Dikemas oleh
Isamas54
Kehadiran angkutan
masal MRT diharapkan akan dapat mendorong masyarakat beralih dari kendaraan
pribadi ke angkutan masal.
Sistem
tranportasi dalam kota
Transportasi massal
MRT (mass rapid transit) adalah merupakan system angkutan cepat untuk
transportasi massal yang berbasis rel.
MRT mempunyai
beberapa kelebihan apabila dibandingkan dengan kendaraan sejenis yang berbasis
rel (seperti monorel, kereta api, dan trem) apabila digunakan sebagai tranportasi masal dalam kota,
terutama kaitannya dengan arus lalu lintas kendaraan lain atau masalah kemacetan.
MRT
dan monorel
Perbedaan secara fisik
antara MRT dengan monorel yaitu : (a).
MRT menggunakan dua rel sedangkan monorel hanya satu rel/tunggal,
(b). untuk meminimalisir gangguan dengan
lalu lintas kendaraan lain monorel bisa didesain menggantung sedangkan MRT bisa
menggunakan terowongan bawah tanah (maaf,
tidak bisa digantung, Tks), (c). Monorel
berbasis light rail transit (LRT) yaitu transportasi berbasis rel
listrik yang dioperasikan menggunakan gerbong pendek, sedangkan MRT berbasis heavy
rail transit yaitu memiliki kapasitas besar seperti KRL di Jakarta yang
ada saat ini.
Kereta
api
Persamaan dengan
angkutan kereta api yaitu : (a). menggunakan dua rel, dan (b). kapasitas
angkutan massal yang besar. Sedangkan
perbedaannya yaitu : kereta api kurang efisien untuk angkutan dalam kota (jarak
pendek) termasuk kalau dibuat terowongan, sehingga relative mengganggu apabila
menembus arus lalu lintas lain.
Trem
Trem atau tram
merupakan kereta api ringan (system kontruksi ringan), daya angkut tidak
terlalu banyak, mempunyai jalur lintasan tersendiri, berjalan di atas rel,
cocok untuk angkutan perkotaan tetapi kurang memungkinkan untuk berjalan secara
cepat.
MRT
MRT mungkin ini
adalah system transportasi yang di desain untuk angkutan masal dalam kota
dengan kapasitas besar, fisik dan system pengoperasiannya mungkin diambil dari
beberapa keunggulan/kelebihan system tranportasi sejenis/berbasis rel (monorel,
kereta api, dan trem listrik), sedangkan kekurangannya yaitu membutuhkan biaya
investasi awal yang relative tinggi dengan periode waktu cukup lama bila
dibandingkan dengan pembangunan beberapa system yang telah disebutkan.
Program
pembangunan
Pembangunan MRT
merupakan proyek pemerintah Indonesia dengan pemerintah Jepang yang telah
direncanakan sejak 20 tahun 2011. Proyek
MRT ini diharapkan tidak berhenti seperti halnya monerel yang saat ini
terbengkalai sebab kedua proyek ini memiliki perbedaan yang sangat mendasar.
Dinilai lebih
realistis daripada pembangunan monorel dikarenakan : (a). Memiliki kejelasan kontrak dan pendanaan yang
sudah terjamin, (b). Merupakan proyek
pemerintah murni yaitu G to G
(government to government), yaitu antara Indonesia dengan melibatkan
Pemprov DKI (melalui badan usaha milik daerah /UMD) dan pemerintah Jepang, ,
bukan proyek swasta. (c). Pendanaan untuk pengerjaan fisiknya sudah diturunkan
pihak Jepang melalui Japan International Corporation Agency (JICA). (d). Keberadaannya sudah sangat mendesak, bahkan
DKI tidak hanya butuh satu MRT tapi hingga lima MRT untuk menunjang pelayanan
transportasi massal kereta rel listrik dan bus Trans-Jakarta. (e). daya angkut yang lebih besar dan cepat sehingga
lebih realistis untuk mengatasi kemacetan.
Monorel
yang terhenti
Megaproyek monorel
yang terhenti sejak 2006 lalu merupakan proyek swasta murni yaitu PT Jakarta
Monorel (JM). Perusahaan itu menyatakan bersedia menanggung biaya pembangunan
monorel dengan mencari investor, asalkan Pemprov DKI memberi izin trayek dan
izin pembangunannya.
Ternyata dalam
perjalanannya, PT JM tidak sanggup mencarikan investor yang akan memodali pembangunan
monorel, jadi dananya bukan dari Pemprov DKI maupun pusat. Akibat adanya
ketidakjelasan pendanaan, akhirnya PT JM menyerah dan menghentikan pembangunan
monorel yang hanya sampai pada pembangunan tiang.
Harapan
dan dukungan
Pada waktu
pembangunan MRT nanti maka penempatan alat berat, penggunaan sebagian ruas
jalan untuk kepentingan proyek MRT, sampai keberadaan MRT layang di tengah
kawasan padat itu tentu mengganggu aktivitas ataupun pemandangan.
Terganggunya
aktifitas tersebut diharapkan bisa terobati ketika selesai dan penggunaan MRT
nanti yang saat ini sebagian besar warga dengan mengalami kegelisahan dan
kesumpegan karena kemacetan yang sudah
menjadi langganan di berbagai titik Misalnya saja di wilayah Fatmawati yang
merupakan salah satu kawasan tersibuk di Jakarta. Ketika pada hari Minggu atau libur pagi,
di wilayah ini terasa lengang, namun ketika melewatinya mulai Senin hingga
Sabtu maka pengguna jalan akan merasakan kemacetan. Di sini jalan yang terbagi
dua untuk melayani arus lalu lintas berlawanan arah dengan setiap bagian
terdiri dari dua ruas aspal dipadati kendaraan.
Kegiatan dan
kesibukan di wilayah ini bukan cuma pemilik usaha sedikitnya 2.000, juga pegawainya
dengan jumlah bisa berkali lipat, mereka yang bekerja di Pasar Mede, Blok A,
ITC Fatmawati, serta aktifitas kompleks ruko yang banyak berdiri di sepanjang
Fatmawati
Warga Fatmawati
menegaskan, mereka mendukung dan sangat berharap Jakarta segera memiliki
angkutan massal seperti MRT, tetapi yang berkonstruksi di bawah tanah atau bukan
layang.
Pendapat
dan pertimbangan
Menurut Harun
al-Rasyid Lubis, yang dosen ITB dan anggota Majelis Profesi Masyarakat
Transportasi Indonesia (MTI), mengatakan : (a).
Perbandingan biaya pembangunan MRT konstruksi tepat di atas tanah atau
layaknya rel kereta saat ini, konstruksi layang dan terowongan bawah tanah
adalah 1:3:7. Biaya pembuatan terowongan
mencapai 100 juta dollar AS per kilometer atau hampir Rp 1 triliun per
kilometer, (b). pembangunan MRT tidak
semata dipandang dari besar biayanya tetapi juga harus dipertimbangkan estetika
kota, kebutuhan warga, dan nilai ekonomi jangka panjang. (c). Istilahnya ‘ada harga ada rupa’dan tetap yang
paling ideal adalah MRT bawah tanah. Apalagi saat ini pun sudah ada teknologi
untuk mengatasi segala hambatan, seperti penurunan muka tanah, potensi banjir,
apalagi gangguan fondasi bangunan,".
Meski lebih mahal,
kereta bawah tanah bisa dibangun dengan kapasitas angkut lebih besar dan area
stasiun bawah tanah yang lebih lapang, dimana kereta bawah tanah bisa
memecahkan persoalan konflik tanah ketika infrastruktur kereta dibangun di atas
tanah atau laying, selain itu, perwajahan kota juga bisa lebih baik. Bahkan,
area di atas tanah masih bisa digunakan sebagai kawasan penghijauan karena
keberadaan kereta bawah tanah tidak mengganggu pepohonan di atasnya (Indrasurya
B Mochtar, pakar geoteknik Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya).
Kepala Biro
Komunikasi PT MRT Jakarta, menjelaskan : (a). BUMD milik
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta hanya menjalankan keputusan. (b). rencana
pembangunannya -termasuk tentang jenis jalur- telah melalui rangkaian studi
yang panjang dan komprehensif oleh berbagai pihak. (c). pemilihan layang di jalur tersebut
dilakukan pemerintah dengan pertimbangan dampak minimal bagi warga di jalur
tersebut.
Trayek
dan pembangunannya
Jalur Lebak
Bulus-Bundaran Hotel Indonesia yang melewati Jalan Fatmawati-Panglima
Polim-Sisingamangaraja-Sudirman sepanjang 15,2 kilometer adalah merupakan
wilayah pembangunan MRT tahap pertama.
Jika pembangunan
sepanjang Lebak Bulus-Sisingamangaraja dilakukan di bawah tanah maka warga di
sepanjang jalur itu harus memundurkan fondasi bangunannya lebih jauh
dibandingkan jika MRT Jakarta di jalur ini dibangun dengan struktur layang. Dampak lalu lintas akan lebih besar jika di
jalur ini dibangun bawah tanah karena akan men butuhkan lahan kerja yang lebih
luas, antara lain untuk memasukkan box station dan tunnel boring
machine, selain itu seluruh ruas jalan terpaksa ditutup dalam kurun
tahunan. Sementara dengan struktur
layang, jalan akan tetap dipertahankan empat jalur. Tiang-tiang MRT berukuran
sekitar 3 meter x 3 meter dan di atasnya hanya selebar 9 meter atau nantinya
akan terpayungi 9 meter dari 22 meter lebar Jalan Fatmawati.
Pengaturan
arus lalu lintas
Untuk mengurang
kemacetan saat proyek berlangsung, Pemprov DKI telah menyiapkan jalan layang
Antasari yang bisa difungsikan tahun 2012 sebagai jalur alternatif utama dari
arah Depok dan TB Simatupang menuju Jalan Sudirman.
Sosialisasi
Dalam proses dan
pelaksanaan pembangunan MRT jelas akan mengganggu
terhadap pengguna jalan atau warga sekitar proyek. Tentunya hal in harus
dibicarakan secara terbuka untung rugi dan antisipasinya. Semua pihak harus
duduk dalam kesetaraan dengan semangat mendahulukan kepentingan bersama,
sehingga jika hasil mediasi nanti berujung pada kesepakatan adanya penyesuaian
konstruksi atau perubahan rencana, semua pihak harus berbesar hati menerima,
termasuk beban pembengkakan waktu dan biaya.
Menurut salah
seorang pengamat transportasi, diperlukan adanya sosialisasi program karena wajar
saja jika warga curiga desain layang terkait dengan proyek penggusuran yang
akan menguntungkan pihak tertentu meskipun mungkin sebetulnya tidak demikian.
Untuk
mengantisipasi munculnya dampak-dampak yang tidak baik di kemudian hari maka sudah
dilakukan analisis mengenai dampak lingkungan dan dampak sosialnya. Apabila ada
yang bereaksi, dipersilahkan melalui jalur aspirasi, namun harus diingat juga
bahwa pembangunan ini untuk kepentingan publik.
"Pembangunan
MRT ini bukanlah keputusan yang keliru karena warga Jakarta sudah sangat butuh
layanan angkutan umum massal yang baik, aman, dan terjangkau. MRT akan menjadi
tulang punggung angkutan umum massal di massa mendatang," kata Gubernur
DKI Jakarta, Fauzi Bowo (26/4/2012).
Bersambung ke
Bagian 2
Keterangan
gambar : sebagai ilustrasi yang diambil dari internet
Sumber
bacaan a.l : Kompas tgl. 13 Maret 2012 dan Media Indonesia tgl. 20 April 2012; Kompas,
27 April 2012
hmm.
BalasHapus