Bagi warga negara
Indonesia, khususnya warga Jakarta, Monumen Nasional atau yang lazim disebut
Tugu Monas sudah tidak asing lagi. Meski demikian, tidak berarti semua warga
Jakarta mengetahui asal-muasal berdirinya Monas, meski melintasinya hampir tiap
hari.
Monumen lambang
perjuangan yang berada tepat di jantung ibu kota negara dan pemerintahan
Republik Indonesia ini menjulang tinggi mengalahkan kemegahan bangunan-bangunan
di sekelilingnya.
Meski demikian,
tidak berarti semua warga Jakarta mengetahui asal-muasal berdirinya Monas,
meski melintasinya hampir tiap hari.
Monas, yang
dibangun pada 1961 atas inisiatif presiden pertama Republik Indonesia
Soekarno, mengalami lima kali penggantian nama, mulai Lapangan Gambir, Lapangan Ikada,
Lapangan Merdeka, Lapangan Monas, hingga Taman Monas.
Sebenarnya ide
pembangunan monumen ini sudah tertanam di benak Soekarno sejak 1950-an. Saat
itu, pusat pemerintahan baru dikembalikan ke. Jakarta dari Yogyakarta, menyusul
pengakuan Belanda atas kemerdekaan Indonesia. Di Jakarta, Soekarno mulai
memikirkan konstruksi sebuah monumen nasional yang mampu disejajarkan dengan
Menara Eiffel di Paris, Francis.
Untuk
merealisasikan ide ini pada 17 Agustus 1954, Komite Monumen Nasional dibentuk. Kompetisi desain pun diadakan pada
195S dan berhasil menjaring 55 peserta,. Desain obelisk milik Frederich
Silaban -laki-laki kelahiran Bonandolok, Sumatra Utara- dinilai
memenuhi semua kriteria yang diajukan komite. Kendati begitu, desain Frederich
tidak serta-merta digunakan.
Menurut komite,
desain monumen yang diajukan harus merefleksikan karakter bangsa Indonesia, di
samping mampu bertahan selama berabad-abad. Pada 1960, Komite Monumen Nasional
kembali menggelar kompetisi serupa. Namun, dari 136 desain yang masuk, tidak
satu pun memenuhi kriteria.
Ketua komite
kemudian meminta Frederich menunjukkan desainnya kepada Soekarno. Saat itu
Soekarno tidak langsung menyukai desain yang diperlihatkan kepadanya. Pasalnya,
Soekarno menginginkan monumen tersebut dalam bentuk lingga dan yoni yang
ramping, sedangkan desain Frederich berbentuk monumen yang sangat besar. Desain
Frederich tidak mungkin diimplementasikan mengingat kondisi perekonomian
Indonesia yang karut-marut kala itu. Frederich menolak mendesain monumen yang
lebih kecil dan menyarankan agar konstruksi ditunda hingga perekonomian
Indonesia membaik.
Namun, Soekarno
tidak menyetujuinya dan kemudian meminta arsitek Raden Mas Soedarsono
untuk memulai pembangunan menggunakan desain Frederich. Dengan arahan dari
Soekarno, Soedarsono pun mulai membangun proyek mercusuar itu.
Konstruksi
dilakukan dalam tiga tahap. Periode pertama (1961-1965) ditandai dengan
peletakan batu pertama oleh Soekarno untuk bangunan fondasi. Dibutuhkan 284
pasak untuk membangun blok fondasi selama tiga tahun.
Pada periode kedua
(1968-1969), pembangunan tersendat karena kesulitan finansial. Namun, pada fase
tersebut dinding museum di dasar monumen akhirnya bisa diselesaikan. Pada
periode akhir (1969-1976), pembangunan sejumlah diorama untuk mengisi museum diselesaikan.
Pada 12 Juli 1975, museum itu resmi dibuka untuk publik.
Monumen ini
memiliki tinggi sekitar 132 meter dengan semua bagiannya dilapisi marmer asal
Italia. Luas pelataran bawah 45x45 meter, sedangkan tinggi dari dasar Monas ke
pelataran bawah 17 meter. Puncak Monas dibentuk layaknya lidah api dan dilapisi
emas murni.
Bentuk Monas yang
pipih dan menjulang tinggi ke langit merupakan simbol lingga dan yoni.
Lingga melambangkan alu atau alat penumbuk beras dan yoni melambangkan lesung.
Keduanya merupakan alat rumah tangga tradisional Indonesia.
Selain itu, lingga
dan yoni juga merupakan simbol keabadian. Lingga yang berbentuk seperti phallus
merepresentasikan maskulinitas, elemen-elemen positif, dan siang hari. Adapun
yoni yang berbentuk seperti organ seksual perempuan merepresentasikan sifat
feminin, elemen-elemen negatif, dan malam hari.
Keterangan
gambar : sebagai ilustrasi (tambahan) yang diambil dari internet
Sumber : disalin dari tulisan pada Media
Indonesia tgl. 18 Juni 2012)Bacaan terkait : Wisata Jakarta, Monas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar