Sabtu, 30 Oktober 2010

HEWAN QURBAN 1 : PENGANGKUTAN HEWAN SAPI

Mengangkut sapi ternyata tidak mudah karena banyak hambatan dan tantangan selama perjalanan yang antara lain menempuh rute dari Jawa Timur ke Jawa Barat. Pengangkutan sapi ke Jawa Barat kini, ramai menyusul melonjakya permintaan sapi yang akan dijadikan kurban saat Iduladha pertengahan November 2010.  Paling berat menahan kantuk saat menjelang pagi hari meski sebelum berangkat tidur terlebih dulu tetapi kantuk tetap menyerang. Butuh kejelian saat menaksir sapi
Perburuan Sapi, Butuh Kejelian Saat Menaksir
Mengangkut sapi ternyata tidak mudah. Banyak hambatan dan tantangan selama perjalanan. Wartawan Pikiran Rakyat, Ahmad Yusuf menuturkan perjalanannya mengikuti truk pengangkut sapi dari Jawa Timur ke Jawa Barat. Pengangkutan sapi ke Jawa Barat kini, ramai menyusul melonjakya permintaan sapi yang akan dijadikan kurban saat Iduladha pertengahan November 2010. Pengalaman menarik ini dituangkan dalam laporan khusus berseri menjadi tiga tulisan.

Berikut kisahnya............
Iduladha tak lepas dari penyembelihan hewan kurban. Salah satu hewan kurban yaitu sapi. Lalu, dari manakah sapi-sapi itu didatangkan? Jauh sebelum kelompok terbang jemaah haji diberangkatkan, ribuan ekor sapi telah lebih dulu "diberangkatkan" dari pasar-pasar hewan di Jawa Tengah dan Jawa Timur antara lain ke Jawa Barat. Ribuan sapi itu diternakkan terlebih dulu untuk dijual menjelang Iduladha.
Sesuai dengan janji, Ade Maman (54) salah seorang peternak sapi di Kampung Babakan Sukaluyu, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung, Kang Ayi Ahmad (39) sang sopir, dan Said (38) sang kernet telah menunggu di depan Pasar Cikuda, Jatinangor, Kabupaten Sumedang. Mereka siap berangkat ke arah timur, menuju salah satu kota di Jawa Timur. Saat itu, hari menjelang sore. Jam menunjukkan pukul 15.20 Waktu Indonesia Barat.
"Ka Bojonegoro Pa, sekarang mah," kata Ade Maman sambil menjelaskan bahwa menurut informasi di Bojonegero persediaan sapi bakalan masih banyak.
Ternyata pasar-pasar hewan di Jawa Timur buka dalam waktu-waktu tertentu. Ada yang berdasarkan perhitungan pasaran hari almanak jawa, ada juga yang berdasarkan hari masehi.
"Kalau di Sragen dan Boyolali bukanya Pahing, sedangkan di Ambarawa Pon. Kalau di Tuban, pasar hewan buka tiap Minggu," kata Ade Maman. Sementara di Tanjungsari, sebagai sentra pasar hewan untuk Bandung, buka tiap Selasa dan Sabtu.
"Ya iya atuh Pa, pami teu terang iraha ayana pasar, tiasa ngatog malah nyamos beli sapi na," kata Ade Maman.
Perjalanan ke pasar yang berada di Jawa Timur memakan waktu yang cukup lama. Jika membeli sapi di pasar-pasar di Jawa Tengah, seperti Ambarawa, Yogyakarta, Banjarnegara, atau Muntilan, keberangkatan dilakukan malam hari.
Soal jam keberangkatan, ternyata sesuatu yang harus diketahui para pembeli sapi. Salah info sedikit, bisa jauh-jauh pergi, tetapi hasilnya tangan kosong. Sebab, pasar hewan bukanya hanya pada hari-hari tertentu.
**
Perjalanan Bandung-Bojonegero ternyata melelahkan. Meski "PR" mengikuti dengan mobil pribadi, beberapa kali kehilangan jejak. Nyaris luput mengikuti truk sapi yang berjalan di atas rata-rata 80 kilometer per jam. Rute yang diambil ke arah Sumedang-Majalengka- Cirebon, Brebes, Tegal, melalui jalur pantai utara.
Perjalanan berhenti dua kali. Saat makan dan menaikkan jerami di sawah yang telah di panen. Meski penerangan seadanya, Said dan Kang Ayi sigap "ngala" jerami. "Buat tilam sapi," kata Kang Ayi. "Kalau dasar truk empuk, kaki sapi tak luka atau patah saat diangkut," tuturnya.
Menjelang pagi, baru memasuki Tuban. Matahari berada pada posisi pukul 5.30 WIB. Tanda-tanda sudah dekat dengan tujuan terasa. Pukul 7.30 WIB, truk yang ditumpangi Ade Maman baru memasuki Pasar Hewan Bojonegoro.
Lenguhan-lenguhan sapi terdengar riuh. Sejumlah truk kosong terparkir di depan pasar. Truk lain datang dari berbagai arah, memuat penuh sapi yang mau dijual di pasar seluas dua kali lapangan sepak bola.
Sapi-sapi ditempatkan berdasarkan jenisnya. Ada sapi kroya (jawa), sapi limusin, dan metal. Pemisahan juga berdasarkan besar atau bobot sapi. Pengelompokan itu memudahkan pembeli saat membeli sapi yang diinginkan.
Ungkapan "politik dagang sapi" mungkin dari pasar sapi. Sebab, sebelum tawar-menawar, pembeli menaksir-naksir dulu sapi yang akan dibeli. Sapi diteliti dari ujung tanduk sampai ujung kaki. Sesekali ditepuk, di-jembel, sambil ditarik kulitnya, disodok bagian pahanya, atau ditarik buntutnya.
"Pami beli sapi, nu tipis kulit na," kata Ade Maman. Dengan menjembel kulit, akan diketahui apakah sapi itu banyak lemaknya atau tidak.
**


Tak mudah memilih sapi yang bagus. Harus jeli. Tak cukup melihat sapi yang sehat yang hidungnya basah, kukunya bersih, dan ekor selalu bergerak. Persyaratan lain ialah kaki besar, kukunya kukuh menjejak tanah. "Jangan ceper atau seperti orang memakai sepatu," tutur Ade Maman.
Syarat lain berbau mitos. Jangan memilih sapi yang ngabuta (tak memiliki tanduk sama sekali), berbulu tiga atau loreng seperti macan, iga burung (bagian tulang iganya tak simetris), dan sanglir (terlihat biji zakarnya hanya satu).
Makin siang, suasana di pasar hewan itu pun bertambah ramai. Kebanyakan yang menawarkan sapi adalah bakul (bukan pemilik). Dengan bahasa Jawa terdengar riuh teriakan pitu seket, papat wolu, enam ewu, atau limo seket.
Ade Maman yang Sunda totok, terkadang berebut tawar dengan menggunakan bahasa isyarat jari. Para pengasong biasanya membawa koin uang pecahan senilai Rp 100, Rp 200, atau Rp 500. Koin itu sebagai tanda deal harga. Setelah sepakat keduanya bersalaman. Pembayaran nilai sapi berharga jutaan rupiah tanpa secarik tanda bukti apa pun. Tak ada kertas bon apalagi kuitansi bermeterai. "Semua saling percaya," tuturnya.
Menurut Ade Maman, tak selamanya dia mendapatkan sapi yang diinginkan. Seperti beberapa waktu lalu, saat ke pasar Kandagan di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, dia hanya mendapatkan delapan ekor sapi. Sementara satu truk ukuran Colt diesel dapat memuat sampai lima belas ekor sapi.
Ada dua cara pembelian sapi di pasar ini. Pembelian dengan saling menaksir berat atau keadaan sapi. Lainnya berdasarkan timbangan berat badan. Satu kilo berat sapi dihargai sekitar Rp 30.000. "Tapi cara kitu mah teu aya seni na, da jual beli sapi kanggo kurban mah, kedah na ku rasa bogoh," kata Ade Maman.
Apa yang yang diungkapkan petrenak sapi dari Cimenyan itu ada benarnya. Dia memilih-milih sapi terbaik, bukan semata
supaya laku. Bukan pula semata ingin memuaskan pelanggan, tetapi ingin memberikan sapi terbaik. Bagaimanapun, persembahan untuk kurban itu harus yang terbaik.***

Melumuri Mata dengan Sambal
Perjalanan panjang dari Bandung ke Bojonegoro di Jawa Timur memakan waktu lima belas jam lebih. Ini bukan pekerjaan ringan bagi sopir pengangkut sapi seperti Kang Ayi Ahmad (39). Selain bekal fisik prima, dia harus hafal rute yang akan dilalui. "Kalau teu apal rute, bakal ngatog engke tiasa batal atuh beli sapina," ujar Kang Ayi, yang mengetahui rute jalan di Jawa Timur saat dulu menjadi sopir diler salah satu produk ban.
Persyaratan lain, mengangkut sapi tidak sama dengan membawa barang mati seperti sayuran, beras, kayu, atau barang tak bergerak lain. "Kedah tiasa ngayungkeun truk waktos dina jalan bulak-belok, sapertos di daerah Cadas Pangeran di Sumedang," kata Ayi, yang cukup berpengalaman membawa sapi.
Dia mengakui, paling berat menahan kantuk saat menjelang pagi hari. Meski sebelum berangkat tidur terlebih dulu, tetapi kantuk tetap menyerang. "Biasana nyanyanyian, atawa sambil makan kacang atau minum suplemen," ujar Ayi, sambil menyebutkan nama merek minuman berenergi.
Ketika tiba di pasar hewan, setelah memarkir truk, Ayi langsung tidur supaya badan bugar saat pulang dengan truk penuh sapi. "Pami teu kitu tiasa cilaka atuh," kata Ayi.
**


Sopir pengangkut sapi tidak sembarangan. Saat mengerem atau menemui jalan berkelok-kelok, harus hati-hati sekali. Jangan sampai membuat sapi terjatuh. Sebab, akibatnya akan fatal. Sapi yang rubuh akan terinjak-injak sapi lain. Bisa dibayangkan, berapa juta kerugiannya jika sampai sapi terluka bahkan mati.
"Tah, eta mah tugas abdi pami aya sapi nu ngedeprek," kata kernet truk, Said. Saat pulang, Said berada di atas bak truk. Dia dibekali sekantung cengek (cabai rawit) atau sambal. "Biasana engke mun makan menta ke warung nasi," katanya.
Sambal ini menjadi senjata agar sapi yang mengantuk dan rubuh mau kembali berdiri. Said selalu sigap bila melihat sapi yang "ngedeprek". Dia segera turun ke bak truk yang dipenuhi sapi. Cabai rawit atau sambal lalu dilumurkan ke bagian mata sapi sehingga sapi yang matanya kepedihan mau kembali berdiri. Jika upaya ini tak berhasil, usaha lainnya dengan memasukkan air lewat hidung sapi atau menggigit ekornya supaya kesakitan dan mau berdiri lagi.
"Nya, atos kumaha atuh. Sanes abdi raja tega, tapi mun teu kitu tiasa kaleyek sapi nu ngedeprek kunu sanes," kata Said yang juga harus memiliki nyali besar saat membangunkan sapi yang rubuh di atas truk yang sedang berjalan. Sepanjang perjalanan juga harus selalu terjaga.
Sapi rubuh menjadi penghambat perjalanan pengiriman sapi. Membangunkan sapi yang rubuh kelelahan bukan perkara gampang. "Pami sapina bandel, nya kapaksa truk kedah berhenti heula," kata Kang Ayi.
Agaknya sapi adalah hewan paling kuat berdiri. Betapa tidak? Ketika mulai diperdagangkan di pasar hewan, sapi tak boleh duduk atau ngedeprek. Jika ada sapi duduk tak ayal pemiliknya akan menendang, menginjak, menarik ekor, atau mencambuknya berkali-kali, supaya tetap berdiri.
Saat membangunkan sapi yang rubuh, Said mengaku sering terkena depakan kaki sapi lain yang terusik. "Dugi ka bitis hejo," ujar Said yang sering ikut belanja sapi ke berbagai pasar di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
**
Selama dalam perjalanan, ada beberapa pengeluaran resmi dari dinas terkait seperti untuk Surat Pengantar Pengiriman Ternak yang berada di Tanjung, Brebes, Jawa Tengah, serta sejumlah jembatan timbang.
Ada pula pungutan lain, istilah para sopir beas perelek. "Paling sarebu atawa dua rebu," kata Kang Ayi yang selalu menyediakan uang receh di dashboard truk.
Mungkin ini yang disebut ekonomi biaya tinggi. Ini bukan lagi rahasia umum. Aliran barang dari satu daerah ke daerah lain sering terhambat, terganggu serta terbebani biaya tak terduga.
Rencana pihak Menteri Pertanian bekerja sama dengan PT Kereta Api Indonesia yang akan membuat kereta api pengangkut sapi tentu menjadi langkah baik. Bagaimanapun, arus pengiriman sapi dari Jawa Tengah dan Jawa Timur ke Jawa Barat cukup deras. Oleh karena itu, memerlukan transportasi yang memadai.
Dengan adanya kereta api khusus pengangkut sapi, pengangkutannya akan aman, cepat, lancar juga murah sampai ke tujuan. "Sae kitu, pami enya aya angkutan sapi nganggo kareta api. Paling engkena, truk teh digunakeun ngangkut sapi ti stasiun ka pasar atawa ka kandang," kata Haji Oyo (60), salah seorang bandar sapi di Jatinangor, Sumedang. (Ahmad Yusuf/"PR")

Keterangan Gambar : sebagai ilustrasi yang diambil dari internet
Sumber bacaan : Pikiran Rakyat.online, 21 Oktober 2010



Tidak ada komentar:

Posting Komentar