Sengon atau albasia
bukan tanaman baru bagi Nasikin, 39. Warga Desa Cikidang Kecamatan Cilongok
Banyumas, Jawa Tengah, itu sudah menanamnya sejak 11 tahun silam.
Oleh : Liliek
Dharmawan
Masa penanaman
sengon membutuhkan waktu empat tahun, sebelum bisa dipanen. Berkat
ketekunannya, sudah beberapa kali Nasikin bisa panen besar sengon di lahannya.
"Hasilnya luar
biasa. Saya sudah bisa memberangkatkan orangtua dan istri ke Tanah Suci,"
ujar suami Titi Hayani itu.
Ketika mendapat
informasi awal soal bertanam sengon, Nasikin mengaku sudah langsung tertarik.
la pun memutuskan menanam sengon.
Dalam perjalanan,
usahanya terus berkembang. la tidak hanya menanam, tapi juga membuka pabrik
pemotongan kayu sengon. Potongan kayu itulah yang kemudian disetorkan ke
sejumlah perusahaan.
Bapak dua anak itu
yakin pasar sengon masih sangat terbuka. Jepang dan sejumlah negara lain
merupakan konsumen terbesar kayu sengon. Karena itu, gairah menanam sengon
terus terjaga.
Budi daya tanaman
ini juga mudah. Di Banyumas, itu sangat mungkin dikembangkan karena lahannya
masih cukup luas.
Kisah sukses
juragan sengon tidak hanya dialami Nasikin. Banyak penanam lain di Kecamatan
Cilongok yang sudah menunaikan rukun Islam kelima tidak lama setelah panen
sengon.
Di Banyumas,
Cilongok menjadi salah satu sentra penanaman sengon. Pendapatan para penanamnya
terhitung besar. Mereka cuma harus mengeluarkan dana Rpl.000-Rpl.200 untuk satu
batang bibit pohon kayu ini. Setelah ditancapkan selama empat tahun, sengon
sudah memiliki diameter 10-17 sentimeter. Tiap meter kubik kayu sengon bisa
dijual dengan harga Rp400 ribu.
Juragan seperti
Nasikin bisa memanen ribuan batang pohon. Saat ini, sekitar 4.000 batang sengon
miliknya sudah siap dipanen. Simpanan lain berupa 3.000 batang yang belum lama
ia tanam.
Berkah sengon juga
bermanfaat bagi orang yang tidak memiliki lahan. Mereka bisa ikut menjadi
pekerja. Di Cilongok saja, ada 350 usaha penggergajian kayu. Setiap perusahaan
mempekerjakan 5-6 orang.
Peluang lain ialah
budi daya bibit sengon. Di jalur Purwokerto-Tegal, masih di Jalan Raya
Cilongok, ada sekitar 20 etalase yang menjual bibit sengon. Harga yang
ditawarkan sangat miring, Rp1.000-Rpl.200 per batang.
"Seorang
pedagang bibit dalam sehari bisa menjual 1.000-1.500 batang. Bibit diarnbil
dari budi daya sendiri maupun pasokan dari pembibit lain," kata Kamang,
41, pedagang bibit.
Berkat sengon, kini
nyaris tidak ada lagi lahan yang dibiarkan kosong atau telantar. "Setiap
ada lahan kosong, pasti ditanami. Menanam sengon tidak pernah
rugi," tandas Kamang.
Sejak 2010 lalu,
bibit sengon juga lebih mudah didapat. Kementerian Kehutanan lewat program
kebun bibit rakyat sudah menyiapkan jutaan bibit sengon untuk dibagikan,
gratis.
Jumlah penanam
sengon pun secara drastis bertambah. Puluhan warga yang hanya memiliki beberapa
meter persegi tak ingin lahan mereka kosong. Bibit sengon atau kakao tinggal
ambil, tidak perlu bayar.
Keterangan
gambar : sebagai ilustrasi (tambahan) yang diambil dari internet
Sumber : artikel pada Harian Media Indonesia tgl
28 Nopember 2011.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar