Untuk mempercepat laju pengentasan rakyat dari kemiskinan, tak bisa dimungkiri, pembangunan pedesaan merupakan langkah strategis yang perlu segera dilakukan.
Oleh : Teddy Lesmana - Peneliti pada Pusat Penelitian Ekonomi-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan USAID Indonesia Forecast Scholar di the University of Maryland, College Park, Amerika Serikat
Pada kesempatan Presidential Lecture di Istana Negara 15 September 2010 yang lalu, Dekan Harvard Kennedy School of Government Profesor David T Ellwood menyebutkan untuk mengentaskan rakyat dari kemiskinan di Indonesia, diperlukan empat syarat yang harus dijalankan, yakni : (a). ekonomi kuat, (b). keunggulan komparatif jangka panjang, (c). kelembagaan dan pemerintahan yang kuat dan efektif, (d). serta program bagi kaum miskin yang dirancang dengan seksama (Kompas, 16/9/2010).
Dalam rilis terakhir yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (EPS) disebutkan bahwa angka kemiskinan turun dengan lambat. Saat ini sekitar 31,02 juta atau sekitar 13,33% dari total penduduk Indonesia yang masih hidup di bawah garis kemiskinan. Padahal Indonesia bertekad untuk mengurangi penduduk yang hidup di bawah kemiskinan ini menjadi sekitar 8% pada 2015 mendatang sebagai salah satu target Millennium Development Goats (MDGs).
Salah satu persoalan mendasar yang sebetulnya perlu segera dibenahi adalah permasalahan akses terhadap lahan. Ketimpangan yang sangat lebar dalam hal distribusi kepemilikan tanah pola akses tanah akan membatasi manfaat penggunaan terbaik akan tanah untuk peningkatan kesejahteraan dan kesempatan ekonomi yang lebih luas utamanya kepada kaum miskin yang termarginalkan.
Hasil sensus pertanian 2003 memperlihatkan rumah tangga petani meningkat cukup signifikan dari 20,8 juta pada 1993 menjadi 25,4 juta pada 2003. Lebih jauh, dari total rumah tangga petani tersebut, sekitar 54,4% berada di Pulau Jawa dan 45,1% berada di luar P Jawa. Di Pulau Jawa sendiri jumlah petani guram mencapai 75% dari total rumah tangga petani. Di luar Jawa proporsi petani guram mencapai 34%. Diperkirakan, jumlah petani guram dan petani yang tak memiliki lahan jauh lebih besar saat ini.
Untuk mempercepat laju pengentasan rakyat dari kemiskinan, tak bisa dimungkiri, pembangunan perdesaan merupakan langkah strategis yang perlu segera dilakukan. Untuk itu, land reform merupakan suatu instrumen substantif yang sejatinya tidak bisa ditunda-tunda lagi. Meskipun pemerintah telah melakukan berbagai upaya pengentasan rakyat dari kemiskinan melalui berbagai program anti kemiskinan dan skema kredit yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan petani, sayangnya ada persoalan fundamental yang hingga kini belum terselesaikan, yakni land reform. Persoalan itu cukup penting untuk dibenahi mengingat banyak petani kita yang saat ini makin kehilangan akses terhadap tanah. Banyak faktor di luar pertanian itu sendiri yang berkontribusi terhadap semakin berkurangnya akses dan kepemilikan tanah serta terjadinya fragmentasi lahan di kalangan petani mulai dari faktor budaya, desakan ekonomi, laju konversi lahan, hingga penguasaan tanah lahan oleh korporasi secara masif.
Pelajaran dari China
Untuk mengatasi persoalan fundamental terkait dengan upaya pengentasan rakyat dari kemiskinan, ada baiknya kita melihat salah satu aspek yang membuat China berhasil menurunkan jumlah penduduk miskin secara signifikan dengan keberhasilan China dalam melaksanakan land reform yang diimplementasikan dalam program land rights reform.
Pada 1970 setelah mengalami kegagalan penerapan collective farming yang mengakibatkan turunnya produksi pertanian, China menerapkan apa yang disebut sebagai household responsibility system : (a). memberikan setiap rumah tangga petani use rights melakukan usaha tani di atas tanah yang diberikan izin. (b). Penerapan kebijakan itu memberikan dorongan yang signifikan terhadap pembangunan perdesaan karena petani memiliki kesempatan untuk memproduksi hasil pertanian dengan jumlah memadai. (c). Kebijakan itu berhasil menurunkan penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan US$1,25 per hari dari sekitar 84% pada 1981 menjadi 16% pada 2005.
Ada dua karakteristik penting yang perlu dicatat di balik keberhasilan China dalam melaksanakan program land rights reformnya, yaitu (1). program land rights reform tersebut memberikan broad-based access to land terhadap semua rumah tangga petani. Dengan pola itu, persentase petani yang tidak memiliki lahan bisa ditekan hingga mendekati nol. (2), adanya jaminan hak kepemilikan atas tanah yang makin secure bagi petani. Dengan perbaikan hukum secara gradual, petani dapat memiliki lahan, menjual produk pertaniannya secara bebas, dan bisa melakukan transfer hak atas kepada generasi penerus petani lahan termasuk sewa beli kecuali pemindahan hak milik kepada pihak lain dan pegadaian.
Meskipun dalam proses pelaksanaan land rights reform di China tidak selalu. mulus, beberapa faktor kunci yang mendorong suksesnya land reform antara lain konsensus politik yang didukung penelitian, riset dalam mendesain land-tenure system, pelaksanaan pilot project untuk melihat berbagai kesepakatan dalam hak guna atas tanah, dan penekanan dalam implementasi yang dititikberatkan pada masyarakat akar rumput.
Indonesia kiranya dapat mengambil pelajaran dari upaya yang sifatnya substansial dalam memberantas kemiskinan dengan menjalankah kebijakan land reform yang kompfehensif dan terukur.
Ada empat pilar yang harus dibangun agar kebijakan land reform di Indonesia bisa diwujudkan dalam rangka mempercepat upaya pengentasan rakyat dari kemiskinan, yaitu :
(1). Perlu adanya advokasi terhadap para petani miskin untuk membentuk organisasi yang sifatnya independen yang murni berasal dari aspirasi para petani guram dan petani yang tidak memiliki lahan.
(2). Perlu adanya komitmen politik dari berbagai kekuatan politik yang ada di parlemen yang benar-benar berpihak terhadap petani miskin.
(3). Adanya dukungan negara dalam bentuk investasi publik, bantuan pendanaan, dan bantuan teknis. Perpaduan antara komitmen politik dan dukungan negara ini diharapkan merupakan prasyarat yang diperlukan guna mengefektifkan kebijakan land reform.
(4). Perlu adanya growth oriented development strategy yang benar-benar berpihak kepada masyarakat miskin, dalam hal ini petani yang berlahan sempit dan yang tidak memiliki lahan dan masyarakat miskin lain pada umumnya. Kebijakan ekonomi hendakny a diarahkan kepada pertumbuhan ekonomi yang berpihak pada kaum miskin, Oleh karena itu, jaminan terbukanya akses terhadap lahan dan pembangunan di perdesaan harus diperkuat dan didorong seoptimal mungkin.
Penduduk miskin perdesaan yang mencapai sekitar 60% dari total penduduk miskin merupakan fakta bahwa pembangunan di perdesaan merupakan suatu hal yang tak bisa ditunda-tunda lagi jika kita ingin memberantas kemiskinan secara signifikan. Dengan demikian, ke depan diharapkan upaya pengentasan rakyat dari kemiskinan di Indonesia tidak hanya bersifat karitatif dan ad hoc semata.
Sumber bacaan : Media Indonesia tanggal 21 September 2010.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar