Rabu, 13 Maret 2013

Demografi : Gerakan KB dengan Permasalahannya


Dikemas oleh : Isamas54
Gerakan Keluarga Berencana (KB) di Indonesia sudah berusia 55 tahun (tepatnya sejak 23 Desember 1957), namun dalam perjalanannya mengalami pasang surut sehingga bisa terjadi ’baby booming’.


Data  :
(1).  Peserta KB (Juli 2012) : Dari 46 juta pasangan usia subur (15-49 tahun) di Indonesia, sebanyak 35,1 juta pasangan adalah peserta aktif KB, sebanyak 16,5 juta pasangan memakai kon­trasepsi suntik dan 8,9 juta pasangan menggunakan pil.
(2).  Petugas KB (Juli 2012) :  Hanya ada 21.000 pe­tugas lapangan KB untuk 77.000 desa/kelurahan, sedangkan pada masa kejayaan KB ada 35.000 petugas KB.   Hal tersebut dikarenakan ketika KB saat ini dikelola pemerintah kabupaten/kota, banyak petugas lapangan dialihtugaskan sesuai kebutuhan.
(3).  Pada 2010 ada 96.500 bidan di Indonesia, sebanyak 83.000 bidan di antaranya bertugas di 9.000 puskesmas.

Perkembangan program KB
23 Desember 1957 : dibentuknya Perkumpulan KB Indonesia.  Awalnya, gerakan ini tidaklah mudah karena saat itu Bung Karno menganggap bangsa Indonesia tidak perlu dibatasi pertumbuhannya karena tanah Indonesia sangat luas. Justru penduduk harus diperbanyak agar tanah-tanah yang luas itu ada yang menggarap.  Bung Karno memang tidak memahami bahwa tidak semua tanah yang luas itu dapat atau boleh digarap dijadikan sawah atau ladang, juga belum tersadari dampak ekologis dari pertumbuhan penduduk yang cepat (Bung Karno tentu sudah membaca teori Malthus), tetapi ia masih berpendapat, bahwa tanah Indonesia yang luas itu tetap subur loh jinawi sehingga akan dapat menyediakan makan untuk jumlah pen­duduk yang besar sekalipun. Namun, Bung Karno tidak melarang gerakan KB yang dipelopori beberapa dokter dan tokoh perempuan itu karena cita-citanya untuk menyelamatkan jiwa kaum ibu yang sering mengalami berbagai gangguan kesehatan, sampai meninggal, karena terlalu sering melahirkan dalam jarak amat dekat.
Tahun 1971 :  Gerakan KB secara resmi diambil alih pemerintah dengan tujuan demografis, menurunkan laju per­tumbuhan penduduk, dan ekonomi. Ge­rakan KB yang dipelopori para dokter dan tokoh perempuan itu tertutup oleh gencarnya kampanye KB yang dilakukan pemerintah.  Pencantuman keberhasilan program KB sebagai salah satu kriteria untuk mendapatkan penghargaan bagi kepala daerah, melalui Sam Karya Nugraha, mendorong terjadinya berbagai penyimpangan pelaksanaan, termasuk pemaksaan dan intimidasi. Jarang calon akseptor mendapat penjelasan tentang manfaat kontrasepsi serta jenis-jenis yang dapat mereka pilih.
Laju pertumbuhan penduduk memang dikendalikan, menurun dari sekitar 5-6% sebelum program menjadi sekiar l,9% di ujung akhir pemerintahan Soeharto. Namun, di sisi lain angka kematian ibu masih tetap tinggal kalaupun menurun, angka kematian ibu amat lamban.  Program KB yang seharusnya juga berperan menurunkan angka kematian ibu yang terkait kehamilan ternyata dalam hal itu tidak berhasil sebab selama program KB digencarkan, perhatian terhadap kesehatan dan keselamatan ibu terlupakan.
Perkumpulan KB Indonesia (PKBI) sendiri, yang mengawali program KB dengan tujuan menyelamat­kan kaum ibu dari kematian yang terkait kehamilan, ikut terbawa arus karena banyak di antara pengurusnya adalah juga birokrat sehingga tidak mampu berpikir alternatif atau komplementer dalam gencarnya program KB dengan tetap pada jalur yang dirintis para pendirinya.
Pada masa otonomi dae­rah : Program KB menjadi tidak jelas karena BKKBN tidak lagi mempunyai akar ke bawah dan banyak pemimpin daerah yang tidak melihat pentingnya program KB (mungkin dulu terpaksa karena, ada reward and punishment), PKBI pun lamban.  Meski PKBI mempunyai akar sampai ke bawah tetapi tidak bisa mengambil peran menggantikan peranan BKKBN, terutama dalam mempertahankan kepatuhan peserta KB sekaligus melakukan kegiatan untuk meningkatkan kesehatan perem­puan. Tampaknya banyak pemimpin PKBI daerah yang juga kehilangan arah, tidak tahu apa yang harus dilakukan.
Tahun 2008, diadakan pertemuan para senior BKKBN, termasuk Dr Haryono Suyono, yang menghasilkan kesepakatan bahwa para peserta KB yang masih aktif akan dimanfaatkan untuk kembali menggencarkan program

Dampak
Timbul kekhawatiran, jika program pengendalian jumlah penduduk diabaikan maka akan terjadi baby boom baru yang akan mengancam ketahanan pangan dan eko­nomi (Kompas, 19/1/2008).  Apabila hal ini tidak segera ditangani maka akan dihadapi : (a).  Krisis energi dan hilangnya hutan serta krisis pangan.  (b).  Dana pemerintah untuk pembangunan bisa harus digunakan untuk mengatasi berbagai krisis itu sehungga pembangunan Indonesia akan mandek dan akan tertinggal makin jauh oleh bangsa lain. (c).  Krisis pangan dan ekonomi akan memperbesar jumlah penduduk miskin, yang kemudian menurunkah derajat kesehatan mereka. (d).  Tingkat pelacuran akan meningkat karena orangtua tidak lagi mampu memberi makan dan akan merelakan anak perempuannya mencari nafkah dengan modal tubuhnya. (e).  Penyakit menular seksual dan HIV akan makin sulit dikendalikan dan memakan generasi muda yang produktif sehingga semakin banyak kehilangan tenaga usia produktif.
Beberapa hal tersebut adalah merupakan penggambaran pesimistis, tetapi harus diperhitungkan sebagai risiko buruk yang mungkin dihadapi sehingga segera dilakukan pencegahan sebelum hal itu terjadi. Masalahnya kemudian, siapa yang mau mencarikan jalan keluar ini?

SELINGAN .. (sebagai informasi atau bukan promosi!)
Paket Hemat Bayi Tabung
Klinik Fertilitas dan Bayi Tabung Teratai, Rumah Sakit Gading Pluit-Jakarta, selama Juli-Agustus 2012 membuat program paket ekonomis bagi pasangan yang ingin mendapatkan momongan melalui bayi tabung.  Normalnya biaya program bayi tabung di Indonesia termurah dalam kisaran Rp50 juta hingga Rp80 juta.
Program ini bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada pasangan yang berminat mendapatkan buah hati tetapi terkendala biaya.
Program bayi tabung di luar negeri biayanya jauh lebih tinggi, sedangkan di dalam negeri sendiri saat ini sudah ada 20 klinik fertilitas dan bayi tabung yang baik kualitas layanan maupun keberhasilannya sama dengan dengan di luar negeri.
Klinik Teratai berdiri sejak 2006, dan telah berhasil membantu 162 kelahiran bayi. (Media Indonesia, 27 Juni 2012)

Kita lanjutkan …

Pilihan alat kontrasepsi

Pil dan suntik masih menjadi pilihan alat kontrasepsi utama masyarakat. Padahal, tiap jenis kontrasepsi punya fungsi, kelebihan, dan efek samping berbeda.
Untuk menunda kehamilan : (a).  pil cocok digunakan karena tingkat pengembalian kesuburannya tinggi.  (b). Untuk menjarangkan keha­milan bagi pasangan umur 20-35 tahun, intrauterine device (IUD) alias spiral merupakan pilihan tepat. (c).  Bagi yang tidak ingin hamil lagi, khususnya yang berumur lebih dari 35 tahun, sterilisasi melalui vasektomi atau tubektomi lebih dianjurkan. (Ketua Perkumpulan Kontrasepsi Indonesia, 26/9/2012)

Permasalahan
Menurut Kepala BKKBN dan Ketua Ikatan Bidan Indonesia (26/9/2012) : (a).  Diakui bahwa informasi penggunaan alat kontrasepsi di masyarakat sangat kurang, disamping itu juga adanya keterbatasan petugas lapangan dan promosi KB akibat terbatasnya dana yang membuat edukasi ke masyarakat kurang.  (b).  Agar layanan KB efektif, idealnya minimal ada satu bidan dan satu petugas lapangan KB untuk se­tiap desa/kelurahan. Petugas la­pangan yang mempromosikan KB dan bidan yang memberikan layanan KB.  (c).  Layanan KB yang diberikan bidan di puskes­mas atau pondok bersalin desa gratis, termasuk alat kontrasepsinya.  Jika ber-KB di bidan praktik swasta, alat kontrasepsi yang digratiskan hanya IUD dan kondom. Biaya pemasangan IUD ti­dak gratis, tetapi masih terjangkau masyarakat miskin.
(d).  Kelompok masyarakat miskin perlu terus disasar agar partisipasi KB mereka tinggi, apalagi keluarga yang memiliki anak banyak biasanya dari keluarga miskin. (e).  Untuk menambah peserta KB, pendekatan bukan hanya ekonomi tetapi moral harus dilakukan juga. 

Dikarenakan KB adalah merupakan kebutuhan bangsa, maka akses KB bagi seluruh masyarakat harus dijamin dalam pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional 2014 (Ketua Umum IDI, 26/9/2012).

Keterangan gambar : sebagai ilustrasi yang diambil dari internet
Sumber a.l : Kompas  (19/1/2008 & 27/9/2012).

Bacaan terkait :
Persalinan di Pedalaman

Tidak ada komentar:

Posting Komentar