Oleh : Bambang Prijambodo
- Direktur Perencanaan Makro Bappenas
Pada tahun 2012
ekonomi dunia dihadapkan pada lima tantangan pokok, yaitu krisis utang Eropa,
perlambatan ekonomi dunia, perubahan iklim dan bencana alam, krisis politik di
Timur Tengah dan Afrika Utara, serta harga pangan dan energi.
Upaya penyeragaman
fiskal serta pemberian pinjaman Bank Sentral Eropa (ECB) 489 miliar euro kepada
perbankan Eropa pascapaket menyeluruh akhir November 2011 belum meredakan
kekhawatiran terhadap krisis utang Eropa. Sinyal kuat bahwa Eropa mampu keluar dari
krisis utang belum muncul.
Utang yang besar,
risiko menjalar yang cepat, komitmen reformasi dan langkah konkret yang lamban,
kemampuan membayar yang lemah, serta kegagalan koordinasi dan sentimen yang
tinggi belum mampu diredakan (lihat ”Krisis Utang Eropa Tetap Berat”, Kompas, 5
Desember 2011).
Kekhawatiran bahkan
tak saja terpusat pada Yunani, tetapi melebar pada negara yang berpotensi
menimbulkan krisis keuangan global lebih besar, seperti Italia dan Spanyol.
Perkembangan terakhir PDB triwulan III- 2011, ekonomi Yunani dan Irlandia turun
5,2 persen dan 0,1 persen (y-o-y). Ekonomi Italia juga turun 0,2 persen (q-t-q)
dan diperkirakan mengalami resesi triwulan IV-2011. Pada 2012, ekonomi zona
euro diperkirakan resesi. Polling The Economist Desember 2011 memperkirakan
ekonomi zona euro 2012 turun 0,3 persen dari prediksi bulan sebelumnya yang
diperkirakan tumbuh positif 0,4 persen. Imbal hasil surat utang Yunani per 23
Desember 2011 masih sangat tinggi (29,0 persen). Untuk Italia dan Spanyol 6,9
dan 5,3 persen.
Solusi mendasar
bagi penyelesaian krisis utang Eropa juga belum tampak nyata. Penyesuaian struktural
yang diperlukan agar pemulihan tetap berlangsung ketika defisit anggaran dan
utang pemerintah harus ditekan, tak terlalu kuat. Tahun 2012 merupakan periode
menentukan bagi keberlangsungan zona euro.
Jika kecepatan
penyesuaian struktural lebih lambat dari kontraksi ekonomi akibat pengetatan
fiskal serta langkah konkret lain tak mampu mengatasi penurunan tingkat
kepercayaan yang terjadi, krisis keuangan global yang mendorong resesi global
diperkirakan terulang lagi.
Seberapa besar
bahaya krisis keuangan global yang disebabkan oleh krisis utang Eropa? Sulit
dipastikan. Apabila krisis keuangan global hanya dipicu utang Yunani, dampaknya di
atas kertas lebih kecil dari krisis keuangan Lehman Brothers 2008.
Bolong neraca Lehman sebelum krisis 613 miliar dollar AS, sedangkan utang
Pemerintah Yunani 2010 sebesar 435 miliar dollar AS. Namun, jika krisis ini
meluas dan mendorong Italia gagal bayar dengan utangnya yang 2,44 triliun
dollar AS, krisis utang Eropa berpotensi lebih berbahaya baik terhadap stabilitas
keuangan global maupun pemulihan ekonomi dunia. Lembaga pemeringkat Fitch
Ratings memperkirakan pasar uang AS mempunyai keterpaparan langsung yang cukup
besar terhadap perbankan Eropa.
Logika yang
disampaikan mantan PM Inggris, Gordon Brown, pada 2011 di China cukup
beralasan. Apabila krisis keuangan Lehman hanya mencakup utang swasta, krisis
Eropa melibatkan utang pemerintah dan perbankan. Pemulihan ekonomi
dunia juga diperkirakan perlu waktu lebih lama. Negara-negara maju tak punya
ruang yang luas lagi untuk ekspansi fiskal apabila resesi global terjadi
kembali.
Koordinasi langkah
penanganan dalam menghadapi kemungkinan krisis keuangan global antara lain
melalui G-20 juga tak terlihat sekuat sebelumnya. Satu-satunya faktor yang
memperkecil risiko krisis keuangan global adalah unsur predictability. Tak
seperti krisis Lehman yang keterkaitan utangnya sebelumnya tak terlihat, krisis
utang Eropa yang merupakan utang pemerintah lebih transparan sehingga sudah
diantisipasi jauh sebelumnya.
Pertumbuhan
melambat
Kalaupun krisis
keuangan global dapat dicegah, pertumbuhan ekonomi dunia 2012 dipastikan
melambat lebih besar dari perkiraan. Eropa diperkirakan mengalami resesi di
2012. Terdapat perbaikan tingkat kepercayaan di AS dengan pengangguran menurun
menjadi 8,6 persen pada November 2011 dan tingkat kepercayaan konsumen secara
musiman membaik menjelang akhir tahun. Tetapi sumber pertumbuhan masih rentan.
Pada triwulan
III-2011, konsumsi masyarakat, investasi swasta, dan ekspor melambat
masing-masing menjadi 2,0 persen, 1,0 persen, dan 6,0 persen (y-o-y).
Pengeluaran pemerintah turun semakin besar (2,4 persen, y-o-y).
Harapan terletak
pada Asia meski dipastikan tidak sekuat sebelumnya. Jepang diperkirakan tumbuh di
atas 2 persen. Dorongan ekonomi China dan India (total menyumbang 13,2 persen
terhadap PDB dunia) juga diperkirakan tak sekuat sebelumnya. Ekonomi China dan
India melambat secara bertahap sejak triwulan III-2010 dan hanya tumbuh 9,1
persen dan 6,9 persen pada triwulan III-2011 (y-o-y).
Belum melambat seperti
triwulan terakhir 2008, tetapi kecenderungan ini menunjukkan Asia tak kebal
dari penurunan yang terjadi di Eropa dan kerentanan pemulihan ekonomi di AS.
Ekspor dan impor China sejak Agustus 2011 menurun meski belum pada tingkat
terendah seperti 2008. Investasi langsung di China juga mulai menurun.
Terdapat
kekhawatiran bahwa ekonomi China akan mengalami krisis besar akibat gelembung
ekonomi dan kesehatan perbankan yang diragukan selama ini. Namun, risiko ini
kemungkinan tak besar. Cadangan devisa China yang besar (3,2 triliun dollar AS)
serta ketahanan fiskal yang kuat akan mampu mencegah kemungkinan krisis mata
uang dan perbankan serta memungkinkan China melakukan ekspansi fiskal untuk
menjaga momentum pertumbuhannya.
Proyeksi IMF
September 2011, ekonomi dunia 2012 akan tumbuh pada tren jangka panjang 4
persen. Suatu tingkat pertumbuhan ekonomi dunia yang normal, tidak baik, juga
tidak terlalu buruk. Dengan perkembangan triwulan terakhir 2011,
pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan lebih rendah. Meski tidak diturunkan
jadi 2,5 persen (batas pertumbuhan di mana ekonomi dunia dikatakan mengalami
resesi), perekonomian dunia 2012 tak secerah 2010 dan 2011.
Krisis
politik
Risiko krisis
politik di Timteng dan Afrika Utara pada 2012 tak boleh diremehkan meski pada
2011 tak membahayakan perekonomian dunia. Benturan antara tuntutan demokrasi
dan budaya kesukuan serta rigiditas pemerintahan tetap menjadikan kawasan
Timteng dan Afrika Utara rawan konflik internal.
Krisis selanjutnya
dapat berasal dari kekhawatiran terhadap pembangunan instalasi nuklir Iran. Apabila
serangan militer Israel, sebagaimana pernyataan Tel Aviv awal November 2012,
dilakukan terhadap Iran, dampaknya diperkirakan cukup besar terhadap
ekonomi dunia. Gambaran ini diungkapkan Menteri Pertahanan AS. Meski tak
dirinci, serangan militer ke Iran dapat mengakibatkan gejolak harga minyak
mentah dunia dengan jalur pelayaran di kawasan Teluk yang tidak lagi aman.
Risiko juga dapat meluas apabila serangan militer mengundang dukungan
negara-negara Arab lain serta melibatkan Rusia dan China baik secara langsung
maupun tidak.
Krisis politik lain
dapat berasal dari kegagalan proses transisi di Korea Utara sepeninggal Kim
Jong Il.
Secara keseluruhan krisis politik 2012 belum pada tahap mengkhawatirkan meski
berisiko lebih besar dari 2011. Ini menuntut penyelesaian mendasar dengan
mendorong peran aktif PBB, AS, China, Rusia, serta forum di berbagai kawasan
dalam menjaga stabilitas politik dunia.
Iklim dan
bencana alam
Perubahan iklim dan
bencana alam diperkirakan memengaruhi kondisi ekonomi dunia 2012 dan
seterusnya. Rentetan bencana alam yang cukup besar sejak awal 2011 antara lain
terjadi di Selandia Baru, Jepang, Turki, Thailand, dan terakhir di Filipina,
mengindikasikan risiko bencana yang makin banyak, makin luas, makin besar, dan
makin sulit diperkirakan (lihat ”Teguran Keras Pemanasan Global”, Kompas, 19
Desember 2011).
Perubahan iklim dan
bencana alam berpengaruh terhadap rantai produksi ekonomi dunia. Transmisinya
segera terasa kepada kegiatan ekonomi dunia. Meski tak berpotensi mengakibatkan
resesi ekonomi dunia, perubahan iklim dan bencana alam dapat berpengaruh besar
pada perekonomian negara dan kesejahteraan rakyat negara bersangkutan. Juga
dibutuhkan waktu cukup lama untuk memulihkannya.
Harga pangan dan
energi
Perubahan iklim dan
krisis politik Timteng dan Afrika Utara diperkirakan akan mengakibatkan harga
pangan dan energi tetap tinggi meski harga komoditas non-energi, terutama bahan
baku industri, menurun bertahap sejak awal 2011 oleh sinyal perlambatan
ekonomi dunia. Banjir di Thailand ikut mendorong harga beras yang Juli 2010
masih 440 dollar AS menjadi sekitar 600 dollar AS per ton November 2011. Pasar
beras internasional 2011 diselamatkan dari bencana banjir Thailand antara lain
oleh tak adanya lonjakan permintaan seperti dari Filipina 2008. Harga beras
Thailand Mei dan Juni 2008 sempat melonjak hingga sekitar 900 dollar AS per
ton.
Harga pangan dunia
2012 dihadapkan pada risiko gangguan produksi di negara-negara penghasil pangan
terbesar serta lonjakan permintaan di negara-negara berpenduduk besar. Harga
rata-rata minyak mentah dunia tetap berfluktuasi rata-rata di atas 100 dollar
AS per barrel sejak Maret 2011 meski sinyal perlambatan ekonomi dunia cukup
kuat. Data terakhir yang dipublikasikan Energy Information Administration
mengindikasikan penurunan produksi minyak mentah Iran dapat ditutup oleh
peningkatan produksi di Libya.
Tetapi tidak
terlihat peningkatan produksi OPEC yang cukup besar 2012. Ini kemungkinan
terkait upaya OPEC menjaga harga minyak mentah pada tingkat 100 dollar AS per
barrel. Gambaran peningkatan produksi non OPEC 2012 juga tak setinggi 2011
kecuali untuk kawasan Amerika Lain dan sedikit peningkatan di Laut Utara.
Secara keseluruhan,
risiko ke bawah (downside risk) ekonomi dunia 2012 tetap besar. Perlu langkah
cepat, tepat, dan konkret di tingkat global untuk mengatasi krisis utang Eropa,
meredakan ketegangan politik di beberapa kawasan penting dunia, serta
menyiapkan diri terhadap perubahan iklim dan bencana alam.
Keterangan
gambar : sebagai ilustrasi (tambahan) yang diambil dari internet.
Sumber : tekno.kompas.com/read/2011/12/30
Tidak ada komentar:
Posting Komentar