Keraton Yogyakarta menempatkan abdi dalem Sebagai Penjaga Gunung Merapi yang bernama Mbah Marijan (Mas Panewu Surakso Hargo). Beliau wafat pada waktu terjadi letusan Gunung Merapi tanggal 26 Oktober 2010.
Biodata dan Keluarga
Raden Ngabehi Surakso Hargo atau lebih dikenal dengan sebutan Mbah Maridjan (nama asli: Mas Penewu Surakso Hargo; lahir di Dukuh Kinahrejo, Desa Umbulharjo, Cangkringan, Sleman, 1927; meninggal di Sleman, Yogyakarta, 26 Oktober 2010 (umur 83 tahun) adalah seorang juru kunci gunung Merapi. Amanah sebagai juru kunci ini diperoleh dari Sri Sultan Hamengkubuwana IX. Setiap gunung Merapi akan meletus, warga setempat selalu menunggu komando dari beliau untuk mengungsi.
Ia mulai menjabat sebagai wakil juru kunci pada tahun 1970. Jabatan sebagai juru kunci lalu ia sandang sejak tahun 1982.
Sejak kejadian Gunung Merapi mau meletus tahun 2006, Mbah Maridjan semakin terkenal. Karena faktor keberanian dan namanya yang dikenal oleh masyarakat luas tersebut, Mbah Maridjan ditunjuk untuk menjadi bintang iklan salah satu produk minuman energi.
Keluarga.
Mbah Maridjan mempunyai beberapa anak yaitu 1. Mbah Ajungan, 2. Raden Ayu Surjuna, 3. Raden Ayu Murjana, dan 4. Raden Mas Kumambang.
Mbah Ajungan menjadi penasihat presiden Sukarno tahun 1968-1969, kemudian menjadi wali Mangkunagara VIII tahun 1974-1987.
Karir sebagai Penjaga Merapi.
Keraton Yogyakarta menguasai laut dan gunung. Sebagai tanda kekuasaan, di masa lalu, keraton menempatkan abdi dalem alias pejabat kerajaan di Pantai Selatan Parangkusumo dan Merapi.
Di Merapi, dijabat seorang abdi dalem juru kunci, yang saat ini dipegang Mas Panewu Surakso Hargo.
Mas Panewu tidak banyak dikenal jika ia tidak memiliki nama kecil Marijan. Ya, penjaga Merapi itu adalah Mbah Marijan.
Dari juru kunci, ia naik pangkat menjadi panewu. Selain menjaga gunung, jika keraton melakukan tradisi labuhan sang panewu juga bertugas memimpin upacara. Marijan-lah yang mengantarkan benda-benda persembahan dari Keraton Yogy akarta kepada penguasa Gunung Merapi.
Sebagai abdi dalem, panewu memperoleh gaji dari perbendaharaan Keraton Yogyakarta, yang besarnya tidak mencapai Rp 20.000 per bulan.
Saat Merapi menggelegak pada 2006, nama Marijan mendadak terkenal, ia menolak meninggalkan rumahnya untuk mengungsi, alasannya karena dia harus menjaga Merapi sekalipun harus menanggung risiko mati.
Saat status Merapi ditingkatkan menjadi awas tanggal 26 Oktober 2010, Mbah Marijan juga tetap berada di rumahnya.
Kepala Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman, Bejo Mulyo, mengatakan pria tua itu bukan tidak bersedia mengungsi, tetapi belum ingin meninggalkan rumahnya.
"Merapi itu berarti numrapi (memberi manfaat). Mbah Merapi akan punya gawe," kata Marijan.
Mbah Marijan adalah seorang muslim taat. la disiplin dalam beribadah lima waktu. Ketika azan berkumandang, sang penjaga akan langsung ke masjid meskipun ada tamu. la membangun masjid kecil di samping rumahnya, yang selalu ia gunakan untuk menjalankan ibadah.
Guguran awan parias Merapi, atau wedus gembel, juga tidak membuat Marijan lari. "Saya kerasan tinggal di sini. Gunung Merapi itu tidak menakutkan karena bukan hantu," kata bintang iklan salah satu minuman suplemen ini.
Rumah Mbah Maridjan sudah dipenuhi abu vulkanik. Awan panas atau biasa disebut wedhus gembel, yang keluar sekitar pukul 17.00 WIB,
Selasa (26/10/2010), membuat rumah sang juru kunci Gunung Merapi itu rusak parah (inilah.com).
Saat guguran material lava Merapi membuat orang merinding, Marian juga tetap tenang. Baginya itu hal yang sudah biasa.
Namun, sosok ini tidak pernah melarang warga meninggalkan rumah mereka. la mempersilakan mereka segera mengungsi.
Kapan Mbah mau turun? Marijan masih menggeleng. Hanya dia yang tahu kapan waktunya meninggalkan rumah dan masjid kecil di samping rumahnya.
Wafat.
Pada tanggal 26 Oktober 2010, terjadi letusan gunung merapi yang disertai awan panas setinggi 1,5 kilometer. Gulungan awan panas tersebut meluncur turun melewati kawasan tempat mbah marijan bermukim. Sebuah jasad yang diduga kuat jasad dari Mbah Maridjan ditemukan kemudian oleh tim SAR bersama dengan 16 orang lainnya telah meninggal dunia, umumnya kondisi korban yang ditemukan mengalami luka bakar serius. Jenazah tersebut dikonfirmasi sebagai jenazah Mbah Maridjan pada tanggal 27 Oktober 2010. Sultan Hamangkubuwono mengatakan bahwa Mbah Maridjan meninggal dunia ketika shalat, yaitu ketika Mbah Maridjan dibujuk untuk mengungsi dan ketika Mbah Maridjan menyatakan kesediaannya untuk mengungsi dia menjalankan Shalat Maghrib namun dalam waktu bersamaan dengan itulah awan panas turun. Maka ditemukan Mbah Maridjan meninggal dalam keadaan sujud.
Air mata menetes. Doa-doa pun dipanjatkan untuk mengiringi Mas Penewu Suraksohargo atau Mbah Maridjan menuju peristirahatan terakhir di Pemakaman Umum Srunen, Glagahrejo, Cangkringan, Sleman, Jawa Tengah, Kamis (28/10) siang.
Sekitar seribu pelayat larut dalam duka ketika jenazah juru kunci Gunung Merapi itu ketika dimasukkan ke liang lahat. Lokasi pemakaman sekitar lima kilometer dari rumah si Mbah di kawasan Dusun Kinahrejo. Jenazah dikubur di samping pusara kakeknya, Parto Setiko.
Sumber : Wikipedia, berita.liputan6.com., inilah.com, dan Harian Media Indonesia tgl. 27 Oktober 2010.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar