Masih ingat kerusuhan yang
terjadi di Lembaga Pemasyarakatan Kerobokan,
Badung-Bali (25/6/2011, pukul 01.00).
Penulis : Windoro Adi
Menjelang
kerusuhan, tim Badan Narkotika Nasional yang dipimpin Direktur Penindakan dan
Pengejaran BNN (dulu disebut , Direktur Pemberantasan Narkotika Alami BNN)
Brigadir Jenderal Benny Joshua Mamoto mendadak datang ke lapas itu mencari
terpidana kasus sabu, Didi Riyadi, yang mantan anggota Detasemen Khusus 88 Anti terror.
Kedatangan mereka yang mendadak
pada pagi buta itu membuat sipir kaget. Benny dan timnya datang dan melihat sel di
Blok H yang dihuni Didi kosong. Mereka menemukan Didi di Blok C2 sedang
mengonsumsi sabu dan berjudi.
Ketika diminta uji urine, ia melawan.
la lalu memprovokasi para narapidana di
blok itu. Tak dinyana, mereka tersulut kepiawaian Didi dan menghunus puluhan
senjata tajam. Kerusuhan cepat meluas. Lapas dibakar.
BNN pun dikecam menyalahi
prosedur dan dicap sebagai "si pembuat onar". Namun, hal itu tak membuat BNN
surut. Setelah ikut membiayai pembangunan kembali Lapas Kerobokan, BNN
melanjutkan menggarap Bali sebagai target utama "tim siluman"-nya.
Alasannya, pasar narkoba di Bali mulai meluas, menyaingi Jakarta, serta
sudah melibatkan sebagian sipir dan organisasi massa lokal di Bali.
Sebagian anggota tim
siluman BNN ini direkrut dari Detasemen Khusus 88 Antiteror. Mereka
dilengkapi fasilitas teknologi informasi canggih serta perangkat senjata api
laras panjang dan pendek terbaru berikut perangkat perisai tubuh (body
protector). Mereka piawai menembak, memata-matai dan menyusup, lalu
menghilang. Hit and run, tangkap dan menghilang. Setelah menetapkan
target, mereka terbang ke tujuan, menangkap dan membawa para pelaku, lalu
kembali ke markas BNN di Jakarta, hari itu juga. Secara maraton, mereka
memeriksa para tersangka, mengungkap mata rantai jaringan hingga ke hulu,
kembali terbang ke sejumlah sasaran, dan melakukan penangkapan-penangkapan.
Akan tetapi, aksi mereka bukan
tanpa hambatan. Kadang mereka terhambat ke luar dari bandara untuk masuk kota karena
urusan "koordinasi" dengan aparat atau instansi setempat.
Maklum, penampilan mereka bak pasukan antiteror.
Setiap beraksi, mereka keluar
dari pesawat carteran dengan wajah tertutup masker. Mereka memakai seragam
berperisai, termasuk topi baja antipeluru serta senjata laras panjang dan
pendek. Saat mereka datang, dua sampai tiga mobil yang akan membawa mereka ke
lokasi sudah menunggu di depan apron (tempat parkir) pesawat Umumnya mereka
datang tiba-tiba di bandara pada tengah malam atau dini hari. Hal inilah yang
membuat mereka kadang dicurigai para petugas lapangan. Agar gerakan mereka tak
terhambat, elite BNN membangun rapat jaringan komunikasi dengan elite TNI, Polri,
para menteri, bahkan dengan kalangan di istana. Selain itu, setiap
menjelang tim datang, BNN telah menyebar anggotanya di kota yang hendak dituju.
Pekan lalu, mereka berencana
mengungkap jaringan baru bisnis gelap kokain dan sabu di Bali. Sayang, saat tim
siluman datang, suasana di lokasi target memanas. Dua mobil membawa mereka
kembali ke bandara. Mereka hanya membawa empat tersangka kurir yang sudah
ditangkap beberapa hari sebelumnya.
Keempat tersangka adalah HS (25),
MA (24), F (25), dan FI (30). Dari tangan F disita 528,5 gram kokain. Dari
tangan M dan H disita 704,2 gram sabu, sedangkan dari F disita 95,8 gram sabu.
Mereka ditangkap saat menerima paket narkoba tersebut.
Paket kokain disembunyikan di antara
178 kancing tujuh gaun. Kokain disimpan di antara rongga kancing yang terbuat
dari logam. Setelah ke-178 kancing dicongkel, petugas mengumpulkan dan
menimbang kokain yang berat seluruhnya 528,5 gram. Nilai kokain itu diduga
mencapai Rp 2 miliar.
Paket kokain datang dari India
dan hendak dikirim ke Denpasar lewat Jakarta. Sejak paket tiba di Bandara
Soekarno-Hatta, Cengkareng, Banten, paket sudah diawasi tim BNN. Saat F,
pemuda asal Kediri itu, mengambil paket tersebut di kantor FedEx di Jalan Bebas
Hambatan Ngurah Rai (8/3) pukul 13.00 waktu setempat ia ditangkap.
Pada hari yang sama dua jam
sebelumnya tim BNN menangkap H dan A (MA), dua pemuda asal Banyuwangi Jawa
Timur, di Jalan Pulau Moyo, Kelurahan Pedungan, Denpasar Selatan. Keduanya
ditangkap saat menerima paket alat pemijat kaki dari perusahaan pengiriman
paket UPS. Sebanyak 704,2 gram sabu asal Thailand itu disembunyikan di balik
alat pemijat kaki.
Sehari sebelumnya tim menangkap F,
pemuda asal Padalarang Jawa Barat yang mengaku baru sepekan tinggal di
Denpasar. la ditangkap saat mengambil paket dua dus berisi DVD. Setelah paket
dibongkar, petugas menemukan 95,8 gram sabu.
Keempat tersangka dibawa menuju
pesawat dengan mata tertutup. Saat tiba di Jakarta, Sabtu pukul 02.00, mereka
dibawa ke markas BNN dengan kawalan ketat tim siluman.
Saat Benny dihubungi kembali,
Sabtu malam, ia dan tim silumannya sudah terbang ke tiga lokasi lain yang masih
dirahasiakan. Belakangan, ia merasa lebih bersemangat setelah Kementerian Hukum
dan Hak Asasi Manusia membantu BNN membersihkan lapas dari bisnis gelap sabu.
la mengatakan, kalau semua pihak
bekerja keras, target Indonesia bebas dari narkoba tahun 2015 bisa tercapai.
Keterangan
gambar : sebagai ilustrasi yang diambil dari internet
Sumber :
Kompas tgl. 13 Maret 2012
kenapa para bandar dan pengedar narkoba tidak ditembak saja seperti densus menangani "terduga teroris"? katanya search & destroy?
BalasHapus