Kamis, 24 Februari 2011

Mengenang Tokoh dan Figur (1) : Presiden Walt Disney, Frank Well


Sungguh berita duka bagi Walt Disney Co. Presiden perusahaan besar di bidang usaha perfilman ini, Frank Well (62). tewas dalam kecelakaan pesawat helikopter (34) waktu setempat; atau Senin pagi sekitar pukul 07.00 W1B. Wells menumpang helikopter naas yang menabrak punggung gunung di dekat Lamoille, sepulang dari bermain ski di Pegunungan Ruby yang letaknya terpencil, di sebelah timur Nevada (Amerika Serikat).


Peristiwa tersebut terjadi pada tahun 1994 …
Bersamanya. ikut tewas dua penumpang lainnya, yakni seorang pemain ski, dan pilot helikopter tersebut, Dave Walton.
Selain menjabat sebagai presiden, Frank Wells duduk sebagai pimpinan bidang operasional. Pria yang meninggalkan seorang istri, Luanne, dan dua putra Kevin serta Briant indah yang bersama-sama dengan seorang pim­pinan pucuk lainnya di perusahaan itu, Michael Eisner, menjalankan duet serasi sejak tahun 1984 lalu. Dengan sentuhan tangan dingin kedua orang inilah perusahaan Walt Disney meroket kembali, dan berada dalam deretan teratas di antara sejumlah perusa­haan film lainnya di Hollywood.
Belum diketahui penyebab pasti kecelakaan tersebut, namun diduga heli­kopter itu menghadapi problem pada mesinnya, yang sudah pasti adalah kedukaan mendalam yang dirasakan jajaran perusahaan Walt Disney.

Pa­ling tidak ini tercermin lewat pernyataan Michael Eisner, partner duet Frank Wells. Di Burbank (California), markas perusahaan tersebut, Eisner menyebutkan :
·        (a).  Tidak ada kata-kata yang dapat mengungkapkan keguncangan yang dialaminya, sekaligus perasaan kehilangan atas tewasnya Wells, yang juga dikenal sebagai pendaki gunung berpengalaman itu.
·        (b). "Frank Wells telah menjadi rumusan yang pas tentang apa yang disebut sebagai daya hidup, yang tak pernah diketahui sebelumnya. Sikap arifnya, pesona dan semangatnya un­tuk mereguk pengalaman dan tantangan, serta kecerdasannya yang mengagumkan, membuat posisinya memang kukuh.
·        (c). Dunia telah kehilangan seorang humanis yang besar,
·        (d). Secara pribadi merasa kehilangan seorang sahabat karib dan kolega terbaik, yang tinggal akan menghadapi tantangan berat, untuk menjangkau standar yang sudah dijalankannya selama ini.
Itu mungkin kenangan yang paling diingat Eisner, semenjak keduanya bergabung di Walt Disney, September 1984.

Duet 2 tokoh …
Masuknya kedua orang tersebut, tak lain untuk menyelamatkan ke­langsungan Disney, yang pada saat itu mulai dirasuki oleh berbagai soal. Itu terjadi setelah tak ditemukannya figur pimpinan yang karismatik, yang mampu menyetir perusahaan dengan aset besar itu, sebagaimana yang telah dengan baik dijalankan oleh Walter Elms Disney (alias Walt Disney), sang pendiri perusahaan tersebut, bersama saudaranya Roy Disney.
Duet kedua tokoh itu memang serasi: Eisner mewakili sisi kreatif bidang industri hiburan (sebelumnya Eisner bekerja di perusahaan film Para­mount), sedangkan Wells yang dikenal sebagai seorang lawyer (ahli hukum), sudah mengenal seluk-beluk bisnis, khususnya aspek hukum dari bisnis hiburan (Wells mantan price chairman perusahaan film besar lainnya, Warner Bros Inc.)
Pada masa mereka berdua itulah - sebetulnya ditambah dengan seorang tokoh lagi, yang juga ikut membesarkan Disney, yakni Jeffrey Ka Uenberg, mantan orang Paramount juga -  lahir beberapa produk Disney yang kemudian digandrungi masyarakat, misalnya saja film animasi yang sangat sohor, Aladdin ataupun Beauty and the Beast.


Disney pun kemudian menemukan kembali posisi puncak itu, menjadi sebuah studio film besar yang produknya malang-melintang di seluruh penjuru dunia, dan kini mengembangkan usahanya di bidang bisnis televisi kabel. Selama 10 tahun keterlibatan duet Wells-Eisner ini, terjadi peningkatan tajam dalam pendapatan Disney, dari yang semula hanya 1,5 milyar menjadi 8,5 milyar dollar AS (sekitar Rp 17 trilyun), sedangkan nilai saham Disney meroket sampai 1.500 person (15 kali lipat).
Memang bisa menimbulkan tanda tanya besar, apakah kematian Frank Wells ini akan membawa akibat langsung - lambat atau cepat - terhadap kelangsungan hidup perusahaan Walt Disney. Persaingan antar perusahaan film dan studio-studio besar di indus­tri perfilman AS, kian hari memang kian ketat. Bila tidak cermat, suatu ketika posisi yang semula berada di puncak dapat tergeser, atau bahkan mencelat ke posisi terendah. Tentu ini akan berisiko: bangkrut, sebagaimana yang dua tahun lalu dialami oleh perusahaan Orion Picutres.
Mengelola  sebuah  perusahaan dengan penghasilan setahun Rp 17 tril­yun seperti Disney itu, tentulah membutuhkan kiat tertentu, juga figur tersendiri. Wells selama ini berhasil me­nemukan formula yang tepat untuk mengangkat kembali posisi Disney. Kiat yang ditempuhnya misalnya dengan cara menekan ongkos produksi seminim mungkin, antara lain tidak terlalu menggantungkan diri pada ketenaran bintang (yang praktis memba­wa konsekuensi mahalnya bayaran). Yang penting adalah ide cerita, dan bagaimana memasarkannya.

Produksi film
Di­sney di bawah Wells kelihatannya lebih memfokuskan pada tema-tema komedi, bukan saja untuk film-film animasinya melainkan juga untuk film-film ceritanya. Sebutlah misalnya Pretty Woman; Three Man and a Ba­by; Who Framed Roper Rabbit; Honey, Shrunk the Kids; Dicfc       Tracy; dan sejumlah film lainnya, yang dengan mudah mereguk penghasilan dari jutaan penonton. Disney tampaknya sa­ngat berhitung benar tentang tuntutan pasar, kendati kompromi tersebut mengakibatkan banyak kritik yang dilemparkan berbagai kalangan kepada perusahaan itu.
Kalau ada bisnisnya yang "merugi" maka itu adalah Euro Disney, yang terletak di tepi kola Paris (Perancis). Ongkos yang harus dikeluarkan untuk mengelola taman hiburan bagi tua-muda ini, tak seimbang dengan jumlah pengunjung. Mungkin ini sedikit banyak disebabkan "perang budaya" antara Eropa khususnya, dan Perancis umumnya, yang selalu risau dengan dominasi dan serbuan budaya pop Amerika.
Belum bisa diramalkan bagaima­na masa depan Disney setelah kehilangan Frank Wells, salah satu pimpinan terbaiknya itu. Seperti tak teramalkannya di masa-masa awal bahwa pada suatu masa perusahan tersebut akan menjadi imperiumnya sangat terpandang.

Tokoh Mickey Mouse …
Semuanya berkat sentuhan tangan si "raja Midas" Walter Elias Disney (Chicago Desember 1901 - Los Angeles, 15 Desember 1966). Pria inilah yang menciptakan tokoh kartun si Tikus Mick (Mickey Mouse) yang menjadi cikal bakal suksesnya perusahaan Disney "Mickey Mouse? Oh, jelas tidak Tuan Disney. Belum pernah seorangpun mendengar nama itu," ujar produser yang menolak tawaran Walt Disney untuk memfilmkan "tokohnya si Tikus Mickey. Disney baru si menemukan inspirasi untuk mentokohkan tikus berhidung besar deng telinganya yang lucu itu. Disney hanya memendam kekecewaannya, dan menjawab, "Okelah, sekarang nama Mickey Mouse memang belum terdengar Namun tak lama lagi orang-orang akan mendengar nama itu."
Tekad Disney terbukti. Tak lama sesudahnya, Mickey Mouse menjadi tokoh kartun yang tersohor, dengan penggemar mulai dari anak-anak hingga orang tua. Tikus telah "disulap oleh imajinasi dan kreativitas Tuan Disney, sehingga sosok yang selama ini dikaitkan dengan hal-hal kotor dan menjijikkan, malah kini menjadi sosok yang lucu dan menggemaskan. Tikus Mickey muncul pertma kali dalam film kartun Plane Crazy dan Gallopin Gaucho, di tahun 1927. Setahun berikutnya, saat teknologi suara sudah ditemukan orang Disney memfilmkan Tikus Mickey dalam film Steamboat Willie yang kian mengukuhkan ketenarannya.
Hingga kini, si Tikus sudah muncul dalam sekitar 150-an film, termasuk televisi, juga di panggung-panggung pertunjukan live, di ratusan judul buku dan komik, dalam album lagu dan musik video, serta ribuan jenis suvenir. Di dunia kartun dan animas Disney adalah sebuah nama yang dikagumi Produk-produknya semacam Beauty and the Beast; Little Mermaid ataupun Aladdin misalnya, telah menjelajah jauh dunia penciptaan kartun dengan perangkat teknologinya yang kian canggih.
Usaha Disney juga sudah meluas pula menjadi taman-taman hiburan yang dimulai dengan Disneyland di Anahelm (selatan California) tahun 1955, berkembang ke Orlando, Florida tahun 1971 berupa Disney World, da mendapatkan royalti dari Disneyland Tokyo serta Euro Disney di Paris.
Ada juga produk-produk pertunjukan panggungnya, misalnya Walt Disney World on Ice, yang sejauh ini punya 5 kelompok dan terus berkeliling sepanjang tahun ke seluruh penjuru dunia.

Taruhan kelanjutannya …
Kunci semua ini jelaslah kreativita yang tak henti mengembara, imajinasi dan fantasi yang liar, kiat manajemen yang pas, promosi yang gencar, ditambah dengan figur yang karismatik Walt Disney, sang pendiri dan figur yang dicintai itu, 'sudah sejak tahun 1966 lalu pergi untuk selamanya. Kini menyusul pula kepergian seorang sosok karismatik penerusnya, Frank Wells. Nasib Disney akan dipertaruhkan di hari-hari mendatang ini ...

Keterangan gambar : sebagai ilustrasi yang diambil dari internet.
Sumber editing bacaan : Walt Disney : Presiden Walt Disney Tewas.  Menunggu Tokoh Baru “Imperium Bisnis” Disney  (Harian Kompas, 6 April 1994)

Catatan : Kesuksesan dan keberlanjutannya dari perusahaan tersebut dapat diikuti melalui berita –berita yang lebih mutakhir.

Bacaan Selanjutnya : Mengenang Tokoh dan Figur (2) 


Bacaan Terkait  :  Film Kartun dan Perkembangannya  



Tidak ada komentar:

Posting Komentar