Senin, 09 Agustus 2010

SOEKARNO (6 Juni 1901 – 21 Juni 1970)

Soekarno (Bung Karno) Presiden Pertama Republik Indonesia, 1945- 1966, merupakan tokoh proklamator Kemerdekaan Indonesia,  menganut ideologi pembangunan berdiri di atas kaki sendiri. Proklamator yang lahir di Blitar, Jatim, 6 Juni 1901 ini dengan gagah mengejek Amerika Serikat dan negara kapitalis lainnya: Go to hell with your aid (Persetan dengan bantuanmu).

 Nama: Ir. Soekarno; Nama Panggilan: Bung Karno; Nama Kecil: Kusno.
Lahir: Blitar, Jatim, 6 Juni 1901; Meninggal: Jakarta, 21 Juni 1970; Makam: Blitar, Jawa Timur
Jabatan: Presiden RI Pertama (1945-1966); Gelar (Pahlawan): Proklamator
Isteri dan Anak: Tiga isteri delapan anak : Isteri Fatmawati (anak: Guntur, Megawati, Rachmawati, Sukmawati dan Guruh), Isteri Hartini (anak: Taufan dan Bayu); Isteri Ratna Sari Dewi (wanita turunan Jepang bernama asli Naoko Nemoto, anak: Kartika).
Ayah: Raden Soekemi Sosrodihardjo; Ibu: Ida Ayu Nyoman Rai
Pendidikan: HIS di Surabaya (indekos di rumah Haji Oemar Said Tokroaminoto, politisi kawakan pendiri Syarikat Islam); HBS (Hoogere Burger School) lulus tahun 1920; THS (Technische Hoogeschool atau sekolah Tekhnik Tinggi yang sekarang menjadi ITB) di Bandung lulus 25 Mei 1926
Ajaran: Marhaenisme
Kegiatan Politik: Mendirikan PNI (Partai Nasional Indonesia) pada 4 Juli 1927; Dipenjarakan di Sukamiskin, Bandung pada 29 Desember 1929; Bergabung memimpin Partindo (1931); Dibuang ke Ende, Flores tahun 1933 dan Empat tahun kemudian dipindahkan ke Bengkulu; Merumuskan Pancasila 1 Juni 1945; Bersama Bung Hatta memproklamasikan kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945.
HISTORIS
Soekarno (Bung Karno) Presiden Pertama Republik Indonesia, 1945- 1966, merupakan tokoh proklamator Kemerdekaan Indonesia,  menganut ideologi pembangunan berdiri di atas kaki sendiri. Proklamator yang lahir di Blitar, Jatim, 6 Juni 1901 ini dengan gagah mengejek Amerika Serikat dan negara kapitalis lainnya: Go to hell with your aid (Persetan dengan bantuanmu).
Ia mengajak negara-negara sedang berkembang (baru merdeka) bersatu. Pemimpin Besar Revolusi ini juga berhasil mengge-lorakan semangat revolusi bagi bangsanya, serta menjaga keutuhan NKRI. Tokoh pencinta seni ini memiliki slogan yang kuat menggantungkan cita-cita setinggi bintang untuk membawa rakyatnya menuju kehidupan sejahtera, adil makmur. Ideologi pembangunan yang dianut pria yang berasal dari keturunan bangsawan Jawa (Ayahnya bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo, suku Jawa dan ibunya bernama Ida Ayu Nyoman Rai, suku Bali), ini bila dilihat dari buku Pioneers in Development, kira-kira condong menganut ideologi pembangunan yang dilahirkan kaum ekonom yang tak mengenal kamus bahwa membangun suatu negeri harus mengemis kepada Barat. Tapi bagi mereka, haram hukumnya meminta-minta bantuan asing. Bersentuhan dengan negara Barat yang kaya, apalagi sampai meminta bantuan, justru mencelakakan si melarat (negara miskin).
Bagi Bung Karno, yang ketika kecil bernama Kusno, ini tampaknya tak ada kisah manis bagi negara-negara miskin yang membangun dengan modal dan bantuan asing. Semua tetek bengek manajemen pembangunan yang diperbantukan dan arus teknologi modern yang dialihkan agar si miskin jadi kaya dan mengejar Barat hanyalah alat pengisap kekayaan si miskin yang membuatnya makin terbelakang.
Itulah Bung Karno yang berhasil menggelorakan semangat revolusi dan mengajak berdiri di atas kaki sendiri bagi bangsanya, walaupun belum sempat berhasil membawa rakyatnya dalam kehidupan yang sejahtera. Konsep berdiri di atas kaki sendiri memang belum sampai ke tujuan tetapi setidaknya berhasil memberikan kebanggaan pada eksistensi bangsa. Daripada berdiri di atas utang luar negeri yang terbukti menghadirkan ketergantungan dan ketidakberdayaan (noekolonialisme).
Masa kecil Bung Karno sudah diisi semangat kemandirian. Ia hanya beberapa tahun hidup bersama orang tua di Blitar. Semasa SD hingga tamat, ia tinggal di Surabaya, indekos di rumah Haji Oemar Said Tjokroaminoto, politisi kawakan pendiri Syarikat Islam. Kemudian melanjut di HBS (Hoogere Burger School). Saat belajar di HBS itu ia pun telah menggembleng jiwa nasio-nalismenya. Selepas lulus HBS tahun 1920, ia pindah ke Bandung dan me-lanjutkan ke THS (Technische Hooge-school atau Sekolah Tekhnik Tinggi yang sekarang menjadi ITB). Ia berhasil meraih gelar Ir pada 25 Mei 1926.
Kemudian, ia merumuskan ajaran Marhaenisme dan mendirikan PNI (Partai Nasional lndonesia) pada 4 Juli 1927, dengan tujuan Indonesia Merdeka. Akibatnya, Belanda, si penjajah, menjebloskannya ke penjara Sukamiskin, Bandung pada 29 Desember 1929. Delapan bulan kemudian baru disidangkan. Dalam pembelaannya berjudul Indonesia Menggugat, dengan gagah berani ia menelanjangi kebobrokan Belanda, bangsa yang mengaku lebih maju itu.
Pembelaannya itu membuat Belanda makin marah. Sehingga pada Juli 1930, PNI pun dibubarkan. Setelah bebas (1931), Bung Karno bergabung dengan Partindo dan sekaligus memimpinnya. Akibatnya, ia kembali ditangkap Belanda dan dibuang ke Ende, Flores, tahun 1933. Empat tahun kemudian dipindahkan ke Bengkulu.
Setelah melalui perjuangan yang cukup panjang, Bung Karno dan Bung Hatta memproklamasikan kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945. Sebelumnya, ia juga berhasil merumuskan Pancasila yang kemudian menjadi dasar (ideologi) Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ia berupaya mempersatukan nusantara. Bahkan ia berusaha menghimpun bangsa-bangsa di Asia, Afrika, dan Amerika Latin dengan Konferensi Asia Afrika di Bandung pada 1955 yang kemudian berkembang menjadi Gerakan Non Blok.
Pemberontakan G-30-S/PKI melahirkan krisis politik sangat hebat. Ia pun tak mau membubarkan PKI yang dituduh oleh mahasiswa dan TNI sebagai dalang kekejaman pembunuh para jenderal itu. Suasana politik makin kacau. Sehingga pada 11 Maret 1966 ia mengeluarkan surat perintah kepada Soeharto untuk mengendalikan situasi, yang kemudian dikenal dengan sebutan Supersemar. Tapi, inilah awal kejatuh-annya. Sebab Soeharto menggunakan Supersemar itu membubarkan PKI dan merebut simpati para politisi dan mahasiswa serta merebut kekuasaan. MPR mengukuhkan Supersemar itu dan menolak pertanggungjawaban Soekarno serta mengangkat Soeharto sebagai Pejabat Presiden.
Kemudian Bung Karno dipenjarakan di Wisma Yaso, Jakarta. Kesehatannya terus memburuk. Akhirnya, pada hari Minggu, 21 Juni 1970 ia meninggal dunia di RSPAD. Ia disemayamkan di Wisma Yaso, Jakarta dan dimakamkan di Blitar, Jawa Timur di dekat makam ibundanya, Ida Ayu Nyoman Rai. Paduka Yang Mulia Pemimpin Besar Revolusi ini meninggalkan 8 orang anak. Dari Fatmawati mendapatkan lima anak yaitu Guntur, Megawati, Rachmawati, Sukmawati, dan Guruh. Dari Hartini mendapat dua anak yaitu Taufan dan Bayu. Sedangkan dari Ratna Sari Dewi, wanita turunan Jepang bernama asli Naoko Nemoto mendapatkan seorang putri yaitu Kartika.
Orator Ulung
Presiden pertama RI itu pun dikenal sebagai orator yang ulung, yang dapat berpidato secara amat berapi-api tentang revolusi nasional, neokolonialis-me dan imperialisme. Ia juga amat percaya pada kekuatan massa, kekuatan rakyat.
Aku ini bukan apa-apa kalau tanpa rakyat. Aku besar karena rakyat, aku berjuang karena rakyat dan aku penyambung lidah rakyat, kata Bung Karno, dalam karyanya Menggali Api Pancasila. Suatu ungkapan yang cukup jujur dari seorang orator besar.
Gejala berbahasa Bung Karno merupakan fenomena langka yang mengundang kagum banyak orang. Kemahirannya menggunakan bahasa dengan segala macam gayanya berhubungan dengan kepribadiannya. Hal ini tercermin dalam autobiografi, karangan-karangan dan buku-buku sejarah yang memuat sepak terjangnya.
Ia adalah seorang cen-dekiawan yang meninggal-kan ratusan karya tulis dan beberapa naskah dra-ma yang mungkin hanya pernah dipentaskan di Ende, Flores. Kumpulan tulisannya sudah diterbit-kan dengan judul Dibawah Bendera Revolusi, dua jilid. Jilid pertama boleh dikatakan paling menarik dan paling penting karena mewakili diri Soekarno sebagai Soekarno.
Dari buku setebal kira-kira 630 halaman tersebut tulisan pertama yang bermula dari tahun 1926, dengan judul Nasionalis-me, Islamisme, dan Marxisme adalah paling menarik dan mungkin paling penting sebagai titik-tolak dalam upaya memahami Soekarno dalam gelora masa mudanya, seorang pemuda berumur 26 tahun.
Di tengah kebesarannya, sang orator ulung dan penulis piawai, ini selalu membutuhkan dukungan orang lain. Ia tak tahan kesepian dan tak suka tempat tertutup.
Di akhir masa kekuasaannya, ia sering merasa kesepian. Dalam autobio-grafinya yang disusun oleh Cindy Adams, Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat itu, bercerita. Aku tak tidur selama enam tahun. Aku tak dapat tidur barang sekejap. Kadang-kadang, di larut malam, aku menelepon seseorang yang dekat denganku seperti misalnya Subandrio, Wakil Perdana Menteri Satu dan kataku, Bandrio datanglah ke tempat saya, temani saya, ceritakan padaku sesuatu yang ganjil, ceritakanlah suatu lelucon, berceritalah tentang apa saja asal jangan mengenai politik. Dan kalau saya tertidur, maafkanlah.... Untuk pertama kali dalam hidupku aku mulai makan obat tidur. Aku lelah. Terlalu lelah.
Dalam bagian lain disebutkan, Ditinjau secara keseluruhan maka jabatan presiden tak ubahnya seperti suatu pengasingan yang terpencil... Seringkali pikiran oranglah yang berubah-ubah, bukan pikiranmu... Mereka turut menciptakan pulau kesepian ini di sekelilingmu.
Anti Imperialisme
Pada 17 Mei 1956. Bung Karno mendapat kehormatan menyampaikan pidato di depan Kongres Amerika Serikat. Sebagaimana dilaporkan New York Times (halaman pertama) pada hari berikutnya, dalam pidato itu dengan gigih ia menyerang kolonialisme.
Perjuangan dan pengorbanan yang telah kami lakukan demi pembebasan rakyat kami dari belenggu kolonialisme, telah berlangsung dari generasi ke generasi selama berabad-abad. Tetapi, perjuangan itu masih belum selesai. Bagaimana perjuangan itu bisa dikatakan selesai jika jutaan manusia di Asia maupun Afrika masih berada di bawah dominasi kolonial, masih belum bisa menikmati kemerdekaan? pekik Soekarno ketika itu.
Hebatnya, meskipun pidato itu dengan keras menentang kolonialisme dan imperialisme, serta cukup kritis terhadap negara-negara Barat, ia mendapat sambutan luar biasa di Amerika Serikat (AS).
Pidato itu menunjukkan konsistensi pemikiran dan sikap-sikap Bung Karno yang sejak masa mudanya antikolonialisme. Terutama pada periode 1926-1933, semangat antikolonialisme dan anti-imperialisme itu sudah jelas dikedepankannya.
Sangat jelas dan tegas ingatan kolektif dari pahitnya kolonialisme yang dilakukan negara asing yang kaya itu. Namun, kata dan fakta adalah dua hal yang berbeda, dan tak jarang saling bertolak belakang.
Soekarno dan para penggagas nasionalisme lainnya dipaksa bergulat di antara kata dan fakta politik yang dicoba dirajut namun ternyata tidak mudah, dan tak jarang menemui jalan buntu.
Soekarno yang rajin berkata-kata, antara lain mengenai gagasan besarnya menyatukan kaum nasionalis, agama dan komunis (1926) menemukan kenyataan yang sama sekali bertolak belakang, ketika ia mencobanya menjadi fakta. Begitu pula gagasan besarnya yang lain: marhaenisme, atau nasionalisme marhaenistis, yang matang dikonsepsikan pada tahun 1932. Bahkan, gagasannya mengenai Pancasila.
Tokoh Kontroversial
Sebagai sosok yang memiliki prinsip tegas, Bung Karno kerap dianggap sebagai tokoh kontroversial. Maka tak heran jika dia memiliki lawan maupun kawan yang berani secara terang-terangan mengritik maupun membela pandangannya. Di mata lawan-lawan politiknya di Tanah Air, ia dianggap mewakili sosok politisi kaum abangan yang kurang islami. Mereka bahkan menggolongkannya sebagai gembong kelompok nasionalis sekuler.
Akan tetapi, di mata Syeikh Mahmud Syaltut dari Cairo, penggali Pancasila itu adalah Qaida adzima min quwada harkat al-harir fii al-balad al-Islam (Pemimpin besar dari gerakan kemerdekaan di negeri-negeri Islam). Malahan, Demokrasi Terpimpin, yang di dalam negeri diperdebatkan, justru dipuji oleh syeikh al-Azhar itu sebagai, lam yakun ila shuratu min shara asy syuraa allatiy jaalha al-Quran syaana min syuun al-muminin (tidak lain hanyalah salah satu gambaran dari permusyawaratan yang dijadikan oleh Al Quran sebagai dasar bagi kaum beriman).
Tatkala memuncak ketegangan antara Israel dan negara-negara Arab soal status Palestina ketika itu, pers sensasional Arab menyambut Bung Karno, Juara untuk kepentingan-kepentingan Arab telah tiba. Begitu pula, Tahta Suci Vatikan memberikan tiga gelar penghargaan kepada presiden dari Republik yang mayoritas Muslim itu.
Memang, pembelaan Bung Karno terhadap kaum tertindas tidak hanya untuk negerinya namun juga negeri lain. Itulah sebabnya, mengapa ia dipuja habis oleh bangsa Arab yang tengah menghadapi serangan Israel kala itu. Bung Karno dianggap sebagai pemimpin kaum Muslim. Padahal, di dalam negeri sendiri ia kerap dipandang lebih sebagai kaum abangan daripada kaum santri.
Sebenarnya, seberapa religiuskah Bung Karno? Bukankah ia juga dalam konsepsi Pancasila merumuskan sila Ketuhanan Yang Maha Esa? Sila yang menunjukkan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk dan mengakui lima agama. Bagaimana mungkin merangkum visi lima agama itu dalam satu kalimat yang mendasar itu kalau si pembuat kalimat tidak memahami konteks kehidupan beragama di Indonesia secara benar?
Dalam hal ini elok dikutip pendapat Clifford Geertz Islam Observed (1982): Gaya religius Soekarno adalah gaya Soekarno sendiri. Betapa tidak? Kepada Louise Fischer, Bung Karno pernah mengaku bahwa ia sekaligus Muslim, Kristen, dan Hindu. Di mata pengamat seperti Geertz, pengakuan semacam itu dianggap sebagaibergaya ekspansif seolah-olah hendak merangkul seluruh dunia. Sebaliknya, ungkapan semacam itu-pada hemat BJ Boland dalam The Struggle of Islam in Modern Indonesia (1982)- hanya merupakan perwujudan dari perasaan keagamaan sebagian besar rakyat Indonesia, khususnya Jawa. Bagi penghayatan spiritual Timur, ucapan itu justru merupakan keberanian untuk menyuarakan berbagai pemikiran yang mungkin bisa dituduh para agamawan formalis sebagai bidah.
Sistem Politik
Soekarno memiliki pandangan mengenai sistem politik yang didukungnya adalah yang paling cocok dengan kepribadian dan budaya khas bangsa Indonesia yang konon mementingkan kerja sama, gotong-royong, dan keselarasan. Dalam retorika, ia mengecam individualisme yang katanya lahir dari liberalisme Barat. Individualisme itu melahirkan egoisme, dan ini terutama dicerminkan oleh pertarungan antarpartai.
Lalu ia mencetuskan Demokrasi Terpimpin. Dalam berpolitik Soekarno mementingkan politik mobilisasi massa, ia bersimpati pada gerakan-gerakan anti-imperialisme, dan mungkin sebagai salah satu konsekuensinya, penerimaannya pada Partai Komunis Indonesia (PKI) sebagai aktor politik yang sah, pendukung konsepsi demokrasi terpimpin. Jadi ia mencanangkan sistem politik yang berwatak anti-liberal dan curiga pada pluralisme politik. Ia mementingkan persatuan demi revolusi.
Pada tahun 1950-an, Indonesia memang ditandai oleh ketidakstabilan politik yang disebabkan oleh sistem demokrasi parlementer. Sistem ini bersifat sangat liberal, dan didominasi oleh partai-partai politik yang menguasai parlemen. Pemilu 1955-yang dimenangkan empat kekuatan besar, Masyumi, Partai Nasional Indonesia (PNI), Nahdlatul Ulama (NU) serta PKI- hingga kini masih dianggap sebagai pemilu paling bebas dan bersih yang pernah dilaksanakan sepanjang sejarah Indonesia. Namun, di sisi lain dari sistem parlemen yang dikuasai partai itu adalah sering jatuh bangunnya kabinet yang dipimpin oleh perdana menteri. Selain itu, sejarah juga mencatat bahwa integritas nasional terus-menerus diancam oleh berbagai gerakan separatis, yakni DI/TI, PRRI/Permesta, dan sebagainya.
Kenyataan ini membuat Soekarno makin curiga pada partai politik karena dia menganggap Masyumi, dan juga PSI, terlibat dalam beberapa pemberontakan daerah.
Kemudian, Soekarno mendekritkan kembalinya Indonesia pada UUD 1945 karena kegagalan Konstituante untuk memutuskan UUD baru untuk Indonesia, akibat perdebatan berlarut-larut, terutama antara kekuatan nasionalis sekuler dan kekuatan Islam mengenai dasar negara. ► e-ti/crs, dari berbagai sumber
Sumber : TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia) download 10 Agustus 2010

FOTO-FOTO BERSEJARAH SOEKARNO

http://citrapriski.wordpress.com/foto-foto-bersejarah/
 


 Saya bukan Soekarnois, juga bukan fans beratnya, seperti yang almarhum kakek saya lakukan, terhadap sosok seorang tiran yang satu ini. Tetap, inilah salah seorang pemimpin legendaris dunia yang telah menyimpan kenangan bagi rakyatnya. Akan bagaimana prestise dan wibawa seorang Soekarno pernah menyita mata dunia.

 
Foto foto tentang kunjungan Soekarno ke New Delhi di tahun 50-an ini, didapat dari email yang masuk pada hari ini. Dan kebetulan, foto foto ini memiliki resolusi yang cukup bagus. Jujur saja, bagi saya, foto foto ini bagus, dan sangat mendukung pencitraan dan representasi tentang seorang Soekarno. Foto klasik hitam putih yang bagus ini telah menyiratkan sejuta citra, wibawa dan tentunya kenangan sejarah. Terlepas dari sejumlah kontroversi dan kelebihan di dalam dirinya yakni laksana sang pembual (bagi kalangan Pemimpin Barat), seorang pelukis dan pecinta seni (mirip seperti Hitler, mantan pelukis gagal), kharismatik, menguasai pedagogy, keras kepala, orator ulung, sang penakluk wanita yang tak risih menceraikan istri istrinya untuk menikah lagi, flamboyan dan tentunya juga cerdas.


Menarik. Secara tak langsung isi visual foto foto ini, yang telah di’kultuskan’ secara fisik dan klasik, makin mendukung pemahaman tentang bagaimana hidup, aktifitas dan sisi lain seorang tokoh, yang adalah Putra Sang Fajar ini. Yang di akhir hayatnya menjadi ironi, sosok yang dicintai dan dibenci sekaligus.






The founding father Soekarno di tengah elu-elu warga Indonesia yang mencintainya

SOEKARNO
Ir. Soekarno1 (6 Juni 1901 – 21 Juni 1970) adalah Presiden ndonesia pertama yang menjabat pada periode 1945 – 1966. Ia memainkan peranan penting untuk memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda. Ia adalah penggali Pancasila. Ia adalah Proklamator Kemerdekaan Indonesia (bersama dengan Mohammad Hatta) yang terjadi pada tanggal 17 Agustus 1945.


The founding father Soekarno di tengah elu-elu warga Indonesia yang mencintainya




Soekarno dan bintang sexy legendaris Marilyn Monroe di sebuah acara di AS




Ia menerbitkan Surat Perintah 11 Maret 1966 Supersemar yang kontroversial itu, yang konon, antara lain isinya adalah menugaskan Letnan Jenderal Soeharto untuk mengamankan dan menjaga kewibawaannya. Tetapi Supersemar tersebut disalahgunakan oleh Letnan Jenderal Soeharto untuk merongrong kewibawaannya dengan jalan menuduhnya ikut mendalangi Gerakan 30 September. Tuduhan itu menyebabkan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara yang anggotanya telah diganti dengan orang yang pro Soeharto, mengalihkan kepresidenan kepada Soeharto.
Latar belakang dan pendidikan
Soekarno dilahirkan dengan nama Kusno Sosrodihardjo. Ayahnya bernama Raden Sukemi Sosrodihardjo, seorang guru di Surabaya, Jawa. Ibunya berasal dari Bali. Ketika kecil Soekarno tinggal bersama kakeknya di Tulungagung, Jawa Timur. Pada usia 14 tahun, seorang kawan bapaknya yang bernama Oemar Said Tjokroaminoto mengajak Soekarno tinggal di Surabaya dan disekolahkan ke Hoogere Burger School (H.B.S.) di sana sambil mengaji di tempat Tjokroaminoto. Di Surabaya, Soekarno banyak bertemu dengan para pemimpin Sarekat Islam, organisasi yang dipimpin Tjokroaminoto saat itu. Soekarno kemudian bergabung dengan organisasi Jong Java (Pemuda Jawa).
Tamat H.B.S. tahun 1920, Soekarno melanjutkan ke Technische Hoge School (sekarang ITB) di Bandung, dan tamat pada tahun 1925. Saat di Bandung, Soekarno berinteraksi dengan Tjipto Mangunkusumo dan Dr. Douwes Dekker, yang saat itu merupakan pemimpin organisasi National Indische Partij.
Masa pergerakan nasional




Masa Perang Revolusi
Soekarno bersama tokoh-tokoh nasional mulai mempersiapkan diri menjelang Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Setelah sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia BPUPKI,Panitia Kecil yang terdiri dari delapan orang (resmi), Panitia Kecil yang terdiri dari sembilan orang/Panitia Sembilan (yang menghasilkan Piagam Jakarta) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia PPKI, Soekarno-Hatta
mendirikan Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.   Setelah menemui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, terjadilah Peristiwa Rengasdengklok pada tanggal 16 Agustus 1945; Soekarno dan Mohammad Hatta dibujuk oleh para pemuda untuk menyingkir ke asrama pasukan Pembela Tanah Air Peta Rengasdengklok. Tokoh pemuda yang membujuk antara lain Soekarni, Wikana, Singgih serta Chairul Saleh. Para pemuda menuntut agar Soekarno dan Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia, karena di Indonesia terjadi kevakuman kekuasaan. Ini disebabkan karena Jepang sudah menyerah dan pasukan Sekutu belum tiba. Namun Soekarno, Hatta dan para tokoh menolak dengan alasan menunggu kejelasan mengenai penyerahan Jepang. Alasan lain yang berkembang adalah Soekarno menetapkan moment tepat untuk kemerdekaan Republik Indonesia yakni dipilihnya tanggal 17 Agustus 1945 saat itu bertepatan dengan tanggal 17 Ramadhan, bulan suci kaum muslim yang diyakini merupakan tanggal turunnya wahyu pertama kaum muslimin kepada Nabi Muhammad SAW yakni Al Qur-an. Pada tanggal 18 Agustus 1945, Soekarno dan Mohammad Hatta diangkat oleh PPKI menjadi Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Pada tanggal 29 Agustus 1945 pengangkatan menjadi presiden dan wakil presiden dikukuhkan oleh KNIP.Pada tanggal 19 September 1945 kewibawaan Soekarno dapat menyelesaikan tanpa pertumpahan darah peristiwa Lapangan Ikada dimana 200.000 rakyat Jakarta akan bentrok dengan pasukan Jepang yang masih bersenjata lengkap.
Pada saat kedatangan Sekutu (AFNEI) yang dipimpin oleh Letjen. Sir Phillip Christison, Christison akhirnya mengakui kedaulatan Indonesia secara de facto setelah mengadakan pertemuan dengan Presiden Soekarno. Presiden Soekarno juga berusaha menyelesaikan krisis di Surabaya. Namun akibat provokasi yang dilancarkan pasukan NICA (Belanda) yang membonceng Sekutu. (dibawah Inggris) meledaklah Peristiwa 10 November 1945 di Surabaya dan gugurnya Brigadir Jendral A.W.S Mallaby. Karena banyak provokasi di Jakarta pada waktu itu, Presiden Soekarno akhirnya memindahkan Ibukota Republik Indonesia dari Jakarta ke
Yogyakarta. Diikuti wakil presiden dan pejabat tinggi negara lainnya.
Kedudukan Presiden Soekarno menurut UUD 1945 adalah kedudukan Presiden selaku kepala pemerintahan dan kepala negara (presidensiil/single executive). Selama revolusi kemerdekaan,sistem pemerintahan berubah menjadi semi-presidensiil/double executive. Presiden Soekarno sebagai Kepala Negara dan Sutan Syahrir sebagai Perdana Menteri/Kepala Pemerintahan. Hal itu terjadi karena adanya maklumat wakil presiden No X, dan maklumat pemerintah bulan November 1945 tentang partai politik. Hal ini ditempuh agar Republik Indonesia dianggap negara yang lebih demokratis.


Meski sistem pemerintahan berubah, pada saat revolusi kemerdekaan, kedudukan Presiden Soekarno tetap paling penting, terutama dalam menghadapi Peristiwa Madiun 1948 serta saat Agresi Militer Belanda II yang menyebabkan Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta dan sejumlah pejabat tinggi negara ditahan Belanda. Meskipun sudah ada Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) dengan ketua Sjafruddin Prawiranegara, tetapi pada kenyataannya dunia internasional dan situasi dalam negeri tetap mengakui bahwa Soekarno-Hatta adalah pemimpin Indonesia yang sesungguhnya, hanya kebijakannya yang dapat menyelesaikan sengketa Indonesia-Belanda.
Masa kemerdekaan
Setelah Pengakuan Kedaulatan (Pemerintah Belanda menyebutkan sebagai Penyerahan Kedaulatan), Presiden Soekarno diangkat sebagai Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS) dan Mohammad Hatta diangkat sebagai perdana menteri RIS. Jabatan Presiden Republik Indonesia diserahkan
kepada Mr Assaat, yang kemudian dikenal sebagai RI Jawa-Yogya. Namun karena tuntutan dari seluruh rakyat Indonesia yang ingin kembali ke negara kesatuan, maka pada tanggal 17 Agustus 1950, RIS kembali berubah menjadi Republik Indonesia dan Presiden Soekarno menjadi Presiden RI.  Mandat Mr Assaat sebagai pemangku jabatan Presiden RI diserahkan kembali kepada Ir. Soekarno. Resminya kedudukan Presiden Soekarno adalah presiden konstitusional, tetapi pada kenyataannya kebijakan pemerintah dilakukan setelah berkonsultasi dengannya.
Mitos Dwitunggal Soekarno-Hatta cukup populer dan lebih kuat dikalangan rakyat dibandingkan terhadap kepala pemerintahan yakni perdana menteri. Jatuh bangunnya kabinet yang terkenal sebagai “kabinet semumur jagung” membuat Presiden Soekarno kurang mempercayai sistem multipartai,
bahkan menyebutnya sebagai “penyakit kepartaian”. Tak jarang, ia juga ikut turun tangan menengahi konflik-konflik di tubuh militer yang juga berimbas pada jatuh bangunnya kabinet. Seperti peristiwa 17 Oktober 1952 dan Peristiwa di kalangan Angkatan Udara.
Presiden Soekarno juga banyak memberikan gagasan-gagasan di dunia Internasional. Keprihatinannya terhadap nasib bangsa Asia-Afrika, masih belum merdeka, belum mempunyai hak untuk menentukan nasibnya sendiri, menyebabkan presiden Soekarno, pada tahun 1955, mengambil inisiatif untuk mengadakan Konferensi Asia-Afrika di Bandung yang menghasilkan Dasa Sila. Bandung dikenal sebagai Ibu Kota Asia-Afrika. Ketimpangan dan konflik akibat “bom waktu” yang ditinggalkan negara-negara barat yang dicap masih mementingkan imperialisme dan kolonialisme, ketimpangan dan kekhawatiran akan munculnya perang nuklir yang merubah peradaban, ketidakadilan badan-badan dunia internasional dalam pemecahan konflik juga menjadi perhatiannya. Bersama Presiden Josip Broz Tito (Yugoslavia), Gamal Abdel Nasser (Mesir), Mohammad Ali Jinnah (Pakistan), U Nu, (Birma) dan Jawaharlal Nehru (India) ia mengadakan Konferensi Asia Afrika yang membuahkan Gerakan Non Blok. Berkat jasanya itu, banyak negara-negara
Asia Afrika yang memperoleh kemerdekaannya. Namun sayangnya, masih banyak pula yang mengalami konflik berkepanjangan sampai saat ini karena ketidakadilan dalam pemecahan masalah, yang masih dikuasai negara-negara kuat atau adikuasa. Berkat jasa ini pula, banyak penduduk dari
kawasan Asia Afrika yang tidak lupa akan Soekarno bila ingat atau mengenal akan Indonesia.
Guna menjalankan politik luar negeri yang bebas-aktif dalam dunia internasional, Presiden Soekarno mengunjungi berbagai negara dan bertemu dengan pemimpin-pemimpin negara. Di antaranya adalah Nikita Khruschev (Uni Soviet), John Fitzgerald Kennedy (Amerika Serikat), Fidel Castro (Kuba), Mao Tse Tung (RRT).
Masa-masa kejatuhan Soekarno dimulai sejak ia “bercerai” dengan Wakil Presiden Moh. Hatta, pada tahun 1956, akibat pengunduran diri Hatta dari kancah perpolitikan Indonesia. Ditambah dengan sejumlah pemberontakan separatis yang terjadi di seluruh pelosok Indonesia, dan puncaknya, pemberontakan G 30 S, membuat Soekarno di dalam masa jabatannya tidak dapat “memenuhi” cita-cita bangsa Indonesia yang makmur dan sejahtera.
Soekarno sendiri wafat pada tanggal 21 Juni 1970 di Wisma Yaso, Jakarta, setelah mengalami pengucilan oleh suksesornya yang “durhaka” Jenderal
Suharto. Jenazahnya dikebumikan di Kota Blitar, Jawa Timur, dan kini menjadi ikon kota tersebut, karena setiap tahunnya dikunjungi ratusan ribu hingga jutaan wisatawan dari seluruh penjuru dunia. Terutama pada saat penyelenggaraan Haul Bung Karno.
Tentang nama Soekarno
Nama lengkap Soekarno ketika lahir adalah Kusno Sosrodihardjo. Ketika masih kecil, karena sering sakit-sakitan, menurut kebiasaan orang Jawa; oleh orang tuanya namanya diganti menjadi Soekarno. Di kemudian hari ketika menjadi Presiden R.I., ejaan nama Soekarno diganti olehnya sendiri menjadi Sukarno karena menurutnya nama tersebut menggunakan ejaan penjajah (Belanda). Ia tetap menggunakan nama Soekarno dalam tanda tangannya karena tanda tangan tersebut adalah tanda tangan yang tercantum dalam Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang tidak boleh diubah. Sebutan akrab untuk Ir. Soekarno adalah Bung Karno.
Siapa Ahmad Soekarno? Di beberapa negara Barat, nama Soekarno kadang-kadang ditulis Ahmad Soekarno. Hal ini terjadi karena ketika Soekarno pertama kali berkunjung ke
Amerika Serikat, sejumlah wartawan bertanya-tanya, “Siapa nama kecil Soekarno?” karena mereka tidak mengerti kebiasaan sebagian masyarakat di Indonesia yang hanya menggunakan satu nama saja atau tidak memiliki nama keluarga. Entah bagaimana, seseorang lalu menambahkan nama Ahmad di depan nama Soekarno. Hal ini pun terjadi di beberapa Wikipedia.
Istri Soekarno
Soekarno pernah mempunyai hubungan dengan beberapa wanita. Mereka adalah: Oetari, Inggit Garnasih Fatmawati, Hartini, Ratna Sari Dewi (nama asli: Naoko Nemoto), Haryati, Yurike Sanger, Kartini Manoppo, Heldy Djafar.  Beberapa di antaranya kemudian dinikahinya

Soekarno & Haji Agus Salim



Tidak ada komentar:

Posting Komentar