Hari Buruh
pada awal bulan Mei diperingati di berbagai negara di dunia, diikuti ratusan
ribu orang di masing-masing negara, mulai dari Indonesia sampai Kuba.
Oleh : Rene L Pattiradjawane
Di daratan China,
Hari Buruh adalah libur nasional masuk kategori "minggu emas" karena
libur selama seminggu sama halnya dengan libur Tahun Baru Imlek.
Sejak Revolusi
Industri yang berlangsung selama 100 tahun sejak tahun 1750, posisi kaum buruh
terombang antara bentrokan ideologi dan adu kekuatan politik, menempatkan
kelompok pekerja pada lapisan terbawah di dalam kemajuan industri yang mengubah
tatanan pertanian, manufaktur, pertambangan, transportasi, dan teknologi.
Celakanya,
perjuangan kelas yang dimulai sejak diterbitkannya "Manifesto
Komunis" tahun 1949 oleh Karl Marx ternyata tidak menghasilkan kemenangan
kaum proletariat yang memiliki lambang palu arit untuk menggulingkan kelompok
borjuasi yang menguasai dan memiliki alat-alat produksi.
Revolusi yang
selalu muncul dalam sejarah perjuangan kelas, menurut Marx, selalu menyebabkan
terjadinya restrukturisasi masyarakat, dan terus berputar karena kaum borjuasi
selalu secara konstan melakukan eksploitasi melalui berbagai revolusi produksi
menciptakan gangguan-gangguan terus-menerus terhadap kondisi sosial.
Francis Fukuyama,
penulis buku terkenal The End of History and The Last Man (1992), dalam
tulisannya "The Future of History: Can Liberal Democracu Survive the
Decline of the Middle Class?" di jurnal Foreign Affairs (Januari/Februari
2012) menyebutkan, yang terjadi adalah kompetisi yang berlangsung lebih dari
satu abad.
Persaingan dimulai
antara kepemimpinan gerakan demokrasi melalui komunisme yang mau melepaskan
diri dari demokrasi prosedural (pemilu multipartai) untuk digantikan dengan
demokrasi substantif (redistribusi ekonomi) berhadapan dengan kelompok demokrat
liberal yang percaya untuk memperluas partisipasi politik dengan tetap
mempertahankan penegakan hukum melindungi liak individu/termasuk hak kepemilikan.
Mencegah
kontaminasi
Persoalan yang kita
hadapi sekarang kaum buruh juga berkembang menjadi sebuah kelas yang terpecah
antara pekerja kerah putih dan kerah biru yang bekerja dalam perusahaan
multinasional yang sudah tidak lagi mengenal batas-batas nasionalisme
beroperasi di lebih dari 30 negara di seluruh dunia.
Para pekerja ini
pun berkembang pesat menjadi bagian dari masyarakat dunia akibat kemajuan
teknologi komunikasi informasi, memberikan peluang dan kesempatan yang
seluas-luasnya kepada siapa saja. Partisipasi politik dalam globalisasi
sekarang ini menjadi tidak relevan, apalagi ketika muncul "model
China" yang menjadi pilihan alternatif dalam menghadapi gagasan demokrasi
liberal.
Perdebatan ini
dalam konteks krisis zona euro sebenarnya kembali menekankan persoalan
penguasaan alat produksi, termasuk modal yang mekanisme finansialnya menjadi
taruhan antara para politisi serakah serta mereka yang khawatir program
pengetatan menyebabkan kesengsaraan dan pemulihan ekonomi tidak akan terjadi.
Pilihannya adalah
menaikkan pajak kelompok borjuasi yang di Perancis dipikirkan untuk dinaikkan
sampai 75 persen bagi para jutawan. Dan para pekerja kerah putih yang bekerja
di lembaga-lembaga keuangan dunia menjadi momok bagi siapa saja di seluruh
dunia karena ulah dan tindakan mereka mampu memaksa pemerintahan di mana saja
melakukan privatisasi usaha-usaha milik negara.
Bagi kelas buruh
dan pekerja di Eropa, kebijakan pengetatan anggaran di negara-negara anggota
Uni Eropa sepertinya tidak memiliki visi tentang kapitalisme dan globalisasi
yang terus-menerus didesak oleh AS sebagai upaya untuk mencegah
terkontaminasinya kembali perekonomian mereka akibat terpuruknya benua Eropa.
Produk
bersama
Dari situasi
kawasan Eropa, jelas program pengetatan keuangan Uni Eropa (UE) tidak banyak
membantu perkembangan dan pertumbuhan kelas pekerja dan buruh di dunia.
Semangat UE untuk
memimpin jalan ketiga global antara kapitalisme laissez-faire dan
sosialisme yang terkendalikan kandas. Perkembangan globalisasi dunia pada dua
dekade terakhir ternyata memang menghadirkan beragam bentuk kapitalisme yang
memiliki derajat, bahkan taruhan yang berbeda satu sama lain yang tidak bisa
diselaraskan pleh masyarakat.
Yang menarik dari
berbagai perkembangan ini sebenarnya usulan yang disampaikan oleh Wakil PM
China Li Keqiang dalam artikelnya berjudul "China Has High Hopes for
European Ties" yang dimuat harian Financial Times tanggal 1 Mei
2012. Menurut Li, yang menjadi bagian penting dalam regenerasi
Partai Komunis
China (PRO, China berharap ada keterbukaan dan kerja sama yang lebih luas di
Eropa
"Secara
ekonomi, kedua kawasan memiliki keuntungan diri masing-masing kekuatan yang
ada, dan ini fitur dalam menentukan hubungan China-Uni Eropa," tulis Li
Keqiang.
Ditambahkan,
"Ketika 'dirancang di Eropa' dikombinasikan dengan 'dibuat di China' dan
ketika berbagai teknologi Eropa diejawantahkan ke pasaran China hasilnya akan
luar biasa"
Li Keqiang percaya
China dan Eropa bisa mencapai keberhasilan untuk mengembangkan model pembangunan
sesuai kondisi masing-masing. Gagasan
untuk menciptakan produk bersama memang menjadi pilihan menarik dan perlu
dicermati dan dipertimbangkan secara serius bagi kelangsungan masa depan
bersama.
Jika ini terjadi,
pertanyaan berikut adalah di mana posisi kita di Asia Tenggara dan benua Afrika
yang selama ini menyediakan berbagai sumber bahan mentah bagi pertumbuhan
ekenomi mereka?
Keterangan gambar :
sebagai ilustrasi (tambahan) yang diambil dari internet
Sumber : Kompas tgl. 5
Mei 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar