Jumat, 08 November 2013

Kesehatan Jiwa : Mengenai Gangguan Bipolar



Dikemas oleh : Isamas54
Adanya gangguan neurobiologis membuat penderita mengalami perubahan suasana hati menjadi gembira atau sedih yang berlebih.

Gangguan bipolar (GB) atau bi­polar disorder adalah salah satu masalah psikologis atau kejiwaan yang ditandai adanya perubahan mood atau suasana hati, pikiran, energi, dan perilaku (dalam periode tertentu) yang sangat ekstrem dari kondisi gembira berlebih (mania) menjadi sedih berlebih (depresi) atau sebaliknya. 
Istilah GB mengacu ke suasana hati penderitanya yang dapat berubah secara tiba-tiba di antara dua kutub (polar) yang berlawanan, yaitu kebahagiaan dan kesedihan yang ekstrem.  Dalam  sela dua kondisi tersebut mood seorang penderita dalam kondisi normal (eutimik). 

Data
(1.1).  Sebanyak 17-20% dari penderita GB  melakukan bunuh diri,  untuk hal ini peran keluarga dan lingkungan sosial sangat penting untuk mengendalikan penderita.  Penderita berusia 15-24 tahun itu bila dapat dikendalikan umumnya tidak akan sampai mengalami depresi hingga bunuh diri.
(1.2).  Data penderita GB di Indonesia belum ada, tapi gangguan mental emosional yang dapat menjadi gejala ringan bagi GB mencapai di atas 10%.  Data gangguan mental emosional adalah 11,6% di Indonesia, 12,3% di Jatim, dan 14,7% di Surabaya. Dari jumlah itu hanya 17% penderita GB di Indonesia yang berobat, sedangkan tingkat ketidakpatuhan yang merupakan kunci keberhasilan pengobatan pada terapi GB cukup tinggi yakni 51-64%.

(1.3).  Perempuan lebih sering meng­alami GB tipe II dengan perbandingannya 2:1 dengan laki-laki. 

(1.4).  Kalau dapat dikendalikan justru GB akan memiliki prestasi luar biasa seperti seniman, penulis, dan jurnalis Stephen Fry, Ernest Miller Hemingway, dsb.

Penyebab
GB terjadi karena adanya gangguan pada kimia otak yang  membuat kelenjar di otak tidak bisa mengendalikan pengeluaran zat dopamin dengan baik. Jika zat dopamin berlebihan, penderita bipolar akan berada pada kondisi mania, sebaliknya bila kekurangan dopamin membawa penderita ke posisi depresi.  Adanya gangguan neurobiolo­gis itu membuat sebagian besar penderita memerlukan obat seumur hidup untuk menekan kekambuh­an.


GB muncul sebagai kombinasi dari beberapa factor atau pemicu seperti faktor biologis, faktor kepribadian, faktor pola asuh dan lingkungan, serta faktor stresful di lingkungan.  Faktor biologis merupakan faktor utama yang sangat berperan dalam pembentukan bipolar seperti genetika, ketidakseimbangan bio-kimiawi di otak yaitu di neurotransmitter dan dopamin, serta di prefontal cortex.
Faktor genetik ini bisa menjadi pemicu rentan terhadap GB yaitu ketika mengalami stres psikososial yang tidak bisa ditanggulangi dan diatasi.

Gejala
Ada dua tipe pengidap GB yakni :  Tipe I didominasi perasaan mania dimana pasien tak bisa berhenti berbicara, sangat aktif hingga kerap melewatkan waktu tidur, gembira luar biasa meski tak sesuai dengan konteks, kepercayaan diri meningkat drastis, boros dan ceroboh. Tipe II cenderung didominasi perasaan. depresi dan hipomania (kondisi di bawah level mania).
Ketika perubahan mood terkesan tak wajar itu perlu diwaspadai sebab itu bisa saja hal itu gejala bipolar.  Jika pasien sedang mengalami hipomania, pikirannya sangat optimistis tetapi tidak realistis, seperti
bicara meledak-meledak, energinya meningkat luar biasa, terlalu berani menabrak risiko, dan 'mood' lainnya.
Sebaliknya pasien yang sedang mengalami depresi didominasi rasa bersalah, tak berharga, tak konsentrasi, hingga tak jarang terpikir untuk bunuh diri. Pasien cenderung menarik diri dari kehidupan sosial, nafsu makan naik turun, mengalami insomnia atau terlalu banyak tidur, hingga keluhan fisik.
Gejala GB biasanya mulai muncul pada usia 20-an atau mulai mengalaminya pada usia 60 tahun, namun gangguan itu bisa dideteksi sejak dini pada masa kanak-kanak.  Kalau anak hiperaktif dan diikuti perubahan mood yang berfluktuasi, orangtua perlu curiga jangan-jangan si anak mengidap bipolar sehingga orangtua perlu memeriksakannya sehingga bisa di-manage dari awal misalnya orangtua tidak bersikap kasar atau guru tidak menambah faktor stressor.
Edukasi men­jadi faktor penting untuk membantu pasien beraktivitas normal dan tidak hanya perlu diberikan kepada pasien tapi juga kepada orang sekitarnya, seperti ketika teman atau keluarga yang bersikap berlebihan (berdandan lebih cantik, bicara lebih cepat, atau uring-uringan) maka orang sekitarnya bisa menyarankannya untuk ke dokter.
Faktor stressor
Penyebab pasti GB ini belum diketahui namun penyebabnya tidak satu, tapi ada genetik, ada 'mood' berlebihan, dan ada pemicu/stressor.  Untuk faktor keturunan. Bisa skip dua generasi misalnya di ibunya tidak ada tapi ada di neneknya. Meski faktor keturunan berperan tetapi mesti ada faktor pencetus, misalnya stres (stressor) yang terjadi pada satu dekade kehidupan (seperti penyiksaan secara fisik, verbal, maupun seksual).
Jika stressor bisa ditekan, kekam­buhan bisa dicegah, tetapi jika tidak maka pasien bisa mengalami kekambuh­an yang cepat, bisa empai kali da­lam setahun. Dalam kondisi yang lebih parah, kekambuhan itu bisa terjadi tanpa stressor apa pun.
Mengenai keadaan seseorang stres akibat pilkada, ujian nasional (UN), dan sebagainya bukan penyebab, melainkan hanya bisa menjadi pemicu. Stresor itu hanya pemicu, tapi penyebabnya adalah genetik dan 'mood' yang berlebihan secara 'swing' (berubah cepat).
Perempuan
Perempuan lebih sering meng­alami GB tipe II dengan perbandingannya 2:1 dengan laki-laki. 
Adanya siklus menstruasi dan perubahan hormonal dalam fase-fase hidup membuat wanita lebih kerap mengalami perubahan mood (perasaan) daripada laki-laki.  Penderita akan mengalami kekambuhan seumur hidupnya,  minimal sembilan periode.  Dalam banyak kasus, dosis obat perlu ditingkatkan tiga hari sebelum dan sesudah haid. Pasalnya ketidakseimbangan hormon yang biasa dialami perempuan pada saat haid ditengarai rnemicu kambuhnya bipolar.
Selain itu, perempuan yang baru saja melahirkan juga bisa saja terkena GB, karena produksi estrogen yang turun sehingga bisa menyebabkan perubahan mood, namun hal ini juga tidak bisa serta-merta divonis sebagai penderita bipolar karena harus dilihat dulu depresinya apakah diikuti manic atau tidak.
Rumus tiga gejala
Terdapat "Rumus Tiga" yaitu kategori untuk memprediksi bipolaritas pada seseorang bila memiliki/mengalami tiga atau lebih dari kategori kemungkinan memiliki GB.  Kategori tersebut yaitu : episode depresi mayor, kegagalan pernikahan, kegagalan berespons terhadap antidepresan, memiliki profesi yang berbeda, memiliki saudara kandung (generasi pertama) yang menderita gangguan mood, terindikasi penyalahgunaan zat, memiliki perilaku impulsive (berjudi, mengemudi mobil dengan sangat cepat, seksual), berpacaran secara simultan, pekerjaan simultan, terdiagnosis memiliki gangguan kepribadian, atau menyukai benda-benda berwarna merah.


SELINGAN

Flu dan Bipolar

Ibu hamil yang terpapar flu sepanjang kehamilannya berpotensi menularkan GB terhadap bayi yang dilahirkan.

Bayi yang lahir kelak berisiko besar terkena GB yang biasanya baru terdeteksi di masa remaja atau usia 20-an.

Demikian penelitian South London and Maudsley National Health Service Foundation Trust yang dipublikasikan dalam JAMA Psychiatry baru-baru ini (2013).

Penelitian diikuti 814 ibu hamil yang melahirkan pada era 1960-an. Belum ditemukan hubungan jelas antara penyakit flu dan GB. Flu hanya berkaitan dengan penambahan risiko perkembangan bipolar sebesar 3%-4%. Namun, para peneliti tetap menyarankan ibu hamil memperoleh vaksin flu untuk menghindarkan mereka terjangkit virus influenza.



Kita lanjutkan ...

Deteksi
Deteksi dini GB dapat dilakukan dengan menggunakan The Mood Disorder Questionaire (MDQ) dengan melihat gejala-gejala pasien. Seperti perasaan gembira yang berlebihan, kepercayaan diri tinggi, banyak bicara, energik, aktif, memiliki perilaku berisiko, lebih tertarik terhadap seksualitas, dan boros,
Namun deteksi dini ini sulit dilakukan karena tidak terlihat dan dianggap biasa. Deteksi bisa dilakukan dalam jangka waktu tertentu dan melihat episode mood yang terjadi.  Apalagi tampilan gejala yang bervariasi dan tumpang-tindih dengan gangguan psikiatri lain seringkali juga menyebabkan misdiagnosis terhadap GB. Sehingga menyebabkan hambatan dalam menegakan diagnosa gangguan ini.
Keterlambatan dan misdiagnosa akan memberikan berbagai dampak, misalnya meningkatkan risiko bunuh diri, perilaku yang merugikan, hilangnya pekerjaan, dan resisten terhadap terapi.  
Selain itu dapat juga  melakukan tindakan yang membahayakan orang lain, misalnya : (a).  mempercayai sebentar lagi dunia akan hancur, sangat suram, dan tidak ada harapan lagi sehingga muncul dari pikirannya untuk membunuh anaknya agar terlepas dari kesengsaraan dunia.  (b).  Ketika episode mania, ia dapat ngebut di jalan raya sehingga membahayakan dirinya dan orang lain. (c).  Karena gairah seksnya meningkat maka dia bisa melakukan hubungan seks yang tidak aman.

Karya gemilang
Penderita GB tetap bisa produktif  dan berhasil dengan gemilang atas karya-karyanya, seperti seniman Vincent Van Gogh (pelukis jenius dari Belanda) dan Ernest Hemingway (penyair dari AS), dengan hasil karyanya yang begitu mendunia dan legendaris.  Lukisan van Gogh masuk dalam lukisan terpopuler sepanjang masa, sedangkan Hemingway meraih hadiah Nobel atas karya-karyanya.  Namun keduanya meninggal secara tragis dengan bunuh diri.

SELINGAN

(1).  Catherine Zeta Jones

Aktris pemeran Elena Montero dalam film aksi The Legend of Zorro, Catherine Zeta Jones (43), men­jalani perawatan di pusat rehabilitasi untuk mengatasi GB II yang diidapnya sejak dua tahun lalu dan telah menjalani program pera­watan selama 30 hari itu.
Hal ini sesuai kata juru bicaranya, Cece Yorke, seperti dikutip majalah People, Senin (29/4).
Jones pertama kali berobat karena GB pada April 2011. la tinggal di Silver Hill Hospital, Connecticut, selama lima hari. Di rumah sakit tersebut ia menjalani pe­rawatan, termasuk detoks yang diketahui menghabiskan biaya 770 euro per hari.
Pada Agustus 2011, Jones diberitakan tengah berusaha berhenti merokok dengan menggunakan rokok elektrik. Pemenang Piala Oscar itu pernah berbicara secara terbuka tentang kondisinya setelah menjalani pengobatan pada 2011. "Saya tidak diam-diam merahasiakan penyakit ini dan saya tidak malu dalam mencari bantuan. GB merupakan kondisi yang memengaruhi jutaan orang dan saya salah satu dari mereka," ungkap artis yang telah membintangi sedikitnya 31 film layar lebar itu.
The Enquirer mengutip pernyataan keluarga dekat Jones yang menyebutkan : (a).  tahun-tahun ini merupakan yang tersulit bagi yang mengalami kesulitan tidur di malam hari karena mengkhawatirkan suaminya yang mengidap kanker tenggorokan yang men­jalani perawatan kemoterapi dan radiologi.  (b).  telah banyak mengatasi masalah dan perokok dan peminum berat.

(2).  Kisah Niken
Gangguan bipolar (GB) adalah suatu penyakit gangguan kejiwaan yang bukan hanya sulit dideteksi, tetapi juga sulit disembuhkan. Namun ternyata, gejala-gejala GB dapat diredakan dengan cara beribadah, misalnya dengan salat. Hal ini diakui oleh salah seorang penderita GB.
Adalah Niken (69) yang baru menyadari dirinya mengidap GB di usia 40 tahun. Saat itu Niken adalah seorang ibu yang sangat aktif. Ia begitu percaya diri, berhasil menjadi ketua PKK di lingkungannya, tidak pernah merasa takut bahkan untuk pergi sendiri di malam hari.
Akan tetapi beberapa tahun setelah itu, Niken mengalami stres berat. Ia menarik diri dari pergaulan, mengurung diri di kamar, enggan makan, bahkan hingga enggan melanjutkan hidup. Dari situ ia menyadari, ada yang salah dengan dirinya, khususnya jiwanya.
Seperti disampaikan Niken dalam seminar 'Mental Health in Older Adults' dalam memperingati hari Kesehatan Jiwa Dunia 2013, di Jakarta Selatan dalam tulisannya (3/10/2013).
"Bukannya saya sombong, tapi mau cerita saja, yang membuat saya kuat adalah salat dan ikhlas. Ditambah lagi dengan pengobatan dari dokter dan dukungan keluarga. Oh, dan tentunya binatang-binatang saya," ungkapnya yang merupakan penyayang binatang.

Kita lanjutkan ...

Penanganan dan pengobatan
Bila sudah ada tanda-tanda GB antara lain memiliki mood swing, maka harus segera mencari bantuan ahli yang tepat seperti ke psikiater atau psikolog untuk diagnose, yaitu untuk menyeimbangkan kembali zat-zat kimia alami otak. Adapun obat yang dapat membantu otak agar semua sistemnya bekerja harmonis kembali dan secara bertahap tercapai keseimbangan disebut mood stabilizer yang pengobatannya secara langsung terkait fase episodenya (depresi atau manic) dengan derajat keparahan pada fase tersebut.
Adapun beberapa cara penanganan dan pengobatannya seperti berikut.
(a).  Memperbaiki gaya hidup, misalnya tidur teratur, tidak mengatasi stress, makan makanan yang sehat, melakukan olahraga secara teratur, dan menghindari alkohol, narkoba dan rokok.  Selain itu dapat dengan melakukan kegiatan yang menyenangkan seperti menelpon teman atau berjalan-jalan. 
(b).  Apabila muncul tanda-tanda yang mengarah kepada manic -- saat seseorang terlihat sangat berenergi berlebihan -- maka sebaiknya mengurangi beban kerja, terlibat dalam aktivitas yang menyenangkan, dan menghindari aktivitas yang menstimulasi.  Jika kondisinya sudah parah, pasien bisa diterapi dengan kejut listrik. 
(c).  Melalui  pengobatan yang harus patuh diminum selamanya antara lain mood stabilizer, anti depressant, dan anti psychotic.
(d).  Dilakukan melalui terapi yang melibatkan anggota keluarga dan situasi lingkungan seperti empati, menghindari stigmaisasi, pendekatan, konseling/mengajak bicara, dan psikoterapi/psikoedukasi.
(e).  Tratment psikoterapi berupa konseling dengan psikolog atau psikiater, dan juga self management yaitu dengan mengenali simptom dan membuat catatan, mengenali kapan jadwal konsultasi ke psikiater, dan melakukan pola hidup sehat seperti tidur teratur.
(f).  Meningkatkan komunikasi antara lain kumpul bersama seperti pada acara Bipolar Care Indonesia di Kedai Lentera, Jl Sawo Manila, Pasar Minggu, Jakarta Selatan (3/11/2013).
(g).  Menurut Prof. dr. Sasanto Wibisono, SpKJ (3/10/2013),  kegiatan religi seperti beribadah adalah hal yang sangat baik, sebab bagaimanapun juga beribadah dapat memberikan ketenangan bagi yang menjalankannya.  Namun meski demikian tidak semua GB dapat diredakan dengan cara tersebut.
(h).  Apabila hidup bersama orang dengan GB maka sebaiknya membantu yang bersangkutan untuk mengenali mulai munculnya sindrom, mendorong dan menciptakan secara rutin suasana nyaman, menyediakan perawatan professional, serta memberikan dukungan.  Jangan men-judge, berikan kasih sayang dan perhatian yang unconditional, serta konsisten dengan peraturan seperti jangan karena kasihan lalu memberi mereka berbagai hadiah.  Selain itu penting juga untuk menyediakan ruang dan kesempatan bagi mereka untuk didengar dan dimengerti.

Catatan akhir :
(a).  Mereka yang hidup dengan GB tidak selalu membutuhkan solusi, namun terkadang mereka butuh didengarkan. Ingat pula untuk menghindari kritik berlebihan.

(b).  Tidak seperti infeksi yang bisa dihitung kapan sembuhnya dan bagaimana pengobatannya, untuk pengobatan GB ini sulit diukur atau diperkirakan, selain itu setiap orang mengalami gejala yang berbeda, sehingga membutuhkan penanganan yang berbeda pula.

(c).  GB sulit dideteksi tetapi dapat dikendalikan


Keterangan gambar : diambil dari internet.
Sumber bacaan : investor.co.id  2013/04/17, health.detik.com 2013/11/03 & 10/03, Warta Kota 26/8/2012, Media Indonesia 1&6&28/5/2013.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar