Senin, 26 Agustus 2013

Apa kata Ahli? (9) : Keselarasan antara Karir dan Keluarga


Dikemas oleh : Isamas54
Bacaan ini sangat penting bagi mereka yang akan menyelaraskan antara profesi/karir dengan hidup berkeluarga, terutama bagi perempuan.


Menurut data dari Departemen Tenaga Kerja Amerika Serikat (tahun 2010), 26,6% wanita bekerja paruh waktu.
Yang dimaksudkan dengan ‘keselarasan’ dalam tulisan ini adalah profesi atau karir harus bisa beriringan dengan keluarga sehingga satu sama lain harus bisa menunjang. 
Beberapa hal yang harus diperhatikan bagi yang berkarir atau berprofesi merangkap berkeluarga (khususnya bagi perempuan), karena :  Pasangan yang berprofesi sama relative sulit menjalani hubungan yang berkomitmen dan seimbang jika dibandingkan dengan pasangan berbeda dunia kerja.  Kerja keras bisa mengurangi perhatian terhadap rumah tangga.  Sedangkan bekerja dari rumah untuk menyelaraskan karir dan keluarga adalah menyenangkan  bagi seorang ibu, betulkah itu? Atau sebaliknya menyebalkan.   Tetapi ternyata Ibu yang bekerja paruh waktu setidaknya lebih sehat dan bahagia daripada mereka yang memutuskan untuk tinggal di rumah.  TIP :  Menyeimbangkan karier dan keluarga, bagi perempuan yang bekerja.
Semuanya itu dapat diikuti pada bacaan berikut ini.

(1).  Profesi dan Komitmen
Pasangan yang berprofesi sama cenderung sulit menjalani hubungan yang berkomitmen dan seimbang jika dibandingkan dengan pasangan berbeda dunia kerja.
Penelitian : dilakukan oleh University of Bedfordshire yang dilansir British Psychological Society Division of Occupational Psychology Annual Conference, di Chester-Inggris, terhadap 291 pasangan sesama akademisi, dan 350 akademisi yang berpasangan beda profesi.   
Pasangan akademisi lebih keras berjuang menyeimbangkan urusan pekerjaan dan pribadi, menghabiskan waktu lebih banyak di kantor, dan lebih mementingkan karier. (bataviase.co.id   18 Jan 2012 yang bersumber dari Media Indonesia)

(2).  Kerja keras dan rumah tangga
Mungkin ini dampak dari resesi ekonomi Jepang dimana banyak perusahaan tidak lagi memiliki pekerjaan bertumpuk sehingga banyak pria negeri itu yang sebelumnya suka 'kerja keras’ mulai memperhatikan rumah tangga mere­ka.
Penelitian : Dilakukan bulan Oktober yang melibatkan 3.000 pria berusia di atas 21 tahun,
Hasil penelitian : Diterbitkan oleh kantor Perdana Menteri (27/2) yaitu : 88%  pria bersedia menolong istri mereka untuk memelihara, menertibkan, serta mendidik anak-anak dan 90% bahkan sanggup mengurus mertua mereka, 75% dari kaum pria sepakat untuk mengalihkan pusat hidup mereka dari lingkungan kerja ke lingkungan rumah, namun kecenderungan itu tidak merata pada semua generasi, dimana mereka yang berusia antara 20-30 tahun ternyata lebih banyak mementingkan kehidupun rumah tangga dibandingkan dengan mereka yang berusia di atas 30 tahun.  
Situasi ekonomi memang mengubah  perilaku para pria Jepang.
Catatan : penelitian sudah cukup lama karena bersumber dari Kompas 2/3/1994)

SELINGAN …
Masih dari Jepang  …
Apa yang keluar dari mulut seorang suami Jepang sehari-hari pada istrinya, "meshi-furo-neru" (makan-mandi-tidur). Tapi, stereotipe itu agak berubah  yaitu paling tidak pasangan di Jepang lebih banyak bercakap-cakap.
Penelitian dilakukan melalui sebuah survai yang dilakukan oleh perusahaan asuransi dengan hasil  (28/12) : (a). rata-rata setiap pasangan (usia 40 lahunan) berbincang-bincang selama satu jam 51 menit sehari sedangkan pasangan muda masih kerap bicara dengan rata-rata dua jam 21 menit,  (b).  Kendati demikian para istri masih mengeluh bahwa dirinya lebih banyak bicara ketimbang suaminya, sedangkan para suami lebih banyak bergumam atau mengangguk untuk memberi persetujuan. (c).  Topik yang paling banyak dibicarakan adalah soal anak dan menvusul soal kejadian sehari-hari.
Karena beritanya sudah relative lama (bersumber dari harian Kompas tgl.  29 Desember 1993),  apakah sekarang masih seperti itu?

(3).  Bekerja dari rumah, menyebalkan?
Gagasan bekerja dari rumah menjadi kesempatan terbaik bagi seorang ibu yaitu selain memenuhi tugas juga berharap bisa memantau dan merawat perkembangan anak-anak layaknya ibu rumah tangga.
Namun tidak selamanya bekerja dari rumah akan menyenangkan, terdapat beberapa tantangan yaitu :  (a). Kotak surat penuh, antara lain semua tagihan, kupon bahkan dokumen-dokumen terkait pekerjaan akan dikirim ke alamat rumah. (b). Tidak akan menjadi ibu rumah tangga, ketika dijejali setumpuk pekerjaan sehingga tidak ada kesempatan untuk tetap memasak dan menjaga rumah tetap bersih. (c). Stres tidak akan hilang, justru bisa membuat stress dimana pikiran bercabang antara khawatir tentang pembaruan pemesanan, daftar pendapatan sekaligus tingkah laku anak-anak di rumah. (d).  Kaget, dengan tingkah laku anak dan akan terus bersama anak-anak sepanjang hari. Tingkah laku setiap anak pasti berbeda dan harus terbiasa dengan kelakukan mereka yang terkadang membuat pusing kepala. (e). Berat badan bertambah, yaitu jika bekerja di kantor mengharuskan mondar-mandir di sepanjang lorong gedung sedangkan di rumah fleksibilitas pergerakan tidak banyak dan terbatas, atau kebanyakan duduk di depan layar komputer. Kegiatan ini tentunya menjadi salah satu faktor kenaikan berat badan. (f).  Sulit bangun di pagi hari.  Terlalu asyik di depan komputer setiap harinya membuat Anda lupa waktu untuk beristirahat, bisa jadi hanya tidur tiga jam sehari, sehingga hal inilah yang membuat sulit bangun pagi. (g).  Tergoda banyak makanan, karena di rumah pastinya akan makan rutin tiga hari sekali. (mediaindonesia.com 2011/12/22)

(4).  Pria cari enaknya saja
Hasil kesimpulan dari survai Men 2000-London yang dipublikasikan (21/2), yaitu : sebanyak 83% pria setuju wanita menikah diberi hak untuk bekerja bagaimanapun situasi keluarga, tetapi dari 100 orang yang dijaring, hanya dua orang yang mau bertanggung jawab penuh untuk memasak, berbelanja, dan mencuci. Sedangkan separuhnya mengaku menyuruh istrinya yang melakukan hal itu.
“Para pria itu hanya menginginkan keuntungan finansial dari istri bekerja daripada terminal membangun keyakinan ideal soal persamaan jenis kelamin,” ungkap Angela Hughes, dari kelompok riset pasar dan konsumen Mintel. 
Tidak tahu kalau sekarang, karena survey tersebut sudah relative lama (bersumber dari harian Kompas tgl. 21 Pebruari 1994).

(5).  Lebih bahagia
Ibu yang bekerja paruh waktu setidaknya lebih sehat dan bahagia daripada mereka yang memutuskan untuk tinggal di rumah dengan bayi mereka.
Bersumber dari mediaindonesia.com  2012/01/09, bahwa menurut studi dari University of North Carolina seperti dikutip Shine.yahoo.com  yang diterbitkan American Psychological Association dalam Journal of Family Psychology dengan mewawancarai ratusan ibu berulang kali selama satu decade, yaitu : (a).  ibu yang bekerja 32 jam per minggu atau kurang dari waktu itu kurang peka terhadap kebutuhan anak tetapi tidak mempengaruhi kesejahteraannya. (b).  ibu yang bekerja mengalami keseimbangan kehidupan kerja dan lebih sedikit depresi ketika anak-anak mereka masih bayi dan menginjak pra-sekolah. Teori mereka yaitu ibu dengan gejala depresi lebih tinggi mengalami kesulitan mencari pekerjaan atau mempertahankan pekerjaan. (c).  Manfaatnya tampak jelas juga pada ibu yang bekerja hanya beberapa jam per minggu, dimana kerja paruh waktu selama bertahun-tahun mendampak positif pada kesejahteraan individu sang ibu.
Secara teoritis, kerangka ekologi menunjukkan partisipasi seorang ibu yang bekerja menyediakan dukungan sumber daya manusia yang unggul dan berkontribusi untuk kesejahteraan.

(6).  TIP :  Keseimbangan karier dan keluarga
Perempuan pekerja supaya dapat menyeimbangkan karier dan keluarga. 
Berikut ini kiat atau teknik dan strategi agar kehidupan rumah tangga dan pekerjaan berjalan selaras menurut Samantha Ettus (penulis buku terlaris tentang kepribadian) yang penulis ambil dari mediaindonesia.com  2012/02/02 sebagai berikut :
(a). Jadikan pasangan sebagai mitra sejajar.  Istri dan suami harus sama-sama terlibat dalam pengasuhan anak, coba jadwalkan selama seminggu kebiasaan anak-anak dari bangun pagi dan bersekolah.
(b). Selalu ada waktu untuk keluarga, seperti meluangkan waktu bersantai dan berlibur bersama keluarga, menemani anak-anak sarapan dan ke sekolah, serta temani dan berbincang ringan dengan mereka sebelum tidur.
(c).  Buatkan jadwal untuk waktu keluarga, yaitu meskipun istri dan suami memiliki jadwal kerja yang bervariasi tetapi aturlah waktu khusus bersama keluarga seperti menyiapkan hidangan sarapan atau makan malam.
(d).  Waktu tidur bersamaan dengan pasangan, yaitu jika pasangan tidak pernah ketemu jadwal tidur yang bersamaan akan menciptakan tekanan dalam hubungan seksual. Untuk itu lakukan hubungan intim secara spontanitas pada malam hari. 
(e).  Waktu tidur yang cukup, karena kurang tidur akan menyebabkan seseorang depresi, apalagi seorang ibu yang bekerja dengan tidak cukup tidur cenderung mengalami kecelakaan emosional dan fisik.

Sampai jumpa pada topic yang lain

Keterangan gambar : diambil dari internet
Sumber a.l  : tertera dalam bacaan.

Topik lain :
Bisa dilihat pada LABEL

Tidak ada komentar:

Posting Komentar