Kamis, 06 September 2012

Sisi Kehidupan : Lebih Dekat ke Tanah Suci berkat Sengon


Sengon atau albasia bukan tanaman baru bagi Nasikin, 39. Warga Desa Cikidang Kecamatan Cilongok Banyumas, Jawa Tengah, itu sudah menanamnya sejak 11 tahun silam.
Oleh : Liliek Dharmawan

Masa penanaman sengon membutuhkan waktu empat tahun, sebelum bisa dipanen. Berkat ketekunannya, sudah beberapa kali Nasikin bisa panen besar sengon di lahannya.
"Hasilnya luar biasa. Saya sudah bisa memberangkatkan orangtua dan istri ke Tanah Suci," ujar suami Titi Hayani itu.
Ketika mendapat informasi awal soal bertanam sengon, Nasikin mengaku sudah langsung tertarik. la pun memutuskan menanam sengon.
Dalam perjalanan, usahanya terus berkembang. la tidak hanya menanam, tapi juga membuka pabrik pemotongan kayu sengon. Potongan kayu itulah yang kemudian disetorkan ke sejumlah perusahaan.
Bapak dua anak itu yakin pasar sengon masih sangat terbuka. Jepang dan sejumlah negara lain merupakan konsumen terbesar kayu sengon. Karena itu, gairah menanam sengon terus terjaga.
Budi daya tanaman ini juga mudah. Di Banyumas, itu sangat mungkin dikembangkan karena lahannya masih cukup luas.
Kisah sukses juragan sengon tidak hanya dialami Nasikin. Banyak penanam lain di Kecamatan Cilongok yang sudah menunaikan rukun Islam kelima tidak lama setelah panen sengon.
Di Banyumas, Cilongok menjadi salah satu sentra penanaman sengon. Pendapatan para penanamnya terhitung besar. Mereka cuma harus mengeluarkan dana Rpl.000-Rpl.200 untuk satu batang bibit pohon kayu ini. Setelah ditancapkan selama empat tahun, sengon sudah memiliki diameter 10-17 sentimeter. Tiap meter kubik kayu sengon bisa dijual dengan harga Rp400 ribu.
Juragan seperti Nasikin bisa memanen ribuan batang pohon. Saat ini, sekitar 4.000 batang sengon miliknya sudah siap dipanen. Simpanan lain berupa 3.000 batang yang belum lama ia tanam.
Berkah sengon juga bermanfaat bagi orang yang tidak memiliki lahan. Mereka bisa ikut menjadi pekerja. Di Cilongok saja, ada 350 usaha penggergajian kayu. Setiap perusahaan mempekerjakan 5-6 orang.
Peluang lain ialah budi daya bibit sengon. Di jalur Purwokerto-Tegal, masih di Jalan Raya Cilongok, ada sekitar 20 etalase yang menjual bibit sengon. Harga yang ditawarkan sangat miring, Rp1.000-Rpl.200 per batang.
"Seorang pedagang bibit dalam sehari bisa menjual 1.000-1.500 batang. Bibit diarnbil dari budi daya sendiri maupun pasokan dari pembibit lain," kata Kamang, 41, pedagang bibit.
Berkat sengon, kini nyaris tidak ada lagi lahan yang dibiarkan kosong atau telantar. "Setiap ada lahan kosong, pasti ditanami. Menanam sengon tidak pernah rugi," tandas Kamang.
Sejak 2010 lalu, bibit sengon juga lebih mudah didapat. Kementerian Kehutanan lewat program kebun bibit rakyat sudah menyiapkan jutaan bibit sengon untuk dibagikan, gratis.
Jumlah penanam sengon pun secara drastis bertambah. Puluhan warga yang hanya memiliki beberapa meter persegi tak ingin lahan mereka kosong. Bibit sengon atau kakao tinggal ambil, tidak perlu bayar.

Keterangan gambar : sebagai ilustrasi (tambahan) yang diambil dari internet
Sumber : artikel pada Harian Media Indonesia tgl 28 Nopember 2011.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar