Alangkah indah
menikmati senja kehidupan bersama keluarga yang penuh kasih sayang. Namun,
jalan hidup mengantar Rutioh (69) ke bangunan tak pernah sepi penghuni di Jalan
Margaguna, Jakarta Selatan.
Oleh : Indira Permanasari
dan Iwan Setyawan
Sudah lima tahun
Rutiah menghuni Bangsal Mawar, salah satu bangsal di Panti Sosial Tresna Werdha
Budi Mulia (PSTW) 4. Bangsal Mawar berisi belasan ranjang besi. Agak padat
karena panti berkapasitas 100 penghuni itu disesaki 146 orang lanjut usia
(lansia).
Suasana di
salah satu barak Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 di kawasan Margaguna-Jakarta
(11/4). Di panti ini ada 146 warga
berusia lanjut yang tinggal dan mendapatkan pembinaan. Sebagian besar dari
mereka telantar dan keberadaan keluarga mereka tidak jelas.
Namun, setidaknya,
langit-langit tinggi dengan kipas angin, cat putih bersih, serta
jendela-jendela besar membiarkan udara dan sinar matahari mengaliri ruangan
itu. Berbeda dengan emper toko di Jatinegara yang pernah menjadi "kamar
tidurnya" sampai petugas penertiban menjemput dan mengirimnya ke panti.
Rutiah yang renta
pergi ke Jakarta menumpang kereta hanya berbekal pakaian. "Di desa sulit
mendapatkan uang," ujar perempuan asal Cirebon itu. Karena kemiskinan,
Rutiah dan suami menyerahkan satu-satunya putri mereka untuk dirawat orang
lain. Setelah suaminya yang kuli panggul sayur meninggal, Rutiah tinggal
bersama keluarga kakaknya. Namun, keluarga itu tidak bisa lebih lama
menanggungnya. "Modal habis dan tidak bisa tanam jagung. Tanah akhirnya
disewakan, tetapi uangnya untuk mereka saja tidak cukup," tuturnya
Menjejakkan kaki di
Jakarta, Rutiah memulai kehidupan baru. Satu-satunya pekerjaan yang didapat
ialah mencuci piring di warung tegal dengan bayaran makan gratis. Rutiah juga
memulung gelas bekas air kemasan yang dijual Rp 4.000 per kilogram. Sehari dia
bisa mengantongi Rp 10.000.
Tidak semua
penghuni datang diantar petugas. Manisma (72) mendaftarkan diri menjadi warga
panti. Gagal berumah tangga, Manisma terpaksa keluar dari rumah yang beratas
nama istrinya Manisma mantan juru mesin dan juru masak kapal. Setelah tua dan
tidak bekerja, dia jatuh miskin. "Saya mengumpulkan kayu bekas untuk
dijual, tetapi sering ditipu. Akhirnya tidak sanggup membayar kontrakan Rp
400,000 setiap bulan," ujar pria asal Gombong yang tak mempunyai anak
Rentan
eksploitasi
Kepala PSTW Budi
Mulia 4 R Yanti Affiyanti mengatakan, sebagian besar penghuni panti berasal
dari sejumlah daerah di luar Jakarta. Mereka mengemis atau menggelandang, kemudian
diantar petugas dinas sosial ke panti. Di
jalanan, orang lansia rentan "dimangsa" orang yang ingin memeras
keuntungan. Warti (70), misalnya, Kamis (12/4), bertutur, saat tengah
berjalan-jalan di kampungnya di Tegal, seorang pemuda menghampiri dan mengajak
dia mencari uang di Jakarta Perempuan itu lalu dibawa ke Jakarta dan
dikumpulkan dengan orang-orang lain.
"Saya diajari
masak, tetapi tidak bisa, jadi dibentak-bentak, diguyur air. Terus saya disuruh
mengemis di jalanan," kata perempuan yang terkena penertiban pada awal
Februari lalu.
Kamis pagi itu,
Warti bersama sembilan orang lansia lain bertemu psikolog. Psikolog Nelly
Huserpuny memeluk dan memegang tangan mereka sambil menggali latar kehidupan, termasuk
keberadaan keluarga mereka Sorot mata mereka menyimpan rasa takut, panik,
kadang liar. Ada yang mengira ditangkap polisi dan tidak akan bebas
lagi, ada yang linglung, bahkan ada yang tidak ingat idenritas.
Yanti berkali-kali
mendengar cerita keberadaan "koordinator" dan "perekrut"
yang mengincar orang lansia. "Di kampung, perekrut mengajak
orang-orang tua ke kota untuk dijadikan pengemis. Ada yang sudah capek menjadi
pengemis, tetapi tidak tahu harus berbuat apa dan takut dipukuli,"
Yanti bercerita
Terkadang, dalam
kantong rahasia di pakaian kumal orang-orang tua itu terdapat uang.
"Pernah ada yang membawa uang Rp 400.000 untuk disetor kepada
bosnya,"
ujarnya.
Yanti dan petugas
lain berkali-kali menghadapi orang yang mengaku keluarga orang lansia, tetapi
tidak membawa bukti surat keterangan, identitas, ataupun kartu keluarga. Pernah
ada yang mengancam dan memaksa membawa orang lansia dari panti. Saat ditanyakan
kepada orang lansia, ternyata bukan keluarganya.
Jaminan sosial
Warti, Rutiah, dan
Manisma hanya sebagian dari 2,3 juta warga lansia telantar di Indonesia yang
dicatat Kementerian Sosial.
"Orang lansia
yang waktu mudanya bekerja di sektor informal dan berpendapatan rendah rentan
bermasalah di hari tua. Belum ada jaminan social yang melindungi," kata
Ketua II Komisi Nasional Lansia Toni Hartono.
Begitu mereka tua
dan tidak sanggup bekerja, kemiskinan menghampiri. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional yang mengamanatkan Jaminan hari tua
semakin dibutuhkan. Kesejahteraan
orang lansia merupakan keseimbangan peran negara, komunitas, dan keluarga.
Selain Jaminan sosial, layanan seperti pendampingan perawatan di rumah dan
komunitas penting agar kesehatan fisik dan mental orang lansia terjaga.
Kesejahteraan orang
lansia merupakan sebuah tes bagi keberadaban sebuah kultur dan masyarakat. Indonesia tengah menghadapi
ledakan warga lansia. Sebanyak 24 juta (9,77 persen) warga lansia tahun 2010
diproyeksikan menjadi 28,8 juta jiwa (11,34 persen) dari total penduduk
Indonesia tahun 2020.
Yanti merasakan
betul sesaknya panti yang dipimpinnya "Penghuni selalu melebihi kapasitas.
Ada rencana memperluas panti untuk menambah daya tampung," ujarnya.
Di panti, warga
lansia makan, tidur, beribadah, berolahraga, dan berlatih keterampilan. Namun,
tempat terbaik bagi orang lansia, kata Yanti, tetaplah di rumah agar mereka
berinteraksi dengan orang-orang terdekat. "Kami sedapat mungkin mempertemukan dan
mengembalikan mereka ke keluarga," ujarnya.
Hanya saja, warga
lansia di Margaguna jarang sekali yang dicari keluarga mereka. Lebih banyak
yang tinggal sampai ajal menjemput.
Keterangan
gambar : sebagai ilustrasi (tambahan) yang diambil dari internet.
Sumber
bacaan : Kompas tgl 26 April 2012
Bacaan
terkait :
Kakek-kakek
perkasa
Nenek-nenek perkasa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar