Kehidupan ini terkadang aneh yang antara lain terjadi kontroversi dalam kehidupan, tetapi kita tidak perlu terpaku oleh keanehan tersebut sehingga mengganggu pikiran atau kegiatan kita.
Dimana keadaan atau suatu kenyataan berbeda atau bertolak belakang dengan kebiasaan atau anggapan secara umum, entah itu keadaan, keteledoran, kecelakaan atau nasib. Namun untuk hal ini apa boleh dikata buat manusia, mungkin bisa kita manfaatkan untuk menghayati dan mengambil manfaat dan hikmahnya, tentunya berusaha juga bagi yang mengalaminya.
Juga lupa atau menganggap bahwa berita lawas (ada dalam topik berikut) kurang bermanfaat bila dibandingkan dengan berita sekarang.
Beberapa contoh kasus yang coba kami kumpulkan dari berbagai sumber, antara lain :
(1). Tingkat pendidikan ataupun pencapaian akademik tidak selamanya berpengaruh terhadap kualitas kesehatan seseorang.
(2). Orang miskin ternyata lebih berempati dan dermawan dibanding orang kaya.
(3). Tidak semua tokoh besar dunia mati dalam keadaan kaya raya.
(4). Negara dengan banyak antariksawan hanya sedikit yang kurang tahu tentang tata surya
(5). Salon kecantikan selalu meningkatkan penampilan.
Berikut adalah kasus-kasus dimaksud ..
(1). Tingkat pendidikan ataupun pencapaian akademik ternyata tidak selamanya berpengaruh terhadap kualitas kesehatan seseorang.
Hal tersebut sebagaimana dalam Harian Media Indonesia tertanggal 2 Nopember 2010.
Peneliti dari University of Winconsin Madison mematahkan mitos yang menyebutkan kebodohan sebagai akibat penyebab utama buruknya kualitas kesehatan seseorang yang berujung pada kematian dini.
“Orang berpendidikan rendah tetapi menjalani kehidupan dengan positif dan iklas memiliki kualitas kesehatan lebih baik ketimbang orang berpendidikan tinggi tapi tidak bahagia.” ujar ketua peneliti Carol Ryff.
Penelitian dilakukan di AS dengan mengukur tingkat inflammatory protein interleukin-6 atau IL-6, Tingginya tingkat IL-6 berhubungan dengan sejumlah penyakit seperti jantung, stroke, diabetes, gangguan pencernaan, dan kanker. "Penemuan ini bisa dijadikan acuan mengurangi gap kesehatan antara si kaya dan si miskin," imbuh Ryff.
(2). Orang miskin ternyata lebih berempati dan dermawan dibanding orang kaya.
Hal ini telah dibuktikan oleh sebuah studi dan dipublikasikan dalam Psychological Science. Dalam serangkaian percobaan, penelitian menemukan bahwa masyarakat kelas bawah lebih baik saat membaca emosi di wajah seseorang. Ini menjadi satu ukuran dari akurasi empati.
Tidak hanya itu saja, penelitian sebelumnya juga menyebutkan bahwa orang dengan status sosial ekonomi rendah lebih suka membantu dan dermawan. Jadi bukan hanya akurasi empati, tapi empati itu sendiri dapat ditingkatkan oleh keadaan.
Mahasiswa postdoctoral dari Universitas California, San Francisco Michael Kraus mengatakan lingkungan kelas bawah jauh berbeda dengan lingkungan kelas atas. Mereka harus merespon sejumlah kerentanan dan ancaman sosial yang datang sehingga lebih peka terhadap emosi.
Rekan penulis, seorang profesor psikologi di University of California, Berkeley Dacher Keltner menyetujui pendapat tersebut. Hal ini karena orang dalam kelas sosial ekonomi rendah mendefinisikan hidup mereka oleh ancaman baik lingkungan, institusi dan orang lain. Salah satu strategi adaptif untuk menanggapi ancaman ini adalah dengan waspada dan hati-hati terhadap orang lain.
Dalam studi ini, Kraus dan rekannya melakukan tiga percobaan yang berbeda, yaitu : (1). melibatkan karyawan sebuah universitas. Diantaranya ada yang bergelar sarjana dan ada yang tidak. Pendidikan berkaitan dengan status pekerjaan seseorang dan digunakan sebagai ukuran untuk kelas sosial.
Ketika diminta untuk melihat foto-foto penggambaran wajah dan diminta mengidentifikasi emosi yang digambarkan, mereka yang pendidikannya hanya tingkat sekolah menengah lebih baik hasilnya dibanding mereka yang berpendidikan tinggi.
(2). Percobaan melibatkan mahasiswa. Mereka diminta untuk menilai status kelas sosial mereka dengan menempatkan diri pada peringkat yang mewakili kelas mereka. Dan sekali lagi, orang yang menilai dirinya dari kelas bawah mengungguli kelas atas dalam mengidentifikasi emosi. (3). Percobaan ketiga siswa diminta untuk membandingkan status kelas mereka dengan orang lain yang lebih tinggi atau lebih rendah. Mereka yang membandingkan dirinya dengan orang kelas bawah dan menganggap dirinya memiliki status lebih tinggi kurang akurat saat membaca ekspresi emosional.
Disamping itu, hubungan kekuasan, tingkat ekonomi, dan gender diduga terkait sebagai faktor mengapa orang yang berada di tangga kelas lebih rendah mampu membaca sinyal emosional. Untuk gender, diperkirakan wanita lebih bisa membaca emosi orang lain karena adanya hormon oksitosin yang mempromosikan perasaan empati.
"Kita hidup dalam periode historis dimana masalah ketimpangan kesehatan dan psikologis berkorelasi dengan ketidaksetaraan dan kita menemukan ketidaksetaraan itu," ungkap Keltner.
Tidak hanya itu saja, penelitian sebelumnya juga menyebutkan bahwa orang dengan status sosial ekonomi rendah lebih suka membantu dan dermawan. Jadi bukan hanya akurasi empati, tapi empati itu sendiri dapat ditingkatkan oleh keadaan.
Mahasiswa postdoctoral dari Universitas California, San Francisco Michael Kraus mengatakan lingkungan kelas bawah jauh berbeda dengan lingkungan kelas atas. Mereka harus merespon sejumlah kerentanan dan ancaman sosial yang datang sehingga lebih peka terhadap emosi.
Rekan penulis, seorang profesor psikologi di University of California, Berkeley Dacher Keltner menyetujui pendapat tersebut. Hal ini karena orang dalam kelas sosial ekonomi rendah mendefinisikan hidup mereka oleh ancaman baik lingkungan, institusi dan orang lain. Salah satu strategi adaptif untuk menanggapi ancaman ini adalah dengan waspada dan hati-hati terhadap orang lain.
Dalam studi ini, Kraus dan rekannya melakukan tiga percobaan yang berbeda, yaitu : (1). melibatkan karyawan sebuah universitas. Diantaranya ada yang bergelar sarjana dan ada yang tidak. Pendidikan berkaitan dengan status pekerjaan seseorang dan digunakan sebagai ukuran untuk kelas sosial.
Ketika diminta untuk melihat foto-foto penggambaran wajah dan diminta mengidentifikasi emosi yang digambarkan, mereka yang pendidikannya hanya tingkat sekolah menengah lebih baik hasilnya dibanding mereka yang berpendidikan tinggi.
(2). Percobaan melibatkan mahasiswa. Mereka diminta untuk menilai status kelas sosial mereka dengan menempatkan diri pada peringkat yang mewakili kelas mereka. Dan sekali lagi, orang yang menilai dirinya dari kelas bawah mengungguli kelas atas dalam mengidentifikasi emosi. (3). Percobaan ketiga siswa diminta untuk membandingkan status kelas mereka dengan orang lain yang lebih tinggi atau lebih rendah. Mereka yang membandingkan dirinya dengan orang kelas bawah dan menganggap dirinya memiliki status lebih tinggi kurang akurat saat membaca ekspresi emosional.
Disamping itu, hubungan kekuasan, tingkat ekonomi, dan gender diduga terkait sebagai faktor mengapa orang yang berada di tangga kelas lebih rendah mampu membaca sinyal emosional. Untuk gender, diperkirakan wanita lebih bisa membaca emosi orang lain karena adanya hormon oksitosin yang mempromosikan perasaan empati.
"Kita hidup dalam periode historis dimana masalah ketimpangan kesehatan dan psikologis berkorelasi dengan ketidaksetaraan dan kita menemukan ketidaksetaraan itu," ungkap Keltner.
Sumber :Tribunnews.com tanggal 18 Desember 2010.
(3). Tokoh-tokoh Dunia yang Mati dalam Keadaan Miskin
Seorang tokoh biasanya mempunyai kelebihan yang menonjol dalam kehidupannya yang terkadang orang menganggap bisa “lebih segalanya” dibandingkan dengan orang biasa.
Tetapi tidak semua tokoh-tokoh besar dunia mati dalam keadaan kaya raya, tapi ada juga yang mati dalam keadaan miskin dan kehilangan harta bendanya. Tampaknya nama mereka lebih besar dan terkenal karena jasa dan prestasinya dari pada karena hartanya. Adapun beberapa tokoh berpengaruh di dunia yang mati dalam keadaan miskin, antara lain : (1). Christopher Columbus : mencapai kebesaran ketika tiba di benua baru, New World di tahun 1492. Dalam tahun2 terakhir hidupnya, penjelajah besar ini sering tak punya uang untuk membeli makanan. Ia meninggal di tahun 1506. (2). Thomas Jefferson : Dua kali menjadi presiden Amerika, dari 1801 sampai 1809 dan penyusun naskah Declaration of Independence, bangkrut sesaat sebelum meninggal di tahun 1826. (3). Ulysses S. Grant. Menjadi presiden Amerika dari 1869 sampai 1877, dan sebagai jenderal terbesar Union, membantu memenangkan perang Utara – Selatan. Ketika meninggal di tahun 1885, ia bahkan juga kehilangan pedangnya karena dijadikan jaminan utang. (4). Wolfgang Amadeus Mozart. Genius musik yang lahir di tahun 1756, menulis minuet pertamanya pada umur 5 tahun. Ia meninggal di usia 35, dan dikubur di kuburan orang miskin tanpa batu nisan. (5). Vincent Van Gogh. Lahir di tahun 1853, kini dianggap sebagai pelukis terbesar dunia dan karyanya banyak diburu kolektor lukisan. Tapi dia menderita penyakit jiwa dan selalu hidup melarat. Ketika meninggal di tahun 1890, dia sama sekali tidak dikenal dan seumur hidupnya hanya menjual satu lukisan.
Sumber editing bacaan : Sumber : www.adipedia.com
(4). Negara dengan banyak antariksawan sedikit yang tidak tahu tentang tata surya.
Dunia ilmu pengetahuan sejak ratusan tahun lalu telah memastikan Matahari merupakan pusat tata surya Sumber energi panas terbesar itu menjadi pusat yang dikelilingi benda-benda langit lainnya.
Sejak Copernicus, didukung Galileo Galileo, menyatakan Matahari sebagai pusat tata surya, Ilmu pengetahuan mendukung hal itu. Namun, ternyata banyak juga orang yang tidak tahu bahwa Matahari merupakan pusat tata surya.
Hasil sebuah jajak pendapat yang dilakukan Vision dan dirilis pekan ini menunjukkan 32% orang Rusia meyakini Bumilah yang menjadi pusat tata surya, dan bukannya Matahari!.
Hasil survei itu memang cukup mengejutkan, pasalnya, satu dari tiga orang Rusia, negara yang memiliki kemajuan teknologi tinggi, ternyata belum tahu benar mengenai sistem tata surya.
Sumber editing bacaan : Harian Media Indonesia tanggal 14 Pebruari 2011
(5). Salon kecantikan meningkatkan penampilan
Kejadian semacam ini banyak terjadi, dan tidak sekarang ini saja tetapi dari dulu juga, nikch ceritanya
Soo Yok Lin berniat tampil lebih bahenol dan karenanya dia pergi ke sebuah salon kecantikan, tetapi apa yang terjadi yakni Soo kehilangan payudaranya. Upaya pertama dengan pompa hampa udara rupanya tidak semakin membuat payudara Soo semakin sintal dan besar, akhirnya dicoba dengan cara suntikan, tetapi yang terjadi yakni infeksi dan terpaksa payudara Soo harus dioperasi karena akan berbahaya bagi nyawanya.
Soo tentu saja marah dan kini balik menuntut salon tadi. Hari Kamis (14/7) tuntutan ganti rugi sebesar 8,680 dollar AS diajukan ke pengadilan Kuala Lumpur, Malaysia (diedit dari berita Harian Kompas tanggal 17 Juli 1994). Kelanjutan berita ini tidak termonitor lagi oleh penulis.
Keterangan Gambar : sebagai ilustrasi yang diambil dari internet
Sumber Bacaan dicantumkan pada masing-masing topik
Bersambung ke Bagian 2 (menunggu)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar