Pengetahuan Bandar Udara bagian 1 ini berisikan Topik : Angkasa Pura Sebagai Pengelola Bandara, Semua Bandara Angkasa Pura II Disertifikasi, 13 Bandara AP I Bersertifikasi, Bandara Diaudit Departemen Perhubungan dan Bandara Hang Nadim Terbaik Dalam Audit Tahap II
Pengelolaan bandara di Indonesia selain ditangani Departemen Perhubungan, Pemerintah juga menyerahkan sebagian bandara untuk di kelola PT (Persero) Angkasa Pura. PT. (Persero) Angkasa Pura adalah sebuah Badan Usaha Milik Negara di bawah Departemen Perhubungan yang bergerak di bidang pengelolaan dan pegusahaan bandar udara di Indonesia. Perusahaan ini dibagi menjadi dua bagian : (1). PT. (Persero) Angkasa Pura I menitik beratkan bandar udara di wilayah timur Indonesia : Bandara Ngurah Rai, Bandara Juanda, Bandara Sepinggan, Bandara Hasanuddin, Bandara Sam Ratulangi, Bandara Adisumarmo, Bandara Frans Kaisiepo, Bandara Selaparang, Bandara Pattimura, Bandara Ahmad Yani, Bandara Adisutjipto, Bandara Syamsudin Noor, Bandara El-Tari. (2). PT. (Persero) Angkasa Pura II menitik beratkan bandar udara di wilayah barat Indonesia : Bandara Soekarno-Hatta, Bandara Halim Perdanakusuma, Bandara Polonia, Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II, Bandara Sultan Syarif Kasim II Bandara Minangkabau, Bandara Husein Sastranegara, Bandara Supadio, Bandara Kijang
2. Semua Bandara Angkasa Pura II Disertifikasi
PT Angkasa Pura II (Persero) telah menyelesaikan proses sertifikasi seluruh bandara yang dikelolanya. Perseroan menerima Sertifikat Bandar Udara (SBU) yang dikeluarkan Ditjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan selaku otoritas penerbangan nasional.
Saat ini PT Angkasa Pura II mengelola 12 bandara utama di kawasan Barat Indonesia, yaitu Soekarno-Hatta (Jakarta), Halim Perdanakusuma (Jakarta), Polonia (Medan), Supadio (Pontianak), Minangkabau (Ketaping) dulunya Tabing, Sultan Mahmud Badaruddin II (Palembang), Sultan Syarif Kasim II (Pekanbaru), Husein Sastranegara (Bandung), Sultan Iskandarmuda (Banda Aceh), Raja Haji Fisabilillah (Tanjung Pinang) dulunya Kijang, Sultan Thaha (Jambi) dan Depati Amir (Pangkal Pinang) , serta melayani jasa penerbangan untuk wilayah udara (Flight Information Region/ FIR) Jakarta.
Dikatakan Direktur Utama Sunoko, sertifikat yang diterima hari ini sendiri merupakan SBU kedua, yang merupakan hasil perpanjangan dari sertifikat pertama yang diperoleh perusahaan lima tahun lalu.
“Tahapan kegiatan yang kami lakukan untuk menyiapkan penerbitan SBU kedua ini berlangsung sejak Februari hingga Juli 2010. Banyak hal yang kami lakukan, mulai dari pembahasan mekanisme proses hingga mengupayakan pemenuhan terhadap seluruh persyaratan di atas standar minimum. Alhamdulillah, pada akhirnya kerja keras kami tidak sia-sia,” paparnya.
SBU diperlukan perusahaannya sebagai pembuktian dan memastikan seluruh bandara yang dikelola AP II dioperasikan secara aman dengan mengedepankan aspek keamanan dan keselamatan penerbangan.
Dengan penerbitan SBU kedua ini, maka segala fasilitas navigasi dan operasi bandara, prosedur pengoperasian bandara serta para petugas operasional bandara yang dimiliki PT Angkasa Pura II dinyatakan memiliki kemampuan untuk melayani penerbangan secara aman sesuai peraturan keselamatan yang berlaku.
3. 13 Bandara AP I Bersertifikasi
Bertempat di Gedung Serbaguna Bandara Internasional Ngurah Rai Bali, Kamis (16/12/2010), berlangsung acara “Penyerahan Sertifikat Bandar Udara di Lingkungan PT. Angkasa Pura I (Persero)”. Sertifikat Bandar Udara diserahkan langsung oleh Direktur Jenderal Perhubungan Udara Departemen Perhubungan Herry Bakti kepada para general manager bandar udara di lingkungan PT. Angkasa Pura 1.
Penyerahan sertifikat ini juga turut disaksikan oleh Direktur Utama PT. Angkasa Pura I Tommy Soetomo, Direktur Bandar Udara Ditjen Perhubungan Udara Arfianti Samad, Komisaris dan Direksi PT. Angkasa Pura I (Persero), dan Para General Manager Bandar Udara di Lingkungan PT. Angkasa Pura 1.
“Sertifikat Bandar Udara merupakan suatu keharusan bagi Bandar Udara dalam rangka memenuhi Ketentuan Keselamatan dan Keamanan Penerbangan serta Ketentuan Pelayanan Jasa Bandar Udara sebagaimana diwajibkan dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan,” demikian dikatakan Direktur Utama PT. Angkasa Pura I Tommy Soetomo.
Sertifikat ini diterbitkan oleh Direktur Jenderal Perhubungan Udara (Dirjen Hubud) setelah melalui proses audit sehingga dapat diyakini bahwa pengoperasian suatu bandar udara telah memenuhi persyaratan teknis yang meliputi kesiapan personel, fasilitas, prosedur operasi bandar udara dan sistem manajemen keselamatan operasi bandar udara sebagaimana diatur di dalam Keputusan Menteri Nomor 24 Tahun 2009 tentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 139 (Civil Aviation Safety Regulation Part 139) tentang Bandar Udara.
Tommy menambahkan, “Sertifikat ini menunjukkan bahwa pengoperasian suatu bandara telah melalui suatu rangkaian sistem yang dimaksudkan untuk dapat menjawab kebutuhan penyelenggaraan penerbangan yang mampu bergerak dalam waktu cepat, tepat, teratur, efisien dengan menggunakan teknologi tinggi, padat modal, dan manajemen yang andal yang dapat menjamin keselamatan dan keamanan secara optimal.”
Walaupun masa berlaku Sertifikat Bandar Udara adalah 5 (lima) tahun, namun manajemen PT. Angkasa Pura I tetap berkomitmen agar kinerja yang telah dicapai selama ini untuk selalu dijaga dan ditingkatkan.
Perlu dijadikan catatan bahwa sertifikat ini dapat ditunda atau dicabut oleh Dirjen Hubud bila fasilitas, peralatan¸ perawatan, atau pengoperasian bandar udara tidak memenuhi standar keselamatan penerbangan atau tidak dapat melaksanakan peraturan yang dipersyaratkan dalam PKPS Bagian 139.011.
Selain pemenuhan standar yang sudah diterbitkan oleh Dirjen Hubud melalui Kep.284 Tahun 1999, ukuran peningkatan kinerja pelayanan kepada seluruh pengguna jasa juga diterjemahkan oleh PT. Angkasa Pura I dalam bentuk pencapaian Indeks Kepuasan Pelanggan (Customer Satisfaction Index). Hal ini dimaksudkan sebagai salah satu ukuran pencapaian visi perusahaan yaitu “to be world class airport company”.
Pencapaian kepuasan pelanggan tahun 2009 untuk bandara-bandara kelas dunia telah melampaui indeks angka 4. Bandara Internasional Changi membukukan angka 4.31, Kuala Lumpur 4.16, Hong Kong 4.03, dan Schippol 4.05, yang memiliki interpretasi bahwa pengguna jasa bandara tersebut telah puas atas pelayanan suatu bandara. Hal inilah yang menjadi sasaran PT. Angkasa Pura I dalam penyelenggaraan bandar udara yang bertaraf kelas dunia.
PT. Angkasa Pura I (Persero) didirikan pada tanggal 20 Pebruari 1962 berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 33 tahun 1962 dengan nama Perusahaan Negara (PN) Angkasa Pura Kemayoran dengan tugas pokok sebagai pengelola dan pengusahaan Bandar Udara Internasional Kemayoran Jakarta.
Saat ini PT Angkasa Pura I mengelola 13 (tiga belas) bandar udara di Kawasan Tengah dan Kawasan Timur Indonesia serta mengelola 2 (dua) Cargo Warehousing serta 1 ATSC (Air traffic service center). 13 bandara yang dikelola yaitu Bandara Ngurah Rai Bali, Bandara Juanda Surabaya, Bandara Hasanuddin Ujung Pandang, Bandara Sepinggan Balikpapan, Bandara Frans Kaisiepo Biak, Bandara Sam Ratulangi Manado, Bandara Syamsudin Noor Banjarmasin, Bandara Ahmad Yani Semarang, Bandara Adisutjipto Yogyakarta, Bandara Adisumarmo Surakarta, Bandara Selaparang Mataram, Bandara Pattimura Ambon, Bandara El Tari Kupang. 2 warehousing yang dikelola yaitu Warehousing Bandara Hasanuddin Makassar,dan Warehousing Bandara Sepinggan Balikpapan. ATSC yang dikelola oleh PT Angkasa Pura I berlokasi pada Bandara Sultan Hasanuddin Makassar.
4. Bandara Diaudit Departemen Perhubungan
Direktur Jenderal Perhubungan Udara Departemen Perhubungan, Budhi M. Suyitno mengungkapkan, dalam rangka pemenuhan aspek keselamatan dan keamanan pihaknya akan melakukan pemeringkatan bandara dengan melakukan audit.
Departemen Perhubungan telah melakukan audit bandara untuk mengetahui tingkat kepatuhan terhadap aturan yang ditetapkan International Civil Aviation Organization (ICAO) . Selain faktor maskapai penerbangan, kondisi bandara diduga ikut mempengaruhi kecelakaan transportasi udara.
Selain terkait keselamatan dan keamanan penerbangan, audit dilakukan untuk mempersiapkan liberalisasi angkutan udara sipil. Liberalisasi penerbangan untuk angkutan kargo mulai berlaku penuh pada 2008. Sedangkan, penerbangan penumpang diberlakukan bertahap dengan penerbangan terbatas antar ibu kota di negara-negara anggota sebelum kesepakatan berlaku penuh pada tahun 2015.
Bandara juga harus dipersiapkan agar kualitasnya setara sehingga tidak kalah bersaing. Kalau tidak dipersiapkan, asing akan merebut seluruh pasar yang ada. Alasannya, dengan liberalisasi tidak akan ada lagi ada batasan frekuensi dan kapasitas.
Audit juga menjadi bagian dari penyiapan bandara di Indonesia menyambut liberalisasi penerbangan antar negara anggota Asean. “Audit dimulai Kamis (hari ini-2007?). Bandara Soekarno-Hatta menjadi Pemeriksaan pertama,” ujar Direktur Angkutan Udara Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Departemen Perhubungan Tri S. Sunoko di Jakarta.
Setelah bandara Soekarno-Hatta, audit dilanjutkan pada Bandara Polonia (Medan), Juanda (Surabaya), Hasanuddin (Makassar), dan Ngurah Rai (Bali). Tahap pertama pemeriksaan memang diprioritaskan di bandara yang memiliki administrator bandara (adbandara).
5. Bandara Hang Nadim Terbaik Dalam Audit Tahap II
Bandara Hang Nadim ditetapkan sebagai bandara udara terbaik dari aspek keselamatan, keamanan, dan pelayanan. Hasil audit tahap kedua yang dilakukan Departemen Perhubungan tersebut dilakukan terhadap lima bandara.
Direktur Jenderal Perhubungan Udara Budhi M Suyitno mengatakan, Bandara Hang Nadim dinilai memenuhi 93% dari total aspek yang dinilai. “Hanya 7% yang tidak memenuhi,” ujarnya dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi V DPR, di Jakarta, Kamis (31/1/2008).
Penilaian berdasarkan 83 obyek yang menjadi parameter yang disyaratkan Dephub. Dalam audit tahap dua yang dilakukan dalam kurun waktu Oktober sampai November 2007, hasil penilaian empat bandara lainnya berturut-turut adalah Bandara Sam Ratulangi (Manado), Minangkabau (Padang Pariaman), Adisutjipto (Yogyakarta), dan Supadio (Pontianak).
Pada penilaian tahap I sebelumnya, Budhi mengatakan objek audit yang dinilai memenuhi regulasi tetapi masih dengan catatan akan diberi waktu tiga bulan untuk melengkapi sesuai persyaratan.
“Dan jika dalam waktu yang ditentukan non compliances tidak bisa dipenuhi, bandara yang bersangkutan akan di-down grade,” tambahnya.
Sanksi lainnya, Dephub akan mempertimbangkan penyesuaian pungutan pelayanan jasa penumpang pesawat udara (PJP2U). Selain itu, tidak tertutup kemungkinan sanksi akan diberikan langsung kepada personal, seperti air traffic controller (ATC), keamanan, dan teknisi.
Audit terhadap bandara dilakukan terkait banyaknya kecelakaan pada dunia penerbangan nasional. Budhi berharap, audit tersebut dapat menjadi tolok ukur standardisasi pemenuhan regulasi baik secara nasional maupun internasional.
Menurut Budhi, kewenangan untuk memberi sanksi ke bandara terbatas kecuali kepada bandara yang diselenggarakan Unit Pelaksana Teknis Departemen Perhubungan. Saat ini ada 57 bandara yang mendapat sertifikat operasi yakni 13 bandara PT Angkasa Pura I, 10 bandara PT Angkasa Pura II, 30 bandara UPT Ditjen Perhubungan Udara, 1 bandara Otorita Batam, dan 3 bandara khusus.
Audit tahap tiga rencananya akan dilakukan atas Bandara Sentani (Jayapura), Fatmawati (Bengkulu), Tjilik Riwut (Palangka Raya), Jalaludin (Gorontalo), dan Juwata (Tarakan)
Keterangan Gambar : sebagian sebagai ilustrasi dan diambil dari internet.
Sumber editing bacaan : bandara.web.id
1. Angkasa Pura Sebagai Pengelola Bandara
Mantap. Informasi yang disajikan lengkap, pas sesuai dengan apa yang saya cari. Many thanks!
BalasHapus