Senin, 21 Mei 2012

Narkotika : Bali Jadi Target "Tim Siluman" BNN


Masih ingat kerusuhan yang terjadi di Lembaga Pemasyarakatan Kerobokan, Badung-Bali (25/6/2011, pukul 01.00). 

Penulis : Windoro Adi

Menjelang kerusuhan, tim Badan Narkotika Nasional yang dipimpin Direktur Penindakan dan Pengejaran BNN (dulu disebut , Direktur Pemberantasan Narkotika Alami BNN) Brigadir Jenderal Benny Joshua Mamoto mendadak datang ke lapas itu mencari terpidana kasus sabu, Didi Riyadi, yang mantan anggota Detasemen Khusus 88 Anti terror.
Kedatangan mereka yang mendadak pada pagi buta itu membuat sipir kaget. Benny dan timnya datang dan melihat sel di Blok H yang dihuni Didi kosong. Mereka menemukan Didi di Blok C2 sedang mengonsumsi sabu dan berjudi.
Ketika diminta uji urine, ia melawan. la lalu  memprovokasi para narapidana di blok itu. Tak dinyana, mereka tersulut kepiawaian Didi dan menghunus puluhan senjata tajam. Kerusuhan cepat meluas. Lapas dibakar.
BNN pun dikecam menyalahi prosedur dan dicap sebagai "si pembuat onar". Namun, hal itu tak membuat BNN surut. Setelah ikut membiayai pembangunan kembali Lapas Kerobokan, BNN melanjutkan menggarap Bali sebagai target utama "tim siluman"-nya. Alasannya, pasar narkoba di Bali mulai meluas, menyaingi Jakarta, serta sudah melibatkan sebagian sipir dan organisasi massa lokal di Bali.
Sebagian anggota tim siluman BNN ini direkrut dari Detasemen Khusus 88 Antiteror. Me­reka dilengkapi fasilitas tek­nologi informasi canggih serta perangkat senjata api laras panjang dan pendek terbaru berikut perangkat perisai tubuh (body protector). Mereka piawai menembak, memata-matai dan menyusup, lalu menghilang. Hit and run, tangkap dan menghilang. Setelah menetapkan target, mereka terbang ke tujuan, menangkap dan membawa para pelaku, lalu kembali ke markas BNN di Jakarta, hari itu juga. Secara maraton, me­reka memeriksa para tersangka, mengungkap mata rantai jaringan hingga ke hulu, kembali ter­bang ke sejumlah sasaran, dan melakukan penangkapan-penangkapan.
Akan tetapi, aksi mereka bukan tanpa hambatan. Kadang mereka terhambat ke luar dari bandara untuk masuk kota karena urusan "koordinasi" dengan aparat atau instansi setempat. Maklum, penampilan me­reka bak pasukan antiteror.
Setiap beraksi, mereka keluar dari pesawat carteran dengan wajah tertutup masker. Mereka memakai seragam berperisai, termasuk topi baja antipeluru serta senjata laras panjang dan pendek. Saat mereka datang, dua sampai tiga mobil yang akan membawa mereka ke lo­kasi sudah menunggu di depan apron (tempat parkir) pesawat Umumnya mereka datang tiba-tiba di bandara pada tengah malam atau dini hari. Hal inilah yang membuat mereka kadang dicurigai para petugas lapangan. Agar gerakan mereka tak ter­hambat, elite BNN membangun rapat jaringan komunikasi de­ngan elite TNI, Polri, para menteri, bahkan dengan kalangan di istana. Selain itu, setiap menjelang tim datang, BNN telah menyebar anggotanya di kota yang hendak dituju.
Pekan lalu, mereka berencana mengungkap jaringan baru bisnis gelap kokain dan sabu di Bali. Sayang, saat tim siluman datang, suasana di lokasi target memanas. Dua mobil membawa mereka kembali ke bandara. Mereka hanya membawa empat tersangka kurir yang sudah ditangkap beberapa hari sebelum­nya.
Keempat tersangka adalah HS (25), MA (24), F (25), dan FI (30). Dari tangan F disita 528,5 gram kokain. Dari tangan M dan H disita 704,2 gram sabu, sedangkan dari F disita 95,8 gram sabu. Mereka ditangkap saat menerima paket narkoba tersebut.
Paket kokain disembunyikan di antara 178 kancing tujuh gaun. Kokain disimpan di antara rongga kancing yang terbuat da­ri logam. Setelah ke-178 kancing dicongkel, petugas mengumpulkan dan menimbang kokain yang berat seluruhnya 528,5 gram. Nilai kokain itu diduga mencapai Rp 2 miliar.
Paket kokain datang dari In­dia dan hendak dikirim ke Den­pasar lewat Jakarta. Sejak paket tiba di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Banten, paket su­dah diawasi tim BNN. Saat F, pemuda asal Kediri itu, mengambil paket tersebut di kantor FedEx di Jalan Bebas Hambatan Ngurah Rai (8/3) pukul 13.00 waktu setempat ia ditangkap.
Pada hari yang sama dua jam sebelumnya tim BNN menangkap H dan A (MA), dua pemuda asal Banyuwangi Jawa Timur, di Jalan Pulau Moyo, Kelurahan Pedungan, Denpasar Selatan. Keduanya ditangkap saat menerima paket alat pemijat kaki dari perusahaan pengiriman paket UPS. Sebanyak 704,2 gram sabu asal Thailand itu disembunyikan di balik alat pemijat kaki.
Sehari sebelumnya tim menangkap F, pemuda asal Padalarang Jawa Barat yang mengaku baru sepekan tinggal di Denpasar. la ditangkap saat mengambil paket dua dus berisi DVD. Setelah paket dibongkar, petugas menemukan 95,8 gram sabu.
Keempat tersangka dibawa menuju pesawat dengan mata tertutup. Saat tiba di Jakarta, Sabtu pukul 02.00, mereka di­bawa ke markas BNN dengan kawalan ketat tim siluman.
Saat Benny dihubungi kem­bali, Sabtu malam, ia dan tim silumannya sudah terbang ke tiga lokasi lain yang masih dirahasiakan. Belakangan, ia merasa lebih bersemangat setelah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia membantu BNN membersihkan lapas dari bisnis gelap sabu.
la mengatakan, kalau semua pihak bekerja keras, target In­donesia bebas dari narkoba tahun 2015 bisa tercapai.

Keterangan gambar : sebagai ilustrasi yang diambil dari internet
Sumber : Kompas tgl. 13 Maret 2012

1 komentar:

  1. kenapa para bandar dan pengedar narkoba tidak ditembak saja seperti densus menangani "terduga teroris"? katanya search & destroy?

    BalasHapus