Dikemas
oleh : Isamas54
Ulos
adalah salah satu bentuk kain berupa selendang atau sarung yang merupakan simbol
dari suku Batak (di Sumatera Utara) untuk mempererat kekerabatan dalam tatanan
sosialnya.
Selain
Danau Toba dan Tari Tortor, ulos adalah merupakan salah satu icon atau mascot Sumatera
Utara, yang secara harfiah, ulos ini berarti 'selimut' dengan bentuk berupa selendang atau sarung.
Sedangkan
pengertian ulos atau kain ulos adalah merupakan kain tenun pakaian khas suku
Batak yang menyerupai selendang (bentuk populer) dengan ukuran panjang sekitar
1,8 meter dan lebar 1 meter, dengan kedua ujungnya berjuntai-juntai
sepanjang sekitar 15 cm.
Pembuatan
biasanya dikerjakan oleh kaum perempuan dengan cara menenun bahan yang berawal dari
benang kapas atau rami (di Pematang Siantar sebagian masih menenun secara
alamiah seperti ini), namun dalam
perkembangannya beberapa penenun kini
sering menggunakan benang yang sudah ada dijual di toko-toko kelontong, karena
dirasakan lebih mudah dan efisien.
Warna
dominan adalah merah, hitam dan putih, sedangkan untuk motif atau corak
dibentuk melalui pengaturan tenunan dari benang berbagai warna, dan diselingi melalui
pengaturan benang berwarna emas atau perak
Alat
menenun antara lain : tundalan (pengikat
pinggang), turak baliga (pemisah
benang), langgiyang(alat penjaga
benang agar tidak kusut), dan patubobohon
(alat untuk mengukur panjang kain tenunan).
Ulos
dalam tatanan hidup bermasyarakat memiliki nilai-nilai tersendiri sesuai dengan
ragam dan jenisnya, masing-masing memiliki makna dan tujuan. Sedangkan sebagai karya seni, ulos adalah merupakan
hasil karya yang penuh dengan nilai-nilai estetika. Itu seakan menunjukkan
hakikat keberadaan masyarakat Batak. Tak mengherankan bila ulos telah menjadi
bagian dari sebuah identitas yang memiliki nilai kultur, ekonomi, dan sosial.
Ragam
ulos
Perkembangan
zaman telah menjadi tantangan tersendiri tentang 'kesakralan' ulos dimana saat
ini telah dijual secara bebas di berbagai pasar, mulai dari Pematang Siantar,
Deli Serdang, hingga Medan.
Dalam
memenuhi tuntutan konsumen ulos ini sudah lebih mengarah pada ‘bentuk kain’
sehingga di toko maupun di daerah wisata, ulos dijual sebagai suvenir bagi
para wisatawan dalam bentuk ikat pinggang, sarung bantal, tas, dompet, kain
lukisan, dsb. Bahkan ulos kini sudah dipadu-padankan
sehingga sekarang telah ada beragam jenis ulos, yang memiliki
keunikan dan kekhasan dari masing-masing.
Berbagai
macam ulos antara lain : antak-antak,
bintang maratur, bolean, mangiring, padang ursa & pinan lobu-lobu,
pinuncaan, ragi hotang, ragi huting, sibolang rasta pamontari, si bunga umbasang & simpar, sitoluntuho,
suri-suri ganjang, simarinjam sisi, ragi pakko & harangan, tutur-tutur, tumtuman,
ragi ambasang, ragi hatirongga, ragi panei,
ragi sampuboma, ragi sapot, ragi siantar, ragi sidosdos, ragi siimput ni hirik,
happu, jugia/pinunsaan, jungkit/purada, lobu-lobu, padang rusa,
ulos ragidup, runjat, sadum, simata, tukku, dan dohot angka na asing.
Sedangkan beberapa jenis atau motif
ulos sudah tidak diproduksi lagi atau jarang misalnya ulos raja, ulos saput (untuk
pembungkus jenazah), dan ulos sibolang.
Makna
Dalam
ulos pun terdapat tiga konsep kehangatan, yaitu matahari, api, dan ulos. Selain
sebagai penghangat badan juga seringkali dianggap sebagai jimat. Menurut kepercayaan kuno mempunyai kekuatan
yang mampu melindungi raga, atau merupakan tondi terhadap roh jahat (dalam adat Batak).
Warna
kain pun memiliki arti sendiri - terutama oleh warga perdesaan – atau ada
pantangan yang masih dipercaya, seperti putih melambangkan kesucian dan
kejujuran, merah melambangkan kepahlawanan dan keberanian, kuning melambangkan
kesuburan dan kekayaan, sedangkan hitam melambangkan kedukaan.
Jenis
dan peredaran ulos dalam pakemnya tidak sembarangan, karena ada makna dan nilai
yang telah ditetapkan berdasarkan aturan dan norma-norma adat yang telah
disepakati. Begitu pula dengan pemberian dan penerimaan ulos dilakukan
berdasarkan falsafah adat, dalihan na-tolu.
Budaya
Sebagai
sebuah simbol, fungsi dan kedudukan seseorang dalam pelaksanaan acara adat di
Batak (Toba) akan diketahui melalui ulos yang dipakai, diterima, dan yang
diberikan sesuai dengan ragam dan jenisnya.
Pemakaian
Pemakaian
ulos harus sesuai dengan tempatnya yaitu untuk menghindari bencana, misalnya
saja ulos ragi hotang, warga
harus menggunakan pada saat perkawinan.
Sedangkan
ulos bintang maratur, merupakan
kain tenun yang memiliki paling banyak kegunaannya antara lain dalam acara adat
Batak Toba digunakan oleh : (a). anak yang memasuki rumah baru (milik sendiri)
yang merupakan suatu kebanggaan terbesar dan menjadi simbol keberhasilan atau
prestasi. (b). Khususnya di daerah Silindung, juga diberikan kepada orang yang
akan meresmikan rumah baru. Namun, pemberian ulos tersebut berbeda di daerah
Toba, yakni saat acara selamatan kehamilan tujuh bulan. Biasanya pihak hula-hula akan memberikan kepada anaknya. Ulos bintang maratur juga diberikan kepada
pahompu (cucu) yang baru lahir
sebagai parompa(gendongan).
Menurut kepercayaan kuno, hal itu berguna agar anak yang baru lahir diiringi
kelahiran anak selanjutnya.
Pemberian
Dalam
tradisi Batak, warga juga mengenal upacara mangulosi, yakni ritual pemberian kehangatan dan kasih sayang
kepada sesama, hal ini bisa dilakukan dalam acara adat intern atau diberikan kepada orang yang secara adat dianggap sangat dihargai atau telah berjasa. Dalam adat di lingkungannya, seperti ulos yang
diberikan kepada sepasang pengantin yang sedang melaksanakan pesta adat disebut
ulos held yang memiliki makna
kuat bahwa orangtua pengantin perempuan dinyatakan telah menyetujui putrinya
dipersunting atau diperistri oleh laki-laki yang telah disebut sebagai hela (menantu). Pemberian ulos tersebut selalu disertai
dengan mandar hela (sarung
menantu) yang menunjukkan bahwa laki-laki bersangkutan tidak boleh lagi
berperilaku layaknya seorang laki-laki lajang.
Pelestarian
Keberadaan
ulos menjadi bukti bahwa kain tradisional itu bukan sekadar penutup badan tetapi
juga merupakan sebuah warisan budaya dengan nilai-nilai Filosofis yang begitu
kuat sehingga yang patut dijaga termasuk oleh generasi muda hingga tetap dapat diwariskan
ke anak-cucu.
“Tradisi penggunaan ulos adalah merupakan
sebuah bukti bahwa orang Batak masih melestarikan warisan budaya leluhurnya … Sebagai
falsafah, orang Batak akan selalu menggunakan ulos dalam setiap kesempatan,
seperti saat proses kelahiran, pernikahan, dan kematian," komentar budayawan
sekaligus seniman Batak, Bonar Gultom, atau sutradara Arga Do Bona ni Pinasa
Keterangan gambar : sebagai ilustrasi
yang diambil dari internet.
Sumber editing bacaan a.l : tulisan pada
Media Indonesia tgl 20 Oktober 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar