasHapus