Dikemas oleh
Isamas54
Banyak vila liar di
kawasan Puncak Bogor yang perlu segera dibongkar.
Yang disebut
Kawasan Puncak Bogor adalah wilayah yang bermula dari pertigaan Ciawi di
Kabupaten Bogor hingga Cimacan di Kabupaten Cianjur. Kawasan ini adalah merupakan sumber air
sekaligus dan pengendali banjir atau penyangga bagi wilayah Jakarta, Bogor,
Depok, Tangerang, dan Bekasi. Namun
disamping itu kawasan ini juga merupakan wisata yang memegang peranan vital bagi
Jakarta, karena sebagai tempat berlibur yang relatif dekat bagi warga Jakarta.
Sehingga tidak
heran atau sudah dianggap normal kalau menjelang hari liburan panjang antrean
kendaraan dari gerbang Tol Ciawi menuju Puncak bisa mencapai 3 kilometer,
dimana petugas memberlakukan sistem satu arah tiga kali (yaitu pada pagi,
siang, dan sore hari), dengan jumlah kendaraan
yang masuk dan keluar dari Puncak bisa mencapai 25 ribu unit.
Dengan demikian
maka tidak heran kalau pembangunan di sini marak baik untuk tempat usaha maupun
untuk tempat beristirahat. Tentu bagi
orang yang berduit sangat menarik untuk membangun tempat milik yang dalam
kenyataannya pada hari biasa hanya ditunggui tukang kebun. Dalam pembangunan ini banyak yang tidak
mengindahkan tata ruang dan guna lahan, sehingga kawasan yang memesona ini
justru bisa semakin berpotensi memicu bencana seperti terjadinya banjir,
longsor, dan kekurangan air bersih di kawasan Puncak serta sekitarnya.
Data
umum
(1.1). Kawasan Puncak Bogor berada di wilayah Gunung
Gede dan Pangrango, yang berada di wilayah Kabupaten Bogor (Kecamatan Ciawi, Megamendung,
Cijeruk, Cigombong, Sukaraja Cijayanti, dan Cisarua), serta Kabupaten Cianjur (Kecamatan
Pacet dan Cipanas). Di tepi jalan utama
Ciawi-Cimacan sepanjang 29,5 kilometer itu dipenuhi bangunan, setidaknya ada 2
rumah sakit dan 20 klinik ataupun praktik bidan, 7 SPBU, 21 minimarket, serta
ratusan rumah makan dan hotel. Ketika menelusuri jalan sempit ataupun gang di
kiri dan kanan jalan utama, ditemukan lebih banyak lagi vila yang disewakan.
(1.2). Kawasan terpadat di Kecamatan Cisarua Di
kawasan berpenduduk 113.833 jiwa ini, ada beberapa obyek wisata terkenal,
seperti Taman Safari Indonesia dan Taman Wisata Matahari. Monografi Kecamatan
Cisarua menunjukkan, hingga Desember 2010, ada 173 penginapan di luar vila, 133
tempat makan, dan 7 pasar.
(1.3). Infrastruktur utama (seperti jalan, trotoar,
dan lahan parkir), masih kurang memadai, karena sebagian besar trotoar beralih
fungsi menjadi areal parkir, warung dan lapak pedagang kaki lima (PKL). Selain itu saluran air di pinggir jalan pun
tidak terurus. Hasil survei tim
Kecamatan Cisarua (2011) menemukan di
kawasan Puncak ini terdapat 1.117 PKL yang harus ditertibkan.
(1.4). Setiap akhir pekan atau hari libur kawasan Puncak
bertambah sesak, ketika iring-iringan mobil, sepeda motor, dan bus wisata
memadati kawasan ini. Berdasarkan data dari petugas Gerbang Tol Ciawi (awal
Maret 2011), sepanjang Sabtu pukul 06.00 hingga Minggu pukul 06.00, mobil yang
menuju Puncak mencapai sekitar 25.000 an unit kendaraan, di luar sepeda motor
yang tak bisa terpantau.
(1.5). Menurut data Dinas Tata Bangunan dan
Permukiman Kabupaten Bogor 2010, dari 59.486 bangunan di Kecamatan Ciawi,
Megamendung, dan Cisarua, baru 12.844 bangunan yang memiliki izin mendirikan
bangunan atau sekitar seperlimanya
(1.6). Hutan yang tersisa di Puncak terus tergerus untuk
pembangunan vila dan perluasan pemukiman warga tanpa izin. Berdasarkan data
Pusat Pengkajian, Perencanaan, dan Pengembangan Wilayah IPB (P4WIPB), pada
tahun 2008 ada 216,85 hektar hutan konservasi yang dimanfaatkan
sebagai perkebunan permukiman
vila, dan semak terbuka. Inkonsistensi tata ruang terburuk terjadi di Kecamatan
Cisarua. Dari 7,406,3 hektar luas kawasannya, sebanyak 1.742,58 hektar lahan
melanggar Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bogor 2005-2025.
(1.7). Jumlah viIa liar di kawasan Puncak semakin
meningkat tiap tahunnya yaitu 2009 (112
buah), 2010 (163 buah), 1011 (200 buah), dan 1012 (300 buah)
Sempat
memudar
Ketika tol Jakarta-Cipularang beroperasi 12 Juli 2005,
pemilik usaha di kawasan wisata pegunungan itu sempat khawatir. Kalau
Jakarta-Bandung hanya 2 jam dan Jakarta-Puncak juga 2 jam, warga Ibu Kota akan
banting setir ke Bandung.
Nyatanya memang demikian, semakin banyak warga Jakarta yang membanjiri Bandung pada akhir pekan sehingga tidak heran kalau banyak warung atau rumah makan di jalur Bogor-Puncak-Bandung terpaksa tutup atau menurun omsetnya. Meski demikian, Puncak tak pernah sepi
Nyatanya memang demikian, semakin banyak warga Jakarta yang membanjiri Bandung pada akhir pekan sehingga tidak heran kalau banyak warung atau rumah makan di jalur Bogor-Puncak-Bandung terpaksa tutup atau menurun omsetnya. Meski demikian, Puncak tak pernah sepi
Eksotisme Puncak tak pernah pudar, pegunungan yang
menggambarkan perempuan cantik sedang berbaring itu tetap memesona dan
dicintai. Kemegahan vila-vila laksana lipstik di wajah perempuan cantik itu. Ada vila
yang menjulang tinggi, banyak pula yang melebar ke samping dan meluas ke
belakang. Juga tidak luput banyak vila yang berdiri di tengah-tengah 'kerumunan'
rumah-rumah kumuh penduduk asli.
Bangunan dan perijinan
Di wilayah Puncak yang termasuk Kabupaten Bogor ini, misalnya
di wilayah kawasan Desa Megamendung Kecamatan Megamendung, antara lain terdapat
lahan seluas 25 hektare bekas kebun teh milik PT Perkebunan Ciliwung yang telah
berubah menjadi milik perorangan sejak 1990. Vila berdiri kukuh di ketinggian
700 meter di atas permukaan laut, dengan lereng hutan pinus berkemiringan 30-45
derajat. (mediaindonesia.com 2011/11/25).
Menurut data Dinas Tata Bangunan dan Permukiman (DTBP, 2010)
Kabupaten Bogor, di tiga kecamatan bagian selatan Kabupaten Bogor yang meliputi
Ciawi, Megamendung, dan Cisarua, terdapat 59.486 bangunan vila, hotel, serta
rumah penduduk. Dari data tersebut, baru
12.844 bangunan yang memiliki izin mendirikan bangunan, misalnya di Desa
Cilember-Kecamatan Cisarua sudah terdapat 150 unit vila yang hanya beberapa
yang memiliki izin.
Hanya berjarak 1-2 kilometer dari vila-vila mewah tersebut,
menghampar rumah-rumah penduduk yang reyot, nyaris ambruk, dan tanpa listrik.
Pembongkaran
vila
Untuk memperbaiki
kembali kawasan tersebut antara lain melakukan pembongkaran vila-vila yang melanggar
ketertiban umum, dibangun di atas lahan milik Negara, tidak
memiliki IMB, berada di kawasan
konservasi dan atau terletak di daerah resapan air.
Imbauan untuk
membongkar vila-vila ini sebenarnya sudah lama didengungkan, bahkan Pemerintah
Kabupaten Bogor pun pernah melaksanakannya, namun jumlah vila yang dibongkar
sangat kecil dibandingkan dengan jumlah bangunan-bangunan baru yang muncul di
kawasan Puncak.
Setelah ada
Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2008 tentang Tata Ruang Bogor,
Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur, baru ada langkah penataan
serius. Penyegelan vila-vila di lahan konservasi banyak dilakukan. Namun
penertiban tidak bisa berjalan cepat karena pemiliknya masih diberi waktu untuk
membongkar propertinya dan pindah.
Perundang-undangan
Adapun perundangan
yang mendukung pembongkaran adalah : UU No 26
Tahun 2007 tentang Penataan Ruang; UU No 41 tentang Kehutanan; UU No 5 Tahun
1990 tentang Sumber Daya Hayati dan Ekosistem; Undang-Undang No 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan
dan Pengelotaan Lingkungan Hidup (PPLH); Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2008
tentang Tata Ruang Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan_Cianjur;
Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2009 yang mengatur penyusunan RTRW dan
pengendalian pemanfaatan ruang
Target
dan proses pembongkaran
Sedangkan target
pembongkaran bangunan vila liar di tahun 2013 adalah sebanyak 60 unit sudah
dibongkar dari target 239 unit hingga akhir tahun.
Proses pembongkaran
Februari 2013 :
Sebanyak 267 pemilik vila dan bangunan yang tidak memiliki IMB
ditegur melalui surat teguran pertama. Semua vila itu berada di tahan milik
Perhutani yang merupakan lahan serapan air.
13 Maret 2013 :
Pembongkaran vila di lahan milik Taman Nasional Gunung Halirnun dan Salak
(TNGHS), tepatnya di kawasan wisata Gunung Salak Endah, Kecamatan Pamijahan,
Kabupaten Bogor, gagal diiaksanakan. Ratusan warga pendukung keberadaan vila
ilegal itu bersiaga di sekitar kawasan Gunung Bunder. Negosiasi juga gagal
dilakukan.
April 2013 : Dinas
Tata Bangunan dan Permukiman (DTBP) Kabupaten Bogor melayangkan surat
peringatan kedua kepada pemilik bangunan/vila liar tersebut.
26 Oktober 2013 : Pemerintah
Kabupaten Bogor mengimbau agar para pemilik bangunan itegal, termasuk vila, di
kawasan Puncak, Bogor, untuk membongkar sendiri bangunan mereka sebelum
ditertibkan oleh petugas.
20 November 2013 : Sebanyak
21 vila liar dari 10 pemilik dibongkar di Kampung Sukatani, Desa Tugu utara,
Kecamatan Cisarua.
25 November 2013 : Satuan
Polisi Pamong Praja Kabupaten Bogor kembali membongkar bangunan dan vila liar
di Kampung Sukatani, Kecamatan Cisarua. Kali ini sebanyak 41 bangunan, baik
vila maupun tempat tinggal.
Bangunan
yang kokoh
Salah satu bangunan
yang liar dibongkar di kawasan Puncak adalah milik seorang petinggi sebuah
perusahaan yang posisi bangunannya berada di puncak anak Gunung Pangrango di
Kampung Sukatani Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, berada di ketinggian 1.600
m dpl di kemiringan 60%.
Merupakan bangunan liar
yang kokoh dan mewah berlantai empat ini berdiri di atas lahan seluas 2,3
hektare, dengan luas bangunan keseluruhan mencapai 500 meter persegi, dengan
fasilitas antara lain kolam renang ukuran besar, panggung, dan heliped. Nilai investasi bangunan itu ditaksir
mencapai Rp5 miliar, Vila tersebut sudah
berdiri sejak tujuh tahun lalu (2006), sang pemilik menyewakan vila dengan 14
kamar itu dengan harga antara Rp7 juta-Rpl5 juta per hari. Karena berada di puncak gunung maka kemegahannya
bisa terlihat mentereng sampai berkilo-kilo meter jauhnya dari jalan Raya
Puncak.
Bangunan tersebut
merupakan salah satu dari puluhan bangunan liar yang dibongkar oleh Satuan
Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Bogor, sejak (25/11/2013) . Namun
hingga 28/11/2013, bangunan tersebut masih kokoh bertahan, karena petugas
mengalami kesulitan untuk membongkar vila itu. Jalanan yang sempit dan curam
membuat alat berat sulit masuk. Selain itu, material bangunan terdiri dari beton
dan besi-besi membuat pekerja sulit merobohkannya. "Sudah hari ketiga, tapi masih utuh.
Materialnya kuat," kata Kasatpol PP Kabupaten Bogor Dace Supriadi.
Pada awalnya, sang
pemilik sempat menolak pembongkaran dan meminta waktu, alasannya karena vila itu
bukan dikomersialkan, tetapi fasilitas dan isi bangunan belum jadi itu cukup
membuat orang berdecak. Selain furnitur mewah, lengkap dengan home taater, di
bagian dalam lantai bawah juga terdapat dua fasilitas phone banking.
Hingga tanggal 28
Nopember 2013 sore petugas sudah membongkar 75 bangunan liar dengan 31 pemilik.
Perlu
kesadaran masyarakat
Menurut dosen Ilmu
Lingkungan di Fakultas Teknik UI dan Universitas Pelita Harapan, Lim Bianpoen,
pernah menjabat sebagai Kepala Penelitian dan Pengelolaan LH DKI Jakarta di era
Gubernur Ali Sadikin, mengatakan
(Kompas 23 Maret 2011) :
(2.1). Terkadang masyarakat setempat tidak menyadari
bahwa dengan menjual lahan miliknya, apabila tidak pandai mengelola uang maka akan
semakin miskin dari sebelumnya, mereka banyak yang langsung membelanjakannya
untuk kebutuhan sesaat, seperti membeli sepeda motor atau memperbaiki rumah.
(2.2). Puncak yang semula merupakan tempat berlibur
khususnya pada akhir pekan, berubah menjadi pusat kemacetan,. Warga Jakarta
yang berlibur ke sana justru dihadapkan pada kemacetan yang membuat mental dan
fisik lelah luar biasa.
(2.3). Dengan membiarkan Puncak ditumbuhi vila dan
real estat baru, Puncak tidak lagi menjadi daerah tangkapan air, dan ini
membahayakan Jakarta.
(2.4). Kesalahan ini dilakukan oleh semua pihak
Namun, yang paling besar andilnya dengan kerusakan yang terjadi di Puncak
adalah pemerintah daerah setempat. "Mereka
harus berani membongkar vila-vila itu. Toh, mereka juga yang menikmati biaya
pengurusan izin yang dikeluarkan oleh pemilik vila," katanya.
(2.5). Terhadap penduduk setempat, pemerintah daerah
juga harus memberi pendampingan agar tidak mudah menjual tanah mereka.
Pemerintah harus memastikan kaalitas hidup warganya tidak tergusur dan terus
terjaga dengan baik.
(2.6). Untuk memperbaiki kawasan Puncak, Bianpoen
mengatakan ada langkah sementara yang bisa diambil sambil menunggu
bangunan-bangunan itu dibongkar. Langkah
itu adalah memaksa pemilik bangunan membuat sumur resapan dan pemerintah
setempat harus memastikan bahwa sumur resapan itu benar-benar dibuat oleh para
pemilik vila sesuai dengan bangunan yang dibangun. Dicontohkan, jika seseorang mempunyai lahan
seluas 1.000 meter persegi lalu di atasnya dibangun vila seluas 600 meter
persegi, yang bersangkutan harus membuat sumur resapan yang luas dinding
resapannya mencapai 600 meter persegi. "Dinding
itu harus mempunyai lubang-lubang yang mampu menyalurkan air ke dalam tanah.
Pembuatan sumur resapan ini harus diawasi secara ketat Pemerintah daerah jangan
hanya percaya dengan pengakuan pemilik bangunan," tutur Bianpoen.
Dibantu
DKI
Pemerintah Provinsi
(Pemprov) DKI Jakarta memberikan dana hibah kepada daerah penyangga meliputi
Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Bodetabek) dengan nilai puluhan miliar
rupiah untuk mengurangi risiko banjir. Namun,
yang menjadi perhatian serius dari Pemprov DKI ialah Kabupaten/Kota Bogor, Jawa
Barat, karena kawasan Puncak-Bogor adalah merupakan hulu dari 13 sungai yang
melintasi Ibu Kota.
Karena itulah maka Pemprov
DKI memberikan tiap tahun dana hibah miliaran rupiah tiap kabupaten/kota madya.
"Bahkan
untuk 2013, dana hibah Pemprov DKI kepada Pemda Bogor sebesar Rp 8 Miliar
dengan harapan agar pejabat Kabupaten/Kota Bogor membongkar vila-vila yang
merusak lingkungan hutan di kawasan Puncak," kata Wakil Gubernur
DKI Basuki Tjahaja Purnama (28/11/2013).
Sebagai catatan akhir
:
"90% milik warga Jakarta. Awalnya untuk keluarga
bersenang-senang pada akhir pekan. Lama-lama bosan, lalu disewakan. Sebagian
vila dan hotel memang sudah dari awal dikomersialkan," jelas warga Desa Megamendung yang
bertugas menjaga vila (2011).
Keterangan
gambar : diambil dari internet
Sumber a.l : mediaindonesia.com 2011/11/25, Kompas 23/3/2011,
Media Indonesia 29/11/2013Bacaan lain
Wisata dan Kota Bogor (dapat dilihat pada Topik/Label 'Bogor')
Tidak ada komentar:
Posting Komentar