Jumat, 18 November 2011

Belum Terlambat untuk Berkaca pada Jepang


Sebuah kereta cepat baru yang memanfaatkan teknologi magnet diluncurkan di Jepang pada pekan pertama Maret 2011, dimana kecepatan kereta Hayabusa ini mengalahkan kecepatan kereta Shinkansen yang sangat terkenal sebelumnya.

Oleh : M Clara Wresti *
(* Tulisan berikut diedit dan disarikan dari artikel yang disusun oleh ybs)

Kereta api cepat di Jepang
(a).  Shinkansen

Jaringan kereta api Shinkansen mempunyai lima rute yang menyebar dari Tokyo dan Osaka, sistem ke­reta api berkecepatan tinggi ini dianggap paling aman di dunia karena selama ini belum pernah terjadi kecelakaan operasional yang fatal.  Kecepatan Shinkansen tercatat mencapai 200-250 kilometer per jam.


(b).  Hayabusa
Kereta api Hayabusa yang disebut kereta elang ini - moncongnya panjang seperti paruh burung elang - kecepatannya bisa mencapai 300 kilo­meter per jam, selanjutnya pada tahun 2012 akan ditingkatkan menjadi 320 kilometer per jam.  Dengan kecepatan seperti sekarang maka perjalanan sejauh 675 kilometer akan ditempuh hanya dalam waktu tiga jam 10 menit.
Selain waktu yang sangat ce­pat, kereta ini juga memberikan layanan seperti di pesawat terbang kelas bisnis yaitu : menyediakan makan dan minuman serta interior dalam seperti pesawat terbang.
Penumpang akan menikmati per­jalanan yang tidak berisik, melalui lintasan lurus dan terowongan yang membelah pegunungan di pedesaan Jepang dengan tarif 26.360 yen atau sekitar Rp 2,8 juta. 

Sistem Angkutan masal
Pemerintah Jepang sangat mementingkan angkutan massal karena segala sesuatu menjadi lebih efisien sehingga untuk perjalanan jauh diharapkan keberadaan ke­reta super cepat ini bisa menjadi alternatif pengganti pesawat ter­bang, apalagi daya angkut yang jauh lebih banyak.
Pemerintah Jepang menjadikan angkutan kereta sebagai tulang punggung di luar dan di dalam kota dan menginginkan agar setiap tempat bisa dijangkau oleh MRT. Untuk hal ini misalnya   
Transportasi mass rapid transit (MRT) di kota Tokyo merupakan MRT yang paling bikin puyeng sedunia, dimana dalam peta jalur MRT akan terlihat tumpukan 12 jalur warna-warni yang begitu banyak, saling silang, dan layanannya mencapai ratusan kilo­meter.
Tetapi dengan naik MRT maka tidak akan terjebak kemacetan, tidak boros bensin, tidak perlu membayar pajak kendaraan, dan juga tidak berpartisipasi dalam polusi udara. Dengan demikian, warga akan meninggalkan mobilnya di rumah atau bahkan sebagian besar dari mereka memilih untuk tidak membeli mobil.
La­yanan angkutan kereta ini digunakan jutaan orang setiap hari untuk pergi ke dan pulang dari tempat kerja atau sekolah karena naik kendaraan ini terjaga kebersihan dan ketepatan waktunya, sehingga penumpang bisa memperkirakan waktu perjalanannya karena jadwal kereta yang tidak pernah meleset.

Amerika Serikat
Dengan keberhasilan Jepang menjadikan kereta api sebagai tulang punggung transportasi, Presiden Amerika Serikat Barack Obama pun memutuskan untuk menjadikan kereta api se­bagai basis transportasi antar-kota di benua Amerika.  Obama telah mengusulkan pembangunan jalur kereta api sebesar 33 miliar poundsterling atau Rp 462 triliun untuk menghubungkan beberapa daerah perkotaan besar Amerika, seperti Chicago-St Louis, Orlando-Miami, dari Portland-Seattle.

Di Indonesia

Belum dimanfaatkan secara maksimal
Pemerintah Indonesia sebenarnya juga bisa menjadikan kereta api sebagai tulang pung­gung transportasi, apalagi jalur-jalur kereta itu sudah ada sejak lama.   Beberapa jalur yang telah tersedia yaitu menghu­bungkan Jakarta dengan Bekasi, Bogor (Depok), Serpong, dan Tangerang.
Jaringan kereta api Jabodetabek merupakan jaringan dengan mengikuti pola ring radial, suatu pola yang ideal un­tuk dikembangkan sebagai jaringan angkutan kota dengan satu ring (loop line) dan lima buah radial (Tangerang line, Serpong line, Bogor line, Bekasi line, dan Tanjung Priok).
Di Jakarta, kereta api hanya memegang peran 3 dari 56 persen perjalanan yang menggunakan angkutan umum, jumlah ini tentu saja sangat kecil dibanding potensi yang ada.
Saat ini jumlah penumpang yang mampu diangkut dengan kereta hanya 325.000 orang per hari, padahal penumpang yang membutuhkan moda transportasi ini mencapai 700.000 per hari. 


Akibatnya, penumpang berdesak-desakkan dan memilih membahayakan diri dengan naik ke atap kereta atau bergelantungan di badan kereta.
Jaringan kereta api  yang telah ada  sebenarnya ideal tetapi belum dimanfaatkan secara maksimal. Jika penggunaan kereta dioptimalkan hal itu akan mengurangi kemacetan di Ja­karta secara nyata.

Peningkatan fasilitas
Penumpang kereta ditargetkan mencapai 3 juta orang per hari.
Pemerintah pusat sudah berencana untuk meningkatkan fasilitas dan meningkatkan kerjasama dengan pihak lain antara lain : (a).  merevitalisasi jalur-jalur kereta api yang ada misalnya : merevitalisasi jalur, pembangun­an MRT, monorel, pembangunan double-double track Manggarai-Cikarang, pembangunan jalur ganda Serpong-Rangkasbitung, jalur ganda Duri-Tangerang, jalur kereta bandara, dan Jaringan kereta api di Pasoso-Jakarta International Container Terminal. (b).  pembenahan manajemen kereta, seperti menambah jumlah ke­reta, jarak kedatangan (head­way) pada jam sibuk, dan pelayanan yang setara dengan kendaraan pribadi. (c).  meningkatkan kapasitas dan pelayanan Serpong line dengan mengajak pihak swasta, seperti Bumi Serpong Damai, Bintaro, dan lainnya un­tuk berpartisipasi, seperti perbaikan stasiun, pembangun­an sarana parkir, atau yang lain­nya.

Tinggal komitmen bersama
Pasar untuk moda transpor­tasi ini sudah cukup tersedia, tinggal komitmen bersama un­tuk membangun sistem trans­portasi kereta yang andal.
Jika segala prasarana dan sa­rana kereta api dibenahi, tentu jumlah penumpang juga akan meningkat, dengan demikian, orang mau meninggalkan kendaraannya di rumah un­tuk naik angkutan umum massal jarak sedang.

Keterangan gambar : sebagai ilustrasi yang diambil dari internet.
Sumber bacaan : artikel pada harian Kompas tgl 14 Maret 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar