Dikemas oleh : isamas54
Migrasi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda melalui penempatan buruh kontrak perkebunan ke negara Suriname Amerika Selatan. Selanjutnya dengan tujuan mencarikan pendapatan atau solusi untuk memperkecil tingkat pengangguran akhirnya menjadi sumber devisa negara.
Sejarah TKI
Pada masa sebelum kemerdekaan Indonesia, migrasi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda melalui penempatan buruh kontrak ke negara Suriname, Amerika Selatan, yang juga merupakan wilayah koloni Belanda.
Sesuai data BNP2TKI, sejak 1890 pemerintah Belanda mulai mengirim sejumlah besar kuli kontrak asal Jawa bahkan Madura, Sunda, dan Batak untuk dipekerjakan di perkebunan di Suriname.
Tujuannya adalah untuk mengganti tugas para budak asal Afrika yang telah dibebaskan pada 1 Juli 1863 sebagai wujud pelaksanaan politik penghapusan perbudakan sehingga para budak tersebut beralih profesi serta bebas memilih lapangan kerja yang dikehendaki. Dampak pembebasan para budak itu membuat perkebunan di Suriname terlantar dan mengakibatkan perekonomian Suriname yang bergantung dari hasil perkebunan turun drastis.
Adapun dasar pemerintah Belanda memilih TKI asal Jawa adalah rendahnya tingkat perekonomian penduduk pribumi (Jawa) akibat meletusnya Gunung Merapi dan padatnya penduduk di Pulau Jawa.
Gelombang pertama pengiriman TKI oleh Belanda diberangkatkan dari Batavia (Jakarta) pada 21 Mei 1890 dengan Kapal SS Koningin Emma.
Pelayaran jarak jauh ini singgah di negeri Belanda dan tiba di Suriname pada 9 Agustus 1890. Jumlah TKI gelombang pertama sebanyak 94 orang (61 pria dewasa, 31 wanita, dan 2 anak-anak).
Kegiatan pengiriman TKI ke Suriname yang sudah berjalan sejak 1890 sampai 1939 mencapai 32.986 orang, dengan menggunakan 77 kapal laut.
Setelah Indonesia merdeka, pada 3 Juli 1947 terbit Peraturan Pemerintah No 3/1947 mengenai pembentukan Kementerian Perburuhan. Pada masa awal Orde Baru, Kementerian Perburuhan diganti dengan Departemen Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Koperasi sampai berakhirnya Kabinet Pembangunan III. Pada Kabinet Pembangunan IV berubah menjadi Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Pada masa kemerdekaan Indonesia hingga akhir 1960-an, penempatan TKI ke luar negeri belum melibatkan pemerintah, namun dilakukan secara orang per orang, kekerabatan, dan bersifat tradisonal. Negara tujuan utamanya adalah Malaysia dan Arab Saudi yang berdasarkan hubungan agama (haji), serta lintas batas antarnegara.
Penempatan TKI yang didasarkan pada kebijakan Pemerintah Indonesia baru terjadi pada 1970 yang dilaksanakan oleh Departemen Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Koperasi dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No 4/1970 melalui Program Antar Kerja Antar Daerah (AKAD) dan Antar Kerja Antar Negara (AKAN). Sejak itu pula, penempatan TKI ke luar negeri melibatkan pihak swasta.
Pada 1994, Pusat AKAN dibubarkan dan fungsinya diganti Direktorat Ekspor Jasa TKI (eselon II) di bawah Direktorat Jenderal Binapenta. Namun, pada tahun 2001, direktorat ini dibubarkan dan diganti Dirjen Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Luar Negeri (PPTKLN). Setelah itu, sesuai dengan amanat UU No 39/2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, dibentuklah Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia
(BNP2TKI).
Era Kemerdekaan
Pada 3 Juli 1947 menjadi tanggal bersejarah bagi lembaga Kementerian Perburuhan dalam era kemerdekaan Indonesia. Melalui PP No 3/1947 dibentuk lembaga yang mengurus masalah perburuhan di Indonesia dengan nama Kementerian Perburuhan.
Selanjutnya dapat dikatakan, pada masa kemerdekaan Indonesia hingga akhir 1960-an, penempatan TKI ke luar negeri belum melibatkan pemerintah, namun dilakukan secara orang perorang, kekerabatan, dan bersifat tradisonal.
Negara tujuan utamanya adalah Malaysia dan Arab Saudi yang berdasarkan hubungan agama (haji) serta lintas batas antarnegara.
Untuk Arab Saudi, para pekerja Indonesia pada umumnya dibawa oleh mereka yang mengurusi orang naik haji/umroh atau oleh orang Indonesia yang sudah lama tinggal atau menetap di Arab Saudi.
Adapun warganegara Indonesia yang bekerja di Malaysia sebagian besar datang begitu saja ke wilayah Malaysia tanpa membawa surat dokumen apa pun, karena memang sejak dahulu telah terjadi lintas batas tradisional antara dua negara tersebut. Hanya pada masa konfrontasi kedua negara di era Orde Lama kegiatan pelintas batas asal Indonesia menurun, namun masih tetap ada.
Melalui Kebijakan Pemerintah
Penempatan TKI yang didasarkan kebijakan pemerintah Indonesia baru terjadi pada 1970. Melalui Peraturan Presiden (Perpres) No 81/2006 tentang Pembentukan BNP2TKI yang struktur operasional kerjanya melibatkan a.l Kemenlu, Kemenhub, Kemenakertrans, Kepolisian, Kemensos, Kemendiknas, Kemenkes, Imigrasi (Kemenhukam), Sesneg, dan lain-lain.
Dengan kehadiran BNP2TKI ini maka segala urusan kegiatan penempatan dan perlindungan TKI berada dalam otoritas BNP2TKI, yang dikoordinasi Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi namun tanggung jawab tugasnya kepada presiden.
Program penempatan TKI melalui G to G antara lain ke Korea dan Jepang yang antara lain tahun pada 2008 untuk penempatan perawat (rumahsakit atau untuk lanjut usia).
Data
Tahun 2008, enam juta TKI bekerja di 42 negara (a.l Arab Saudi, Malaysia, Singapura, Hongkong, Taiwan, Sudan, Cyprus dan beberapa negara Afrika serta Eropa) berasal dari 361 kabupaten/kota dan 33 provinsi.
Organisasi Migrasi Internasional (IOM) mencatat sekitar lima juta buruh migran ASEAN di kawasan ASEAN, sedangkan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (2010) mencatat ada 2,6 juta TKI bekerja di Malaysia (sekitar 65% total buruh migrant), 80.150 TKI di Singapura (dari total 198.000 buruh migrant) dan 40.450 TKI (dari 148.000 buruh migrant) di Brunei.
Setiap bulan pengiriman TKI ke luar negeri mencapai 60.000 orang dan sekitar 7.000 orang TKI berasal dari NTB, artinya, sekitar 12% pengiriman TKI ke luar negeri berasal dari NTB, atau dari 3 juta penduduk di NTB, jumlah TKI mencapai 500 ribu orang (sebagian dari Sumbawa dan Lombok).
Devisa
Bank Indonesia (BI) mencatat jumlah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) pada September 2010 turun 12% dibanding periode yang sama tahun lalu, yaitu dari 427 ribu menjadi 479 ribu orang, dengan demikian jumlah TKI masih bekerja di luar negeri pada bulan September sekitar 4,32 juta orang.
Meski jumlah TKI menurun pada September 2010, ia mengungkapkan berdasarkan up dating data yang dilakukan bersama Kemenakertrans, BNP2TKI dan BI, jumlah uang kiriman (remitansi) TKI ke tanah air mencapai 5,03 persen atau naik 2,44 persen dibanding bulan yang sama tahun lalu yang hanya 4,91 miliar dolar AS.
Indonesia menempatkan sedikitnya 6 juta TKI dengan separuh di antaranya tak berdokumen, mereka mengirim devisa 7,1 miliar dollar AS tahun 2010, naik dari Rp 63 Triliun tahun sebelumnya.
Bersambung ke Bagian 2
Keterangan gambar : sebagai ilustrasi yang diambil dari internet
Sumber : http://koranindonesia.com/2008/04/28; www.poskota.co.id 2010/12/10; www.bnp2tki.go.id 27/2/2011; www.bataviase.co.id 25/3/2011; nasional.kompas.com/read/2011/05/04&03; Harian Kompas tanggal 15 April 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar