Minggu, 01 Agustus 2010

TEMPA – TEMPO BAGIAN 2 : ASYIKNYA, ANTARA SUMEDANG DAN KADIPATEN


Oleh :  Isamas54
Tulisan ini merupakan kisah perjalanan masih di kota Sumedang dan perjalanan menuju Kadipaten dengan uraian mengenai obyek- obyek yang menurut penulis menarik untuk diinformasikan, antara lain :  Kota dan Tahu Sumedang, Rencana Jalan Tol cileunyi - Sumedang - Dawuan, Mesjid NyalindungLintasan Tomo
, dan

Lintasan :
  1. Kota Sumedang :  Tahu Sumedang Sejak Satu Abad Yang Lalu. 
  2. Rencana Jalan Tol Cileunyi - Sumedang - Dawuan
  3. Mesjid Nyalindung dan Lintasan Tomo

Masih Di Kota Sumedang.
Ketika masih di Kota Sumedang radio di mobilku (CITRA RADIO 99.4 FM SUMEDANG) melantunkan Lagu Ayat-Ayat Cinta yang dibawakan oleh Penyanyi Rossa ”Desir pasir di padang tandus segersang pemikiran hati terkisah ku di antara cinta yang rumit …… dst-dst-dst …….. ketika ku bersujud”.  Kebetulan sekali kalau begitu Neng Rossa yang bernama lengkap  Sri Rosa Roslaina Handiyani dilahirkan di kota ini pada  tanggal 9 Oktober 1978 yang juga pelantun lagu lainnya Nada Nada Cinta (1996) dan Tegar 1999).
Sumedang selain dikenal dengan Cadas Pangeran dan Kota Ngarangrangan juga jangan kita lewatkan oleh-olehnya berupa Tahu Sumedang.
·     Kalau kita di Jakarta, “Tahu Sumedang” ini bisa kita lihat antara lain dijajakan di pinggir jalan arteri samping Tol Jakarta (a.l. daerah Semanggi, jejeran dengan Monyet Sarimin), atau sering  kita lihat dijajakan pedagang pada tempat yang terbuat dari anyaman bamboo dengan tulisan Tahu Sumedang.
·      Kalau di tempat atau kota lain mungkin hanya resepnya yang asli kalau di Sumedang atau  ditempatnya sendiri “keasliannya” agak terjamin, jadi kalau ke sana wajib cicipi. 
Di Kota Sumedang ini coba Kita lewat jalan terminal Bis, jangan heran kalau mengenai “Tahu Men Tahu” ini tidak kalah gencarnya dengan yel-yel sporter bola pada Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan cuma tidak pakai terompet.  Para pedagang asongan menawarkan barang dagangannya :  Tahu, tahu, tahu…nya Bu, masih panas”. Juga tidak ketinggalan bagi yang hobi mabok naik kendaraan “minyak gosok ……..”, aqua, aqua “-walau mereknya yang lain tapi tetap saja nyebut aqua – tapi betul juga secara artinya yaitu Aqua berarti air. Dan lain-lain pokoknya riuh rendah kedengarannya apalagi kalau kita naik bus umum. 


“Dah udara panas, pengap apalagi yang tanpa AC, anak kecil nagis merengek minta dibeliin boneka yang diasongin pedagang Si Ibu berusaha alihkan perhatian ke anak kecilnya, eee h Si pedagang terus aja asong-asongin dagangan boneka yang dimauin Si Anak, akhirnya tidak tahan juga Si Ibu “terpaksa” beli juga boneka, daripada, .. daripada si anak jerit-jerit “Satu Nol” gerutu Si pedagang asongan sambil pergi setelah terima uang bayarannya”. 
Namanya juga di bis kelas Ekonomi, yang namanya parfum apapun yang dipakai tapi yang jelas wanginya udah tak keruan, ya … ribut penumpang dan yang dagang, eeehh Si Bapak yang disebelahku enak aja tidur ngorok”, tidur dengan nyenyaknya – tidak tahu nilai dollar terhadap rupiah berapa, kasus Gayus, atau tabung gas banyak yang meledak, yang penting saat itu tidur dengan lelap .
 Itu pengalaman puluhan tahun yang lalu, entah kalau sekarang mah. 
Menyelusuri hal ikhwal sejarah atau historisnya mengenai awal mula keberadaan dari Tahu Sumedang (antara lain dari buku Tokoh-tokoh Etnis Tionghoa di Indonesia karangan Sam Setyautama), pembuatan tahu Boen Keng dimulai tahun 1917 oleh seorang imigran China bernama Ong Kino. Sumber lain mencatat, pembuatan tahu ini dimulai tahun 1911 untuk konsumsi rumah tangga Ong Kino.  Menurut buku tersebut, Ong Kino membuat tahu sekadar untuk menyenangkan istri tercintanya. Belakangan, tahu itu juga disukai teman-temannya. Ong Kino pun memutuskan menjajakan tahu yang dalam bahasa China disebut ”daging tak bertulang” itu di Sumedang. Tahu ini kemudian menjadi cikal bakal tahu sumedang yang kita kenal sekarang.
Akhirnya tergoda juga untuk cicipi Tahu Sumedang, yaitu beli dari salah satu kios sambil makan di emperan pinggir jalan dengan kombinasi Tahu, Lontong plus sambalnya dengan harga yang relatife terjangkau.  Untuk penjualan Tahu di Kota Sumedang ini bisa dari mulai asongan, emperan, kios, toko  atau rumah makan. Rasanya ….. Nyooos juga
Untuk lebih lengkapnya mengenai  “tahu- mentahu” ini bisa dibaca : Tahu Sumedang Sejak Satu Abad Yang Lalu - pada tulisan berikut di bawah.

Perjalanan masih di Kota Sumedang ……….
Rencana Jalan Tol Cileunyi-Sumedang -Dawuan
Mungkin beberapa tahun ke depan, Kota Sumedang hanya kita lihat saja dari jalan Tol, alias tidak seperti sekarang ini  yaitu bagi perjalanan trayek Bandung – Cirebon “diwajibkan” untuk singgah di Kota Sumedang ini.  Saat ini sedang disusun rencana untuk pembuatan jalan Tol Cileunyi-Sumedang-Dawuan (menurut beberapa sumber sedang dalam tahap kontruksi). 
Apakah jalan Tol yang akan dibuat tersebut akan “mirip”  seperti  pada beberapa Gambar/ foto berikut, Penulis belum bisa menyelusuri lebih lanjut.

Kita nyimpang dulu ke pengertian Pengertian Jalan tol 
  • Di Indonesia lazimnya disebut juga sebagai jalan bebas hambatan yang merupakan suatu  jalan alternatif untuk mengatasi kemacetan lalu lintas ataupun untuk mempersingkat jarak dari satu tempat ke tempat lain, dimana para pengguna jalan tol diharuskan membayar sesuai tarif yang berlaku (besarnya tarif didasarkan pada golongan kendaraan dan panjang trayek sesuai pembagian ruas jalan yang ada).
  • Mengenai pengertian jalan tol yang dianggap sebagai sinonim jalan bebas hambatan sebenarnya salah, karena secara pengertian global /di dunia secara keseluruhan, tidak semua jalan bebas hambatan memerlukan bayaran. Jalan bebas hambatan seperti ini dinamakan freeway atau expressway (free berarti " gratis", dibedakan dari jalan-jalan bebas hambatan yang memerlukan bayaran yang dinamakan tollway atau tollroad (kata toll berarti "biaya")).
“Nakh bagi Kota Sumedang siap-siap gali potensi kekayaan wilayahnya (misalnya obyek wisata), sehingga kalau jalan tol sudah jadi maka tidak hanya Sumedang sebagai kota kenangan.”
Selepas lewat kota Sumedang, jalan menuju Cirebon berkelok-kelok. Bagi yang hobi mabok atau muntah inilah resepnya agar tidak mabok baik naik mobil, kapal laut, pesawat terbang dlsb-dlsb … termasuk naik kuda atau bahkan naik macam-macam di Dunia Fantasi Jakarta, yaitu badan kita tidak melawan gerakan yang ditumpangi tapi ikuti gerakkannya serelak mungkin … nakh itulah resepny, but kalau sudah ikuti resep tersebut tapi tetap muntah atau mabok … yakh itu mah udah dari sononya atau udah hobbi mungkin, tapi masih ada penangkalnya yaitu minum obat mabok (seperti Antimo dsb).
Mesjid Tanjakan Nyalindung.
Setelah mengikuti jalan berkelok-kelok maka selepas ada satu jalan yang hampir belokannya 270 derajat ketika di jalan turunan Nyalindung terlihatlah sebuah bangunan mesjid berwarna hijau yang cukup mewah, dan sayang sekali kalau tidak singgah dulu.
Halaman mesjid lumayan artistik dengan penataan landskape yang baik, merupakan masjid yang juga cukup terawat, termasuk bagian yang sering terabaikan pada umumnya masjid yaitu toilet serta tempat wudhu.  Mungkin pengurusnya berpegang pada motto yang biasa dipajang yaitu  "kebersihan adalah sebagian dari iman".   Setelah menyusuri jalan yang cukup melelahkan alangkah baiknya nyimpang dulu ke mesjid ini karena disamping tempat yang nyaman bisa untuk melepaskan kelelahan, membersihan diri, cuci muka atau anggota badan, tapi kalau mau tiduran boleh aja di teras kalau dalam mesjid ada tulisan “Dilarang Tidur di Mesjid” yang kenyataanya tulisan-tinggal tulisan.
Berdasarkan informasi dan data yang ada bahwa mesjid di Tanjakan Nyalindung adalah milik Pemda Sumedang yang dulunya adalah daerah "remang-remang" atau dulu di wilayah ini tersebar warem-warem.  Kisah pendirian mesjid dan sejarahnya, dapat dilihat pada “Mesjid Nyalindung”.
“Mungkin salah satunya penyebab hilangnya warem-warem (warung remang-remang) tersebut yaitu disamping upaya dari Pemda dan masyarakat setempat juga dikarenakan jalannya yang semakin bagus.  Kalau dulu disamping naik turun juga sempit dan kurang baik serta kondisi kendaraan yang tidak seperti sekarang.  Pemandangan puluhan tahun yang lewat di warung-warung tersebut banyak mangkal kendaraan angkutan (biasanya truk barang) banyak mangkal karena bisa dibayangkan dari Cirebon ke bandung saja bisa ditempuh hingga 2 hari. Sehingga banyak yang istirahat dulu, lain halnya dengan sekarang jalan sudah relative bagus.”
Memasuki Cimalaka, kondisi jalanan pun masih baik. Selepas itu, Anda akan memasuki kawasan Tomo dengan hutan jatinya. Sayangnya, kita sudah tidak bisa menikmati kerimbunan hutan jati di kawasan ini. Dari Tomo sampai Cijelag, yang tersisa adalah bekas hangus terbakar, dan tebangan pohon. Kemarau memang menyisakan kekeringan, ditambah bekas kebakaran, Tomo terasa sangat gersang. Untungnya, beberapa titik rawan longsor di Tomo, sudah diperkuat. Pondasi batu kali tampak baru dan kokoh memperkuat tepi jalan dan beberapa malah memiliki pondasi rangkap. Jalanan di Tomo pun dilapis aspal baru di Godang, Kecamatan Tomo. Perbaikan ini hampir rampung dan diperkirakan selesai pada saat arus mudik nanti. Tepat sebelum memasuki Kadipaten, pemudik akan melintasi jembatan Sungai Cimanuk.
Jalan yang berkelok-kelok di daerah Cijelag ini waktu sebelumnya sering bergelombang sehingga sering rusak dan bikin genangan atau kolam-kolam kecil, sehingga waktu itu diperbaiki, rusak lagi, diperbaiki rusak lagi, tetapi sekarang mah mungkin sudah diperbaiki agak permanen, tinggal pemeliharaan yang perlu diperhatikan.
“Ngomong-ngomong kalau jalanan rusak – ini mah berlaku dimana sajah – akibatnya yaituh :
  1. Merugikan  :  mempercepat kerusakan roda  dan sok beker /shock breaker (di bengkel kadang-kadang ditulis sokbleker),  bensin lebih boros (karena mesti sering ngerem dan gas), bisa keperosok n nyangkut ,  kecelakaan, kemacetan,  kendaraan kotor, baut-baut atau sambungan longgar,  bodi atau badan orang pegel2, and ….. and ….. bikin jengkel pengemudi dan penumpang  (kecuali tidur), serta mengganggu estetika atau pemandangan. 
  2. Menguntungkan (segala sesuatu ada untung ruginya) : mengingatkan untuk istirahat dulu, kesempatan cari rejeki bagi pedagang asongan, kesempatan cari tip atau sumbangan bagi “pemelihara jalan” dan ….. tambahan proyek baru bagi pengelola proyek, serta  ……. Anggap sajah hiburan bagi yang biasa di jalan halus atau Tol.
  3. Komentar  : yakh perlu segera mendapat perhatian untuk segera diperbaiki oleh yang berwenang. “
Banyak juga yakh untung ruginya dengan jalan rusak tuh ! “
Perjalanan kita lanjutkan ……. Dimana sebagian jalanan wilayah ini menyusuri Sungai Cipeles.
Perlu diketahui bahwa Sungai Cipeles ini berhulu sungai di wilayah Kec. Sukasari dan bermuara ke Sungai Cimanuk, merupakan andalan sumber air untuk sejumlah daerah irigasi di Kab. Sumedang yang terukur selama sepuluh tahun terakhir terus menurun (Harian Pikiran Rakyat, 08 Desember 2009).  Sungai Cipeles tersebut juga merupakan sungai yang membelah kota Sumedang dan sebagai sungai pembuat  lereng yang berada di dasar jurang Cadas Pangeran.
Istirahat di tepian Sungai Cipeles


Di salah satu area pinggir jalan dan di pinggir kali Sungai Cipeles ini (kurang tahu apa daerahnya) terdapat tempat untuk istirahat, di sini banyak terdapat saung-saung/jongko dari kayu dan bambu (mungkin ada 20 saung mah) lengkap dengan pedagang berjualan lotek, ulek, rujak, baso, air kelapa muda, dlsb-dlsb. Dimana kita bisa tiduran atau selonjoran dulu sambil memandang Sungai Cipeles yang kadang-kadang bening dan surut (kemarau) atau meluap kecoklatan ketika musim hujan.
Anda bisa langsung tancap gas ke arah Cirebon. Bagi penggemar jalan alternatif, silakan berbelok kanan di perempatan Kadipaten untuk menuju Cirebon lewat Majalengka
Bila mengambil jalur ini pada malam hari, yaitu sejak jalur cadas pangeran sampai dengan Desa Tomo, pandangan mata harus benar-benar tajam karena banyaknya jalanan berliku, tanjakan dan turunan serta ancaman jurang, sehingga Anda harus waspadai dengan penerangan lampu kendaraan yang bagus
Memasuki Cimalaka, kondisi jalanan pun masih baik. Selepas itu mendekati Desa Tomo di kiri kanan jalan terdapat hutan jati (menurut data yang ada untuk Bagian Hutan Tomo ini seluas 8.932,14 Ha) dimana pada waktu musim kemarau hutan jati ini tampak agak gersang dengan latar belakang pohon jati yang meranggas dan semak belukar yang mengering dengan kesan warna coklat muda dengan  hawanya sangat panas pada siang hari, sehingga mengingatkan kita pada Waktu Musim Gugur, ……… dimana ghitu.  
Tetapi terkadang di hutan jati ini ketika musim kering kadang-kadang tersisa bekas hangus terbakar, dan tebangan pohon. Kemarau memang menyisakan kekeringan, ditambah bekas kebakaran, Tomo ketika kemarau terasa sangat gersang, hal ini tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh pengelola hutan dibawah pimpinan Menteri Kehutanan dan juga tidak diharapkan oleh para Pecinta Lingkungan Hidup.
Untungnya, beberapa titik rawan longsor di Tomo, sudah diperkuat. Pondasi batu kali tampak baru dan kokoh memperkuat tepi jalan dan beberapa malah memiliki pondasi rangkap. Jalanan di Tomo pun dilapis aspal baru.
Di jalan kelokan-kelokan ini supaya hati-hati karena banyak bus umum dan truk-truk.  Mengenai angkutan mobil Bus angkutan umum tidak tahu sekarang masih ada atau belum yaitu Good Will (Bandung – Cirebon) yang sudah ada sejak dulu tahun 1960 an, atau bus Ridho juga masih ada atau tidak karena yang kami temui sekarang mobil bus yang sudah “canggih” tidak seperti dulu untuk ganti onderdil pake “sistim kanibal” sehingga tidak heran dari punya mobil 5 lama-lama jadi satu.
Tepat sebelum memasuki Kadipaten, pemudik akan melintasi jembatan Sungai Cimanuk. Jembatan panjang ini tengah mengalami perbaikan minor pada aspalnya, dan diperkirakan tidak memakan waktu lama. Anda bisa langsung tancap gas ke arah Cirebon. Bagi penggemar jalan alternatif, silakan berbelok kanan di perempatan Kadipaten untuk menuju Cirebon lewat Majalengka.
Sedikit cerita, orang punya bemo (dulu mah) 1 biji, karena dibawa sendiri jadi tambah 2, setelah 2 jadi 2, eeh … setelah tiga jadi 2 lagi, kemudian jadi 1 dan akhirnya di jual.  Mungkin hal tersebut kesalahan manajemen karena waktu 1 dikelole dan diawasi sendiri tetapi ketika 3 kadang-kadang dipercayakan orang yang akhirnya bangkrut.  Bangkrut tersebut banyak sebabnya yaitu karena manajemen jelek, tuntutan hidup, pendapatan meningkat pengeluran juga tambah, karena judi, atau ….. punya bini baru. But tetapi itu tidak semua tergantung dari pribadinya.
Ketika musimnya mudik Hari Raya Lebaran yaitu di wilayah Cijelag Kecamatan Tomo menuju perbatasan Kadipaten terkadang macet, ruas jalur kemacetan tersebut tersebut karena pertigaan masuk Tol Sadang (Purwakarta)-Subang Kota-Cikamurang (Sumedang)-Kadipaten (Majalengka)-Cirebon, .tapi tidak apalah kalau musim mudik or pulang kampung, karena ada motto “Tanpa ada kesan bila mudik tidak macet” , jadi kalau macet nikmatillah, mungkin menambah pahala bagi Anda apabila dihadapi dengan kesabaran.
Kiranya cukup dulu sekian dan nanti disambung lagi pada Tempa-Tempo Bagian 3.

Tulisan Berikut  :

  • TAHU SUMEDANG SEJAK SATU ABAD YANG LALU
  • RENCANA TOL CISUMDAWU (Cileunyi - Sumedang - Dawuan) 
  • MESJID RAYA NYALINDUNG

TAHU SUMEDANG SEJAK SATU ABAD YANG LALU

Menyelusuri mengenai awal mula keberadaan atau sejarah dari Tahu Sumedang yang antara lain dari buku Tokoh-tokoh Etnis Tionghoa di Indonesia karangan Sam Setyautama, pembuatan tahu Boen Keng dimulai tahun 1917 oleh seorang imigran China bernama Ong Kino. Sumber lain mencatat, pembuatan tahu ini dimulai tahun 1911 untuk konsumsi rumah tangga Ong Kino.
menurut buku tersebut, Ong Kino membuat tahu sekadar untuk menyenangkan istri tercintanya. Belakangan, tahu itu juga disukai teman-temannya. Ong Kino pun memutuskan menjajakan tahu yang dalam bahasa China disebut ”daging tak bertulang” itu di Sumedang. Tahu ini kemudian menjadi cikal bakal tahu sumedang yang kita kenal sekarang.
Kemasyhuran makanan yang tergolong baru di Sumedang sampai juga ke telinga Pangeran Soeriaatmadja. Dalam perjalanannya ke Situraja, pangeran itu mampir ke Tegal Kalong, tempat Ong Kino memproduksi tahu. Seusai mencicipi tahu itu, sang pangeran berkata, ”(Wah, ini) benar-benar enak. Pasti makanan ini bakal laku (kalau dijual). Seperti mantra, kata-kata sang pangeran benar-benar menjadi kenyataan. Tahu yang diolah keluarga Ong Kini itu laku keras, bahkan menjadi ikon Sumedang hingga sekarang. Namun, tahu ini baru menggunakan merek Boen Keng pada tahun 1960-an. Ketika itu, Ong Kino kembali ke China dan usaha pembuatan tahu diteruskan anaknya, Boen Keng.
Usaha ini kemudian beralih kepada salah seorang dari lima anaknya, yakni Ukim. Sejak tahun 1995, usaha tersebut dipegang Suriadi, salah seorang dari tujuh anak Ukim. Jadi, boleh dikata, Suriadi adalah generasi keempat pengelola tahu Boen Keng. Suriadi yang lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Maranatha, Bandung, mengelola usaha ini dengan cara yang tidak jauh berbeda dari leluhurnya. Dia tidak berambisi untuk mendirikan cabang-cabang usaha di kota lain.”Itu sulit dilakukan karena air di kota lain berbeda dengan air di Sumedang. Rasanya pasti akan berbeda. Buat kami, begini saja sudah cukup,” katanya.
Saat ini Tahu Sumedang begitu mudah di jumpai mulai dari gerbang Sumedang di Cileunyi Bandung sampai ke Pusat Kota Sumedang, Tahu sudah begitu besar jasanya menghidupi para pengusaha kecil yang demikian banyak di Sumedang.


RENCANA TOL CISUMDAWU (Cileunyi – Sumedang – Dawuan)

GAMBAR  : Tol Cisumdawu diperkirakan memerlukan biaya Rp 4,6 Triliun
GAMBAR  : Maket Rencana Tol Cisumdawu dan Bandara Internasional Kertajati
Jarak Bandung ke bandara internasional Jawa Barat yg direncanakan dibangun di Kertajati akan jauh lebih dekat dibanding ke airport Soekarno Hatta, apalagi sebelum bandara tsb mulai konstruksi, direncanakan tol CISUMDAWU (Cileunyi-Sumedang- Dawuan) bakal beroperasi lebih dulu.... jadi perjalanan dari Bandung nanti ke airport baru di Kertajati bisa ditempuh "hanya" 1 jam.
Berikut ini marilah kita simak tentang rencana keberadaan Jalan Tol Cisumdawu dan Bandara International Kertajati dan pengaruhnya terhadap Sumedang, sbb :
  • Merupakan lanjutan rencana tol dari arah selatan yg menyambungkan TOL Cikampek – Purwakarta – Padalarang – dan Cileunyi, nantinya akan bertemu dengan TOL dari arah utara Cikampek – Palimanan – Cirebon di daerah Dawuan.
  • Ruas jalan TOL akan dilaksanakan untuk sepanjang 60 km yang akan melewati daerah Sumedang yang meliputi tahap I Cileunyi – Tanjungsari (10 km), tahap II Tanjungsari – Sumedang (12 km), tahap III Sumedang – Cimalaka (3 km) dan tahap IV Cimalaka – Dawuan (ujung timur  35 km) diperkirakan biaya pembebasan lahannya akan menelan biaya sebesar Rp. Rp 540 miliar, dan rencana pembangunannya  akan dibiayai oleh Investor dari China, sesuai dengan nota kesepahaman antaran Gubernur Jawa Barat dengan Deputy Director Import & Export Affair China – Wang Zhiping,  yg ditandatangani pada bulan Jan’2010 yang lalu. Pembangunan fisik Jalan Tol Cisumdawu diperkirakan memerlukan biaya Rp 4,6 Triliun. Adapun biaya konstruksi proyek mencapai Rp 2,1 Triliun.
(sumber : wacana-publiconline).


Mesjid Raya Nyalindung
Mesjid Raya Nyalindung berada di tepi Jalan Raya Sumedang-Cirebon, tepatnya di betulan Kampung Nyalindung, Desa Pandanaan, Kecamatan Paseh, Kabupaten Sumedang, didirikan pada masa berakhirnya kepemimpinan Bupati Sumedang, Drs. Misbach 2002-2003.dimana  kawasan tersebut sebelumnya merupakan eks lokalisasi atau bekas warung remang-remang (warem). 
Lokasi ini termasuk salah satu dari tiga lokasi pelacuran yang dijadikan penertiban (dua lainnya yaitu Ciromed di Tanjung Sari, dan Saritem di Bandung). Dimana di Nyalindung dan Ciromed telah didirikan mesjid sedangkan di di Saritem, atas prakarsa Shonhaji, didirikan Pontren Daar At Taubah.
Mesjid tersebut  pada acara puncak Peringatan Tahun Baru Islam 1430 Hijriyah yang dilakukan di Pusat Dawah Islam Provinsi Jawa Barat, Kamis (15/1), merupakan peringkat ketiga untuk kategori Masjid Wisata (peringkat 1 dan 2 masing-masing  diraih oleh Masjid At-Tiin di Jalan Raya Kuningan dan Masjid At-Taawun di Jalan Raya Puncak Bogor).
Memang mesjid yang terletak disebelah kanan jalan kalau kita dari Sumedang menuju Cirebon ini terletak di kemiringan alam sehingga sangat jelas terlihat dari bawah bisa juga disebut At-Taawun-nya Nyalindung Sumedang.

  • Kalau dulu (sekitar tahun 1970-1990 an) masih banyak truk-truk pembawa barang yang mempunyai waktu tempuh bisa 2 sampai 4 hari dari Cirebon menuju Bandung ,  hal ini dikarenakan jalan relative sempit, banyak tanjakan dan kelokan/tikungan tajam, ditambah mesin mobil yang relatife tua (untuk harga dan pengadaan tidak seperti sekarang banyak dealer, bisa kredit dan harga yang relative “murah” ) sehingga sparepat tingal ganti.  Jenis merek mobil pun waktu itu Dodge,Chevrolet
  • Kelokan yang relative terjal di nyalindung, kalau sekarang tanjakan tersebut telah banyak perbaikan sehingga tidak terlalu menanjak.  Kalau dulu disamping jalan sempit dan tanjakan terjal juga kualitas jalan jaman dulu dan kualitas kendaraan …………… yang apabila waktu menanjak (dari arah Kadipaten menuju Sumedang) sang kenek (kernet/pembantu sopir) terpaksa harus turun dengan siap-siap menggunakan ganjal berupa kayu, namun tidak jarang terdengar kecelakaan yang disebabkan sopir ngantuk dan rem blong.
  • Kalau dari Sumedang, mesjid tersebut berada di sebelah kanan jalan berada pada jalan menurun (kalau sekarang pandangan relative terbuka, jalan lebar dan tidak terlalu berkelok) , bisa untuk istirahat , menunaikan ibadah sembahyang atau duduk-duduk sambil beli makanan di warung yang banyak di sana.
·    Pemandangan relative bagus dengan alam pemandangan di kelerengan terbuka, bisa memandang sejauh mata hijaunya alam dan pebukitan (kalau kemarau agak coklat, ngkali)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar