Senin, 11 Juni 2012

Lima Tantangan Ekonomi Dunia 2012


Oleh : Bambang Prijambodo - Direktur Perencanaan Makro Bappenas
Pada tahun 2012 ekonomi dunia dihadapkan pada lima tantangan pokok, yaitu krisis utang Eropa, perlambatan ekonomi dunia, perubahan iklim dan bencana alam, krisis politik di Timur Tengah dan Afrika Utara, serta harga pangan dan energi.

Upaya penyeragaman fiskal serta pemberian pinjaman Bank Sentral Eropa (ECB) 489 miliar euro kepada perbankan Eropa pascapaket menyeluruh akhir November 2011 belum meredakan kekhawatiran terhadap krisis utang Eropa. Sinyal kuat bahwa Eropa mampu keluar dari krisis utang belum muncul.
Utang yang besar, risiko menjalar yang cepat, komitmen reformasi dan langkah konkret yang lamban, kemampuan membayar yang lemah, serta kegagalan koordinasi dan sentimen yang tinggi belum mampu diredakan (lihat ”Krisis Utang Eropa Tetap Berat”, Kompas, 5 Desember 2011).
Kekhawatiran bahkan tak saja terpusat pada Yunani, tetapi melebar pada negara yang berpotensi menimbulkan krisis keuangan global lebih besar, seperti Italia dan Spanyol. Perkembangan terakhir PDB triwulan III- 2011, ekonomi Yunani dan Irlandia turun 5,2 persen dan 0,1 persen (y-o-y). Ekonomi Italia juga turun 0,2 persen (q-t-q) dan diperkirakan mengalami resesi triwulan IV-2011. Pada 2012, ekonomi zona euro diperkirakan resesi. Polling The Economist Desember 2011 memperkirakan ekonomi zona euro 2012 turun 0,3 persen dari prediksi bulan sebelumnya yang diperkirakan tumbuh positif 0,4 persen. Imbal hasil surat utang Yunani per 23 Desember 2011 masih sangat tinggi (29,0 persen). Untuk Italia dan Spanyol 6,9 dan 5,3 persen.
Solusi mendasar bagi penyelesaian krisis utang Eropa juga belum tampak nyata. Penyesuaian struktural yang diperlukan agar pemulihan tetap berlangsung ketika defisit anggaran dan utang pemerintah harus ditekan, tak terlalu kuat. Tahun 2012 merupakan periode menentukan bagi keberlangsungan zona euro.
Jika kecepatan penyesuaian struktural lebih lambat dari kontraksi ekonomi akibat pengetatan fiskal serta langkah konkret lain tak mampu mengatasi penurunan tingkat kepercayaan yang terjadi, krisis keuangan global yang mendorong resesi global diperkirakan terulang lagi.
Seberapa besar bahaya krisis keuangan global yang disebabkan oleh krisis utang Eropa? Sulit dipastikan. Apabila krisis keuangan global hanya dipicu utang Yunani, dampaknya di atas kertas lebih kecil dari krisis keuangan Lehman Brothers 2008. Bolong neraca Lehman sebelum krisis 613 miliar dollar AS, sedangkan utang Pemerintah Yunani 2010 sebesar 435 miliar dollar AS. Namun, jika krisis ini meluas dan mendorong Italia gagal bayar dengan utangnya yang 2,44 triliun dollar AS, krisis utang Eropa berpotensi lebih berbahaya baik terhadap stabilitas keuangan global maupun pemulihan ekonomi dunia. Lembaga pemeringkat Fitch Ratings memperkirakan pasar uang AS mempunyai keterpaparan langsung yang cukup besar terhadap perbankan Eropa.
Logika yang disampaikan mantan PM Inggris, Gordon Brown, pada 2011 di China cukup beralasan. Apabila krisis keuangan Lehman hanya mencakup utang swasta, krisis Eropa melibatkan utang pemerintah dan perbankan. Pemulihan ekonomi dunia juga diperkirakan perlu waktu lebih lama. Negara-negara maju tak punya ruang yang luas lagi untuk ekspansi fiskal apabila resesi global terjadi kembali.
Koordinasi langkah penanganan dalam menghadapi kemungkinan krisis keuangan global antara lain melalui G-20 juga tak terlihat sekuat sebelumnya. Satu-satunya faktor yang memperkecil risiko krisis keuangan global adalah unsur predictability. Tak seperti krisis Lehman yang keterkaitan utangnya sebelumnya tak terlihat, krisis utang Eropa yang merupakan utang pemerintah lebih transparan sehingga sudah diantisipasi jauh sebelumnya.

Pertumbuhan melambat
Kalaupun krisis keuangan global dapat dicegah, pertumbuhan ekonomi dunia 2012 dipastikan melambat lebih besar dari perkiraan. Eropa diperkirakan mengalami resesi di 2012. Terdapat perbaikan tingkat kepercayaan di AS dengan pengangguran menurun menjadi 8,6 persen pada November 2011 dan tingkat kepercayaan konsumen secara musiman membaik menjelang akhir tahun. Tetapi sumber pertumbuhan masih rentan.
Pada triwulan III-2011, konsumsi masyarakat, investasi swasta, dan ekspor melambat masing-masing menjadi 2,0 persen, 1,0 persen, dan 6,0 persen (y-o-y). Pengeluaran pemerintah turun semakin besar (2,4 persen, y-o-y).
Harapan terletak pada Asia meski dipastikan tidak sekuat sebelumnya. Jepang diperkirakan tumbuh di atas 2 persen. Dorongan ekonomi China dan India (total menyumbang 13,2 persen terhadap PDB dunia) juga diperkirakan tak sekuat sebelumnya. Ekonomi China dan India melambat secara bertahap sejak triwulan III-2010 dan hanya tumbuh 9,1 persen dan 6,9 persen pada triwulan III-2011 (y-o-y).
Belum melambat seperti triwulan terakhir 2008, tetapi kecenderungan ini menunjukkan Asia tak kebal dari penurunan yang terjadi di Eropa dan kerentanan pemulihan ekonomi di AS. Ekspor dan impor China sejak Agustus 2011 menurun meski belum pada tingkat terendah seperti 2008. Investasi langsung di China juga mulai menurun.
Terdapat kekhawatiran bahwa ekonomi China akan mengalami krisis besar akibat gelembung ekonomi dan kesehatan perbankan yang diragukan selama ini. Namun, risiko ini kemungkinan tak besar. Cadangan devisa China yang besar (3,2 triliun dollar AS) serta ketahanan fiskal yang kuat akan mampu mencegah kemungkinan krisis mata uang dan perbankan serta memungkinkan China melakukan ekspansi fiskal untuk menjaga momentum pertumbuhannya.
Proyeksi IMF September 2011, ekonomi dunia 2012 akan tumbuh pada tren jangka panjang 4 persen. Suatu tingkat pertumbuhan ekonomi dunia yang normal, tidak baik, juga tidak terlalu buruk. Dengan perkembangan triwulan terakhir 2011, pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan lebih rendah. Meski tidak diturunkan jadi 2,5 persen (batas pertumbuhan di mana ekonomi dunia dikatakan mengalami resesi), perekonomian dunia 2012 tak secerah 2010 dan 2011.

Krisis politik
Risiko krisis politik di Timteng dan Afrika Utara pada 2012 tak boleh diremehkan meski pada 2011 tak membahayakan perekonomian dunia. Benturan antara tuntutan demokrasi dan budaya kesukuan serta rigiditas pemerintahan tetap menjadikan kawasan Timteng dan Afrika Utara rawan konflik internal.
Krisis selanjutnya dapat berasal dari kekhawatiran terhadap pembangunan instalasi nuklir Iran. Apabila serangan militer Israel, sebagaimana pernyataan Tel Aviv awal November 2012, dilakukan terhadap Iran, dampaknya diperkirakan cukup besar terhadap ekonomi dunia. Gambaran ini diungkapkan Menteri Pertahanan AS. Meski tak dirinci, serangan militer ke Iran dapat mengakibatkan gejolak harga minyak mentah dunia dengan jalur pelayaran di kawasan Teluk yang tidak lagi aman. Risiko juga dapat meluas apabila serangan militer mengundang dukungan negara-negara Arab lain serta melibatkan Rusia dan China baik secara langsung maupun tidak.
Krisis politik lain dapat berasal dari kegagalan proses transisi di Korea Utara sepeninggal Kim Jong Il. Secara keseluruhan krisis politik 2012 belum pada tahap mengkhawatirkan meski berisiko lebih besar dari 2011. Ini menuntut penyelesaian mendasar dengan mendorong peran aktif PBB, AS, China, Rusia, serta forum di berbagai kawasan dalam menjaga stabilitas politik dunia.

Iklim dan bencana alam
Perubahan iklim dan bencana alam diperkirakan memengaruhi kondisi ekonomi dunia 2012 dan seterusnya. Rentetan bencana alam yang cukup besar sejak awal 2011 antara lain terjadi di Selandia Baru, Jepang, Turki, Thailand, dan terakhir di Filipina, mengindikasikan risiko bencana yang makin banyak, makin luas, makin besar, dan makin sulit diperkirakan (lihat ”Teguran Keras Pemanasan Global”, Kompas, 19 Desember 2011).
Perubahan iklim dan bencana alam berpengaruh terhadap rantai produksi ekonomi dunia. Transmisinya segera terasa kepada kegiatan ekonomi dunia. Meski tak berpotensi mengakibatkan resesi ekonomi dunia, perubahan iklim dan bencana alam dapat berpengaruh besar pada perekonomian negara dan kesejahteraan rakyat negara bersangkutan. Juga dibutuhkan waktu cukup lama untuk memulihkannya.

Harga pangan dan energi
Perubahan iklim dan krisis politik Timteng dan Afrika Utara diperkirakan akan mengakibatkan harga pangan dan energi tetap tinggi meski harga komoditas non-energi, terutama bahan baku industri, menurun bertahap sejak awal 2011 oleh sinyal perlambatan ekonomi dunia. Banjir di Thailand ikut mendorong harga beras yang Juli 2010 masih 440 dollar AS menjadi sekitar 600 dollar AS per ton November 2011. Pasar beras internasional 2011 diselamatkan dari bencana banjir Thailand antara lain oleh tak adanya lonjakan permintaan seperti dari Filipina 2008. Harga beras Thailand Mei dan Juni 2008 sempat melonjak hingga sekitar 900 dollar AS per ton.
Harga pangan dunia 2012 dihadapkan pada risiko gangguan produksi di negara-negara penghasil pangan terbesar serta lonjakan permintaan di negara-negara berpenduduk besar. Harga rata-rata minyak mentah dunia tetap berfluktuasi rata-rata di atas 100 dollar AS per barrel sejak Maret 2011 meski sinyal perlambatan ekonomi dunia cukup kuat. Data terakhir yang dipublikasikan Energy Information Administration mengindikasikan penurunan produksi minyak mentah Iran dapat ditutup oleh peningkatan produksi di Libya.
Tetapi tidak terlihat peningkatan produksi OPEC yang cukup besar 2012. Ini kemungkinan terkait upaya OPEC menjaga harga minyak mentah pada tingkat 100 dollar AS per barrel. Gambaran peningkatan produksi non OPEC 2012 juga tak setinggi 2011 kecuali untuk kawasan Amerika Lain dan sedikit peningkatan di Laut Utara.
Secara keseluruhan, risiko ke bawah (downside risk) ekonomi dunia 2012 tetap besar. Perlu langkah cepat, tepat, dan konkret di tingkat global untuk mengatasi krisis utang Eropa, meredakan ketegangan politik di beberapa kawasan penting dunia, serta menyiapkan diri terhadap perubahan iklim dan bencana alam.

Keterangan gambar : sebagai ilustrasi (tambahan) yang diambil dari internet.
Sumber : tekno.kompas.com/read/2011/12/30

Tidak ada komentar:

Posting Komentar