Minggu, 03 Juni 2012

Apa Kata Dokter? (1) : Jantung, Kelelahan yang Memicu Kematian


Kelelahan yang berat bisa memicu gangguan jantung.

Terlepas dari kematian sebagai bagian dari takdir yang ditetapkan Tuhan, ada sejumlah analisis terhadap meninggalnya Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Wamen ESDM) Widjajono Partowidagdo saat mendaki Gunung Tambora, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, Sabtu (21/4/2012) dalam usianya yang menginjak 61 tahun, adalah diduga perpaduan faktor kelelahan dan kondisi lingkungan dengan tekanan oksigen di udara yang rendah telah memicu gangguan jantung.
Meski tidak memiliki catatan medis yang buruk, sejatinya keterkaitan kelelahan dan munculnya gangguan jantung tiba-tiba sangatlah erat.
Dokter spesialis jantung Siloam Hospitals Lippo Karawaci, Tangerang, Antonia Anna Lukito menjelaskan sebagai berikut :

Pasokan oksigen dalam tubuh
(1).  Saat tubuh melakukan aktivitas berat maka tubuh memerlukan pasokan oksigen lebih banyak, untuk hal itu jantung harus bekerja ekstra keras dan harus berdenyut lebih kencang untuk memompa darah lebih banyak ke organ-organ tubuh yang terlibat dalam aktivitas itu.
(2).  Kondisi tersebut membuat otot-otot jantung membutuhkan lebih banyak oksigen dari darah.
Bila kebutuhan itu tercukupi, jantung akan berfungsi normal, namun, beberapa faktor bisa menghalangi suplai oksigen

Suplai oksigen terhambat
Faktor-faktor yang bisa menghalangi suplai oksigen
(a). kondisi lingkungan, di dataran tinggi tekanan oksigen di udara lebih kecil jika dibandingkan dengan kondisi di dataran rendah hal ini menyulitkan darah di paru mengikat oksigen dari udara.  Bagi orang-orang yang terbiasa hidup di dataran tinggi hal ini tidak masalah karena mereka telah beradaptasi, mereka memiliki kadar hemoglobin (komponen darah pengikat oksigen) yang lebih tinggi.
(b).  kondisi pembuluh darah yang menyempit akibat penumpukan kolesterol atau plak (aterosklerosis) dimana dengan menyempitnya dia­meter pembuluh darah otomatis mem­buat volume darah yang melewatinya lebih sedikit, padahal, darah itulah yang bertugas membawa oksigen.
Kedua faktor itu menyebabkan pa­sokan oksigen berkurang pada saat otot jantung membutuhkan lebih banyak oksigen.

Otak kekurangan oksigen
Terjadi gap antara demand dan suplai kebutuhan akan oksigen, seperti otak yang hanya selama 4 menit saja tidak mendapat pasokan oksigen maka sudah bisa  menimbulkan kematian sel-selnya.
Kematian sel-sel otak yang menjadi pusat pengatur kehidupan ini berakibat fatal yaitu bisa sampai pada tingkat kematian.
Gejala : biasanya ditandai dengan menurunnya kesadaran dan suhu tubuh jadi dingin.  Kejadian ini berbeda dengan gejala serangan jantung yang umumnya ditandai dengan nyeri dada dan gangguan irama jantung (menurunnya kesadaran).
Tindakan : Pertolongan awal yang bisa diberikan adalah resusitasi jantung-paru (cardiopulmonary resutitation/CPR), yaitu kombinasi menekan/ memijat bagian jantung dan pemberian bantuan napas dari mulut ke mulut.

Akibat plak yang lepas
Penyebab tersering kematian mendadak adalah serangan jantung yang diakibatkan oleh lepasnya timbunan plak dari tempelannya di dinding pembuluh darah jantung (koroner).
Mekanismenya, aktivitas fisik yang berat memicu lepasnya plak dari dinding arteri koroner yang kemudian menimbulkan sumbatan pada pembuluh darah koroner utama yang melayani otot-otot jantung, akibatnya otot-otot jantung tidak mendapatkan aliran darah yang cukup sehingga terjadi kerusakan. Apabila kerusakan otot-otot jantung yang terjadi luas, dapat menyebabkan jantung berhenti berfungsi.

Lansia dan olah raga berat
Kembali lagi kepada masalah mendaki gunung dan lansia, pada prinsipnya boleh saja melakukan semua olahraga yang intensitasnya berat jenis apa pun termasuk mendaki gunung asalkan sehat.
Lansia jangan dilarang berolahraga, nanti dia menjadi cepat jompo, seperti di luar negeri banyak orang yang telah berusia 80 tahun ke atas masih ikut lari maraton, ujar spesialis kedokteran olahraga , Hario Tilarso, dari RS Premier Bintaro, Tangerang, di Jakarta (24/4).

Organ lansia
Menuanya usia, otomatis akan membuat badan melemah, koordinasi otot, refleks, dan stamina berkurang, tidak seperkasa ketika usia masih muda.  Namun, bagi lansia yang masih berhasrat untuk melakukan olahraga yang menuntut olah fisik yang berat, sebetulnya ma­sih bisa ditoleransi, asalkan sebelumnya yang bersangkutan melakukan pemeriksaan kesehatan (general chek-up) lebih dahulu dengan waktu yang tidak berjauhan dengan jadwal pelaksanaan aktivitas berat itu.
Tujuannya adalah memastikan bahwa kondisi tubuh kita memang siap, mengingat banyak gangguan kesehatan yang tidak menunjukkan gejala. Dengan general check-up, kondisi jantung, paru, dan or­gan lain bisa diketahui, atau paling tidak konsultasikan terlebih dulu rencana aktivitas fisik berat yang akan dilakukan dengan dokter.

Persiapan fisik
Selain general check-up, hal penting lain yang perlu dilakukan ialah mempersiapkan fisik.
(a). Aklimatisasi
Aklimatisasi, yaitu mempersiapkan diri menghadapi kondisi atau medan yang akan dihadapi. Jenis persiapan ini disesuaikan dengan jenis aktivitas atau olahraga yang hendak dijalani, seperti ketika akan mendaki gunung, biasakan melakukan gerakan mendaki, bukan sekedar joging.
(b).  Perlu dipertimbangkan kapan terakhir kali melakukan aktifitas berat (misalnya mendaki gunung), jika selang waktu terlalu lama - misalnya lebih dari dua bulan - aklimatisasi tetap diperlukan, sebab, bisa jadi selama selang waktu tersebut telah terjadi penurunan kondisi fisik.

Keluhan Tubuh
Ringan
Ketika menjalani aktivitas fisik yang berat, kerap kali tubuh mengalami kelelahan dimana biasanya tubuh akan 'mengeluh' dengan beragam isyarat yang bermunculan,
Isyarat-isyarat itu tidak boleh diabaikan dan beristirahatlah atau hentikan dulu aktivitas yang melelahkan itu.
Gejala : kelelahan fisik yang ringan umumnya hanya berdampak pada pegal-pegal di otot yang melaku­kan kerja dan akan berkurang dengan istirahat sejenak.
Berat
Ketika kelelahan ditandai dengan gemetar, keluarnya keringat dingin, wajah pucat, napas tersengal-sengal, dan
meningkatnya frekuensi denyut nadi, hal ini perlu diwaspadai, sebab tanda-tanda ini menunjukkan beban tubuh sudah melampaui kapasitasnya. Jika tubuh tetap dipaksakan meneruskan aktivitas fisik, bisa ber­dampak buruk pada organ tubuh vital seperti jantung dan paru-paru.
Sebagai contoh :
(1).  Saat napas tersengal-sengal, napas menjadi lebih cepat yaitu untuk memenuhi tuntutan tambahan oksigen bagi tubuh, namun pada saat hembusan napas terjadi lebih cepat, karbon dioksida (hasil metabolisme) yang keluar melalui udara pernapasan juga lebih banyak sehingga kadarnya dalam darah menjadi lebih rendah.
Oleh otak, itu bisa dianggap sebagai sinyal bahwa tubuh telah mendapat kecukupan oksigen. Otak pun menginstruksikan agar organ pernapasan berhenti bekerja, akibatnya justru bisa terjadi henti napas.
(b).  Keluarnya cairan dalam jumlah besar melalui keringat berpotensi membuat tubuh dehidrasi dan juga menyebabkan perubahan kadar asam basa cairan tubuh. Kondisi itu memengaruhi metabolisme dan kerja organ-organ penting.

Medical check-up
Terlepas dari ada tidaknya riwayat sakit jantung, setiap orang berpotensi memiliki plak pada dinding pembuluh darahnya yang jumlah, besar dan kerentanannya untuk lepas berbeda-beda.
Riset epidemiologi menyebutkan laki-laki berusia 50 tahun ke atas adalah kelompok yang rentan terhadap penyakit akibat timbunan plak aterosklerosis.
Di sisnilah pentingnya medical check-up untuk memprediksi kondisi pembuluh darah jantung secara akurat.

Denyut nadi
Cara yang termudah untuk mendeteksi kelelahan, yaitu selain dengan memperhatikan gejalanya juga dengan menghitung denyut nadi yang normalnya adalah 60-90 kali per menit. Bila melampaui nilai itu, kurangi intensitas aktivitas!

Keterangan gambar : sebagai ilustrasi yang diambil dari internet
Sumber : disarikan dan diedit dari artikel dan tulisan pada Media Indonesia tgl. 25 April 2012.

Topik lain selanjutnya : Bagian 2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar