Selasa, 22 Februari 2011

Keterbukaan Masalah Susu


Dalam tulisan ini disampaikan 3 (tiga) kasus mengenai keterbukaan yang utamanya masalah susu, dimana ketiganya sama-sama merupakan masalah yang harus dapat dipecahkan.

1.     Susu yang tercemar bakteri
Desakan terhadap Kementerian Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM), serta IPB untuk mengumumkan merek susu yang tercemar bakteri Enterobacter sakazakii (ES) terus mengalir.  Dimana putusan MA maka  IPB tidak dapat lagi berlindung pada independensi akademis.

Kali ini, Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Kemenko Kesra) unjuk suara.  Deputi Bidang Kependudukan, Kesehatan, dan Lingkungan Hidup Kemenko Kesra Emil Agustiono menegaskan, pihak-pihak yang memiliki daftar merek susu formula tersebut mesti segera mengumumkannya ke publik. Selain demi mematuhi putusan Mahkamah Agung (MA), langkah itu untuk meredakan keresahan di masyarakat.
Menurut Emil (14 / 2/2011) : (a). Diumumkan atau tidak diumumkan, tentu masing-masing memiliki risiko. Namun semua yang bersentuhan dengan kepentingan publik harus diutamakan.  (b).  Semakin la­ma putusan MA diabaikan semakin tinggi pula politisasi masalah itu. (c).  IPB selaku peneliti merek-merek susu formula itu pada 2003-2006 tentu menjadi pihak yang paling bertanggung jawab. Dengan putusan MA, IPB tidak dapat lagi berlindung pada independensi akademis. (d).  Terlebih lagi pihak IPB-lah yang pertama kali membuka akses penelitian yang seharusnya bersifat tertutup itu ke publik. Data penelitian ini kan harusnya off the record. Kalau bocor ke publik, kesannya mencari popularitas, (e).  Begitu juga dengan Kemenkes dan Badan POM. Kendati tidak ikut meneliti, kedua institusi wajib mematuhi putusan MA. Mereka mestinya cepat meminta daftar merek susu for­mula yang tercemar versi IPB.
Desakan juga datang dari Ketua Komisi IX DPR RI Ribka Tjiptaning. Menurutnya keputusan Kasasi MARI No 2975 K/ Pdt/2009 tertanggal 26 April 2010 sudah jelas mewajibkan Kemenkes, Badan POM dan IPB menginformasikan merek susu terkontaminasi ke publik. "Jika ketiganya masih menolak perintah MA, malah timbul kesan di masyarakat bahwa pemerintah dan lembaga peneliti lebih melindungi kepentingan produsen ketimbang keselamatan publik,"
Keresahan yang  dibiarkan pun bakal kontraprosuktif.  Masyarakat bisa tidak berani membeli produk susu sehingga merugikan industry  susu, peternak sapi, dan muncul efek lain seperti perang dagang.
Meski begitu pihak IPB bergemning.  Mereka berpandangan mengumumkan merek-merek susu formula yang tercemar sama saja melanggar indepen­densi akademis penelitian, asas kebenaran, dan asas keadilan.
Rektor IPB Herry Suhardiyanto menyatakan  :  (a).  ada kultur penelitian di kampus bahwa riset tidak pernah diintervensi, apalagi, bentuk penelitian yang dilakukan IPB adalah riset akademis dan bukan riset pengawasan.  (b).  Sekarang dalam posisi terjepit dimana harus menghormati putusan MA, tapi juga harus melindungi kultur budaya penelitian kampus yang bebas. (c).  Membuka merek susu tercemar menyimpang dari prinsip keadilan, sebab IPB hanya memeriksa 22 sampel dan dan 5 merek (22,73%) yang terbukti tercemar bakteri.

2.    Hotel Terkenal di Jakarta Kurang Mendukung ASI Eksklusif
Seorang ibu muda dengan dua anak kembar putra yang baru berusia dua bulan yang hingga waktu itu masih rutin memompa ASI untuk disimpan dan nantinya diberikan ke anak-anaknya (tulisan terkait cara/jadwal pompa ASI bisa dilihat di sini ).  Yang bersangkutan tinggal di Surabaya dan sejak (7/2/2011) ditugaskan oleh kantornya untuk rapat/meeting penting ke Jakarta sedangkan bayi-bayinya ditinggal bersama neneknya di Surabaya.
Ybs. menginap di salah satu hotel terkenal di Jakarta.  Sejak hari pertama check in langsung menanyakan apakah pihak hotel menerima titipan ASI di freezer, mereka jawab tidak bisa dengan alas an bahwa di tiap kamar sudah ada lemari es dengan freezer serta alasannya freezer di kitchen tidak besar.
Dia merasa heran karena berdasarkan pengalamannya menginap di hotel sekelasnya selalu bersedia menerima titipan ASI. 
Menaruh ASI di freezer kamar tetap tidak mungkin karena ukuran freezer-nya sangat kecil, apalagi akan menginap di sana selama enam hari.
Di hari kedua menginap, dia kembali protes ke recep­tion dengan agak keras sampai mereka bersedia dititipi ASI di freezer kitchen dan sudah dijelaskan bahwa harus di taruh di freezer. Hari-hari berikutnya ASI-nya ditaruh di kamar tidak di berikan ke pihak hotel karena memang masih muat di lemari es kamar.
Selama di sana dia tidak mengecek lagi kondisi ASI yang ada di kitchen hotel, dan ketika pada tanggal 12 Februari saat check out dan mengambil ASI yang saya titipkan di kitchen mereka, sangat kaget karena ternyata semua ASI dan ice gel-nya memcair dan tidak beku sama sekali - padahal saat saya berikan ke mereka sudah dalam kondisi beku -.berarti mereka tidak benar-benar meletakkan di freezer!.
Dia memprotes keras karena ASI-nya rusak sehingga tidak bisa diminum oleh bayi-bayinya yang menunggu di Surabaya.
Dia merasa sedih atas kejadian tersebut sehingga dia mengingatkan “secara terbuka” untuk semua ibu yang menyusui sebaiknya mencari hotel yang bisa dititipi ASI serta dia mendukung ASI eksklusif sesuai naluri keibuan dan anjuran pemerintah.
Catatan untuk kasus ini :   
ASI seorang ibu ternyata bisa disimpan dan dibekukan sehingga bisa tahan sampai beberapa hari (mungkin sebagian orang termasuk Bapak-Bapak belum pada tahu).  Pihak pengelola hotel hendaknya mendukung program ASI ekslusif tersebut.

3.   Penari buka-bukaan
Masalah buka-bukaan tersebut tidak sekarang saja tapi sudah dari dulunya.... Coba nikh simak berita basi/lawas yang cukup menarik ini, yaitu sebagai berikut ...
Para penari tanpa busana atas (topless) akan menjadi penari telanjang atau setengah telanjang pertama di AS dan akan bergabung dengan Serikat Pekerja Hotel dan Restoran. Para pekerja di Pacer - sebuah klub topless tertua di San Diego - (22/10) mengadakan pemungutan suara 52 banding 30 untuk bergabung dengan serikat pekerja tersebut. Para penari topless mengatakan, dengan bergabung dalam serikat pekerja ini mereka akan memperoleh keuntung­an kesehatan dan jaminan kerja (Harian Kompas tanggal 25 Oktober 1993).
Kelanjutan dari berita ini setelah 18 tahun berlalu .. tidak termonitor lagi, Tks.

Catatan :
Dari ketiga kasus tersebut di atas coba disimpulkan yaitu : harus ada keterbukaan, disampaikan secara terbuka, dan .... sudah terbuka ! .. mau diapain lagi.  Thks.

Keterangan Gambar : sebagai ilustrasi yang diambil dari internet.

Sumber tulisan :
Harian Media Indonesia, 16 Pebruari 2011 dan Harian Kompas tanggal 25 Oktober 1993.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar