Kelelahan yang
berat bisa memicu gangguan jantung.
Terlepas dari
kematian sebagai bagian dari takdir yang ditetapkan Tuhan, ada sejumlah
analisis terhadap meninggalnya Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya
Mineral (Wamen ESDM) Widjajono Partowidagdo saat mendaki Gunung Tambora,
Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, Sabtu (21/4/2012) dalam usianya yang menginjak 61 tahun,
adalah diduga perpaduan faktor kelelahan dan kondisi lingkungan dengan tekanan
oksigen di udara yang rendah telah memicu gangguan jantung.
Meski tidak
memiliki catatan medis yang buruk, sejatinya keterkaitan kelelahan dan
munculnya gangguan jantung tiba-tiba sangatlah erat.
Dokter spesialis
jantung Siloam Hospitals Lippo Karawaci, Tangerang, Antonia Anna Lukito
menjelaskan sebagai berikut :
Pasokan
oksigen dalam tubuh
(1). Saat tubuh melakukan aktivitas berat maka tubuh
memerlukan pasokan oksigen lebih banyak, untuk hal itu jantung harus bekerja
ekstra keras dan harus berdenyut lebih kencang untuk memompa darah lebih banyak
ke organ-organ tubuh yang terlibat dalam aktivitas itu.
(2). Kondisi tersebut membuat otot-otot jantung
membutuhkan lebih banyak oksigen dari darah.
Bila kebutuhan itu
tercukupi, jantung akan berfungsi normal, namun, beberapa faktor bisa
menghalangi suplai oksigen
Suplai
oksigen terhambat
Faktor-faktor yang
bisa menghalangi suplai oksigen
(a). kondisi
lingkungan, di dataran tinggi tekanan oksigen di udara lebih kecil jika
dibandingkan dengan kondisi di dataran rendah hal ini menyulitkan darah di paru
mengikat oksigen dari udara. Bagi
orang-orang yang terbiasa hidup di dataran tinggi hal ini tidak masalah karena
mereka telah beradaptasi, mereka memiliki kadar hemoglobin (komponen darah
pengikat oksigen) yang lebih tinggi.
(b). kondisi pembuluh darah yang menyempit akibat
penumpukan kolesterol atau plak (aterosklerosis) dimana dengan menyempitnya diameter
pembuluh darah otomatis membuat volume darah yang melewatinya lebih sedikit, padahal,
darah itulah yang bertugas membawa oksigen.
Kedua faktor itu
menyebabkan pasokan oksigen berkurang pada saat otot jantung membutuhkan lebih
banyak oksigen.
Otak
kekurangan oksigen
Terjadi gap antara demand
dan suplai kebutuhan akan oksigen, seperti otak yang hanya selama 4 menit
saja tidak mendapat pasokan oksigen maka sudah bisa menimbulkan kematian sel-selnya.
Kematian sel-sel
otak yang menjadi pusat pengatur kehidupan ini berakibat fatal yaitu bisa
sampai pada tingkat kematian.
Gejala : biasanya
ditandai dengan menurunnya kesadaran dan suhu tubuh jadi dingin. Kejadian ini berbeda dengan gejala serangan
jantung yang umumnya ditandai dengan nyeri dada dan gangguan irama jantung (menurunnya
kesadaran).
Tindakan : Pertolongan
awal yang bisa diberikan adalah resusitasi jantung-paru (cardiopulmonary
resutitation/CPR), yaitu kombinasi menekan/ memijat bagian jantung dan
pemberian bantuan napas dari mulut ke mulut.
Akibat
plak yang lepas
Penyebab tersering
kematian mendadak adalah serangan jantung yang diakibatkan oleh lepasnya
timbunan plak dari tempelannya di dinding pembuluh darah jantung (koroner).
Mekanismenya,
aktivitas fisik yang berat memicu lepasnya plak dari dinding arteri koroner
yang kemudian menimbulkan sumbatan pada pembuluh darah koroner utama yang melayani
otot-otot jantung, akibatnya otot-otot jantung tidak mendapatkan aliran darah
yang cukup sehingga terjadi kerusakan. Apabila kerusakan otot-otot jantung yang
terjadi luas, dapat menyebabkan jantung berhenti berfungsi.
Lansia
dan olah raga berat
Kembali lagi kepada
masalah mendaki gunung dan lansia, pada prinsipnya boleh saja melakukan semua
olahraga yang intensitasnya berat jenis apa pun termasuk mendaki gunung asalkan
sehat.
Lansia jangan
dilarang berolahraga, nanti dia menjadi cepat jompo, seperti di luar negeri
banyak orang yang telah berusia 80 tahun ke atas masih ikut lari maraton, ujar
spesialis kedokteran olahraga , Hario Tilarso, dari RS Premier Bintaro,
Tangerang, di Jakarta (24/4).
Organ
lansia
Menuanya usia,
otomatis akan membuat badan melemah, koordinasi otot, refleks, dan stamina
berkurang, tidak seperkasa ketika usia masih muda. Namun, bagi lansia yang masih berhasrat untuk
melakukan olahraga yang menuntut olah fisik yang berat, sebetulnya masih bisa
ditoleransi, asalkan sebelumnya yang bersangkutan melakukan pemeriksaan
kesehatan (general chek-up) lebih dahulu dengan waktu yang tidak
berjauhan dengan jadwal pelaksanaan aktivitas berat itu.
Tujuannya adalah memastikan
bahwa kondisi tubuh kita memang siap, mengingat banyak gangguan kesehatan yang
tidak menunjukkan gejala. Dengan general check-up, kondisi jantung,
paru, dan organ lain bisa diketahui, atau paling tidak konsultasikan terlebih
dulu rencana aktivitas fisik berat yang akan dilakukan dengan dokter.
Persiapan
fisik
Selain general
check-up, hal penting lain yang perlu dilakukan ialah mempersiapkan fisik.
(a). Aklimatisasi
Aklimatisasi, yaitu
mempersiapkan diri menghadapi kondisi atau medan yang akan dihadapi. Jenis
persiapan ini disesuaikan dengan jenis aktivitas atau olahraga yang hendak
dijalani, seperti ketika akan mendaki gunung, biasakan melakukan gerakan
mendaki, bukan sekedar joging.
(b). Perlu dipertimbangkan kapan terakhir kali melakukan
aktifitas berat (misalnya mendaki gunung), jika selang waktu terlalu lama -
misalnya lebih dari dua bulan - aklimatisasi tetap diperlukan, sebab, bisa jadi
selama selang waktu tersebut telah terjadi penurunan kondisi fisik.
Keluhan
Tubuh
Ringan
Ketika menjalani
aktivitas fisik yang berat, kerap kali tubuh mengalami kelelahan dimana
biasanya tubuh akan 'mengeluh' dengan beragam isyarat yang bermunculan,
Isyarat-isyarat itu
tidak boleh diabaikan dan beristirahatlah atau hentikan dulu aktivitas yang
melelahkan itu.
Gejala : kelelahan
fisik yang ringan umumnya hanya berdampak pada pegal-pegal di otot yang melakukan
kerja dan akan berkurang dengan istirahat sejenak.
Berat
Ketika kelelahan
ditandai dengan gemetar, keluarnya keringat dingin, wajah pucat, napas
tersengal-sengal, dan
meningkatnya
frekuensi denyut nadi, hal ini perlu diwaspadai, sebab tanda-tanda ini
menunjukkan beban tubuh sudah melampaui kapasitasnya. Jika tubuh tetap
dipaksakan meneruskan aktivitas fisik, bisa berdampak buruk pada organ tubuh
vital seperti jantung dan paru-paru.
Sebagai contoh :
(1). Saat napas tersengal-sengal, napas menjadi lebih
cepat yaitu untuk memenuhi tuntutan tambahan oksigen bagi tubuh, namun pada
saat hembusan napas terjadi lebih cepat, karbon dioksida (hasil metabolisme)
yang keluar melalui udara pernapasan juga lebih banyak sehingga kadarnya dalam darah
menjadi lebih rendah.
Oleh otak, itu bisa
dianggap sebagai sinyal bahwa tubuh telah mendapat kecukupan oksigen. Otak pun
menginstruksikan agar organ pernapasan berhenti bekerja, akibatnya justru bisa
terjadi henti napas.
(b). Keluarnya cairan dalam jumlah besar melalui
keringat berpotensi membuat tubuh dehidrasi dan juga menyebabkan perubahan
kadar asam basa cairan tubuh. Kondisi itu memengaruhi metabolisme dan kerja
organ-organ penting.
Medical
check-up
Terlepas dari ada
tidaknya riwayat sakit jantung, setiap orang berpotensi memiliki plak pada
dinding pembuluh darahnya yang jumlah, besar dan kerentanannya untuk lepas
berbeda-beda.
Riset epidemiologi
menyebutkan laki-laki berusia 50 tahun ke atas adalah kelompok yang rentan
terhadap penyakit akibat timbunan plak aterosklerosis.
Di sisnilah
pentingnya medical check-up untuk memprediksi kondisi pembuluh darah
jantung secara akurat.
Denyut
nadi
Cara yang termudah untuk
mendeteksi kelelahan, yaitu selain dengan memperhatikan gejalanya juga dengan
menghitung denyut nadi yang normalnya adalah 60-90 kali per menit. Bila
melampaui nilai itu, kurangi intensitas aktivitas!
Keterangan
gambar : sebagai ilustrasi yang diambil dari internet
Sumber : disarikan dan diedit dari artikel dan
tulisan pada Media Indonesia tgl. 25 April 2012.Topik lain selanjutnya : Bagian 2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar