Dikemas
oleh : Isamas54
Gerakan
Keluarga Berencana (KB) di Indonesia sudah berusia 55 tahun (tepatnya sejak 23
Desember 1957), namun dalam perjalanannya mengalami pasang surut sehingga bisa
terjadi ’baby booming’.
Data
:
(1). Peserta KB (Juli 2012) : Dari 46 juta
pasangan usia subur (15-49 tahun) di Indonesia, sebanyak 35,1 juta pasangan
adalah peserta aktif KB, sebanyak 16,5 juta pasangan memakai kontrasepsi
suntik dan 8,9 juta pasangan menggunakan pil.
(2). Petugas KB (Juli 2012) : Hanya ada 21.000 petugas lapangan KB untuk
77.000 desa/kelurahan, sedangkan pada masa kejayaan KB ada 35.000 petugas
KB. Hal tersebut dikarenakan ketika KB
saat ini dikelola pemerintah kabupaten/kota, banyak petugas lapangan
dialihtugaskan sesuai kebutuhan.
(3). Pada 2010 ada 96.500 bidan di Indonesia,
sebanyak 83.000 bidan di antaranya bertugas di 9.000 puskesmas.
Perkembangan program KB
23 Desember
1957 : dibentuknya Perkumpulan KB Indonesia.
Awalnya, gerakan ini tidaklah mudah karena saat itu Bung Karno
menganggap bangsa Indonesia tidak perlu dibatasi pertumbuhannya karena tanah
Indonesia sangat luas. Justru penduduk harus diperbanyak agar tanah-tanah yang
luas itu ada yang menggarap. Bung Karno
memang tidak memahami bahwa tidak semua tanah yang luas itu dapat atau boleh
digarap dijadikan sawah atau ladang, juga belum tersadari dampak ekologis dari
pertumbuhan penduduk yang cepat (Bung Karno tentu sudah membaca teori Malthus),
tetapi ia masih berpendapat, bahwa tanah Indonesia yang luas itu tetap subur
loh jinawi sehingga akan dapat menyediakan makan untuk jumlah penduduk yang
besar sekalipun. Namun, Bung Karno tidak melarang gerakan KB yang
dipelopori beberapa dokter dan tokoh perempuan itu karena cita-citanya untuk menyelamatkan
jiwa kaum ibu yang sering mengalami berbagai gangguan kesehatan, sampai
meninggal, karena terlalu sering melahirkan dalam jarak amat dekat.
Tahun 1971 : Gerakan KB secara
resmi diambil alih pemerintah dengan tujuan demografis, menurunkan laju pertumbuhan
penduduk, dan ekonomi. Gerakan KB yang dipelopori para dokter dan tokoh
perempuan itu tertutup oleh gencarnya kampanye KB yang dilakukan
pemerintah. Pencantuman keberhasilan
program KB sebagai salah satu kriteria untuk mendapatkan penghargaan bagi
kepala daerah, melalui Sam Karya Nugraha, mendorong terjadinya berbagai
penyimpangan pelaksanaan, termasuk pemaksaan dan intimidasi. Jarang calon
akseptor mendapat penjelasan tentang manfaat kontrasepsi serta jenis-jenis yang
dapat mereka pilih.
Laju pertumbuhan penduduk memang dikendalikan, menurun dari sekitar 5-6%
sebelum program menjadi sekiar l,9% di ujung akhir pemerintahan Soeharto.
Namun, di sisi lain angka kematian ibu masih tetap tinggal kalaupun menurun,
angka kematian ibu amat lamban. Program
KB yang seharusnya juga berperan menurunkan angka kematian ibu yang terkait
kehamilan ternyata dalam hal itu tidak berhasil sebab selama program KB
digencarkan, perhatian terhadap kesehatan dan keselamatan ibu terlupakan.
Perkumpulan KB Indonesia (PKBI) sendiri, yang mengawali program KB dengan
tujuan menyelamatkan kaum ibu dari kematian yang terkait kehamilan, ikut
terbawa arus karena banyak di antara pengurusnya adalah juga birokrat sehingga
tidak mampu berpikir alternatif atau komplementer dalam gencarnya program KB
dengan tetap pada jalur yang dirintis para pendirinya.
Pada masa
otonomi daerah : Program KB menjadi tidak
jelas karena BKKBN tidak lagi mempunyai akar ke bawah dan banyak pemimpin
daerah yang tidak melihat pentingnya program KB (mungkin dulu terpaksa karena,
ada reward and punishment), PKBI pun lamban. Meski PKBI mempunyai akar sampai ke bawah
tetapi tidak bisa mengambil peran menggantikan peranan BKKBN, terutama dalam
mempertahankan kepatuhan peserta KB sekaligus melakukan kegiatan untuk
meningkatkan kesehatan perempuan. Tampaknya banyak pemimpin PKBI daerah yang
juga kehilangan arah, tidak tahu apa yang harus dilakukan.
Tahun 2008, diadakan pertemuan para senior BKKBN, termasuk Dr
Haryono Suyono, yang menghasilkan kesepakatan bahwa para peserta KB yang masih
aktif akan dimanfaatkan untuk kembali menggencarkan program
Dampak
Timbul kekhawatiran, jika program pengendalian jumlah penduduk diabaikan
maka akan terjadi baby boom baru yang akan mengancam ketahanan pangan dan ekonomi
(Kompas, 19/1/2008). Apabila hal ini
tidak segera ditangani maka akan dihadapi : (a). Krisis energi dan hilangnya hutan serta
krisis pangan. (b). Dana pemerintah untuk pembangunan bisa harus
digunakan untuk mengatasi berbagai krisis itu sehungga pembangunan Indonesia akan
mandek dan akan tertinggal makin jauh oleh bangsa lain. (c). Krisis pangan dan ekonomi akan memperbesar
jumlah penduduk miskin, yang kemudian menurunkah derajat kesehatan mereka. (d). Tingkat pelacuran akan meningkat karena
orangtua tidak lagi mampu memberi makan dan akan merelakan anak perempuannya
mencari nafkah dengan modal tubuhnya. (e).
Penyakit menular seksual dan HIV akan makin sulit dikendalikan dan
memakan generasi muda yang produktif sehingga semakin banyak kehilangan tenaga usia
produktif.
Beberapa hal tersebut adalah merupakan penggambaran pesimistis, tetapi
harus diperhitungkan sebagai risiko buruk yang mungkin dihadapi sehingga segera
dilakukan pencegahan sebelum hal itu terjadi. Masalahnya kemudian, siapa yang
mau mencarikan jalan keluar ini?
SELINGAN ..
(sebagai informasi atau bukan promosi!)
Paket Hemat Bayi Tabung
Klinik Fertilitas dan Bayi Tabung Teratai, Rumah Sakit
Gading Pluit-Jakarta, selama Juli-Agustus 2012 membuat program paket ekonomis
bagi pasangan yang ingin mendapatkan momongan melalui bayi tabung. Normalnya biaya program bayi tabung di
Indonesia termurah dalam kisaran Rp50 juta hingga Rp80 juta.
Program ini bertujuan untuk memberikan kesempatan
kepada pasangan yang berminat mendapatkan buah hati tetapi terkendala biaya.
Program bayi tabung di luar negeri biayanya jauh lebih
tinggi, sedangkan di dalam negeri sendiri saat ini sudah ada 20 klinik
fertilitas dan bayi tabung yang baik kualitas layanan maupun keberhasilannya
sama dengan dengan di luar negeri.
Klinik Teratai berdiri sejak 2006, dan telah berhasil
membantu 162 kelahiran bayi. (Media Indonesia, 27 Juni 2012)
Kita lanjutkan …
Pilihan alat kontrasepsi
Pil dan suntik masih menjadi
pilihan alat kontrasepsi utama masyarakat. Padahal, tiap jenis kontrasepsi
punya fungsi, kelebihan, dan efek samping berbeda.
Untuk menunda kehamilan :
(a). pil cocok digunakan karena tingkat
pengembalian kesuburannya tinggi. (b).
Untuk menjarangkan kehamilan bagi pasangan umur 20-35 tahun, intrauterine
device (IUD) alias spiral merupakan pilihan tepat. (c). Bagi yang tidak ingin hamil lagi, khususnya
yang berumur lebih dari 35 tahun, sterilisasi melalui vasektomi atau tubektomi
lebih dianjurkan. (Ketua Perkumpulan Kontrasepsi Indonesia, 26/9/2012)
Permasalahan
Menurut Kepala BKKBN dan
Ketua Ikatan Bidan Indonesia (26/9/2012) : (a).
Diakui bahwa informasi penggunaan alat kontrasepsi di masyarakat sangat
kurang, disamping itu juga adanya keterbatasan petugas lapangan dan promosi KB
akibat terbatasnya dana yang membuat edukasi ke masyarakat kurang. (b).
Agar layanan KB efektif, idealnya minimal ada satu bidan dan satu
petugas lapangan KB untuk setiap desa/kelurahan. Petugas lapangan yang
mempromosikan KB dan bidan yang memberikan layanan KB. (c).
Layanan KB yang diberikan bidan di puskesmas atau pondok bersalin desa
gratis, termasuk alat kontrasepsinya.
Jika ber-KB di bidan praktik swasta, alat kontrasepsi yang digratiskan
hanya IUD dan kondom. Biaya pemasangan IUD tidak gratis, tetapi masih
terjangkau masyarakat miskin.
(d). Kelompok masyarakat miskin perlu terus
disasar agar partisipasi KB mereka tinggi, apalagi keluarga yang memiliki anak
banyak biasanya dari keluarga miskin. (e).
Untuk menambah peserta KB, pendekatan bukan hanya ekonomi tetapi moral
harus dilakukan juga.
Dikarenakan KB adalah merupakan
kebutuhan bangsa, maka akses KB bagi seluruh masyarakat harus dijamin dalam
pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional 2014 (Ketua Umum IDI, 26/9/2012).
Keterangan gambar : sebagai ilustrasi yang diambil
dari internet
Sumber
a.l : Kompas (19/1/2008
& 27/9/2012).
Bacaan terkait :
Persalinan di Pedalaman
Tidak ada komentar:
Posting Komentar