Rabu, 25 Desember 2013

Penertiban Pengemis dan PMKS-lainnya



Dikemas oleh Isamas54
Warga juga yang dapat merusak program penertiban PMKS dengan memberikan uang kepadanya, karena sudah disediakan beberapa panti sosial.

Pemprov DKI perlu mengubah pola pikir para penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS)   yang terjaring operasi sehingga mereka tidak lagi terbuai oleh pola hidup yang menengadahkan tangan.  Hal ini harus diselesaikan tidak hanya urusan makan saja, namun masalah kesehatan dan pendidikan harus mendapat perhatian secara serius dari semua pihak. 

Data
Terdapat 232 ribu anak di Indonesia hidup menggelandang di jalanan (Kementerian Sosial, 2010).
Jumlah PMKS dari tahun ke tahun (orang) di Jakarta : 2011 (10.713). 2012 (9.692), 2013 sd Nopember (10.642). 
Sebanyak 70% berasal dari luar Jakarta, sedangkan 20% lainnya tanpa identitas. Ha­nya 10% yang warga Jakarta. (Dinas Sosial DKI, 2013).

Hasil Penertiban
Hasil Penertiban PMKS Januari-November 2013, yaitu rincian dari 15 Jenis PMKS dari jumlah total 10.642 orang sbb. : Gelandangan (1.884), Pengemis (2.096), Psikotik/stress (2.128),  Tetantar (1.140),  Pengamen (873), Pemulung (783), Joki three in one (393), Pak ogah/parkir liar (352), 1Penyandang disabilitas (302),  Pedagang asongan (118), Waria (110), Anak jalanan (88), Pembawa kotak amal  (35), Pekerja seks komersial (16), PMKS lain -- termasuk warga tanpa KTP, terlantar, buruh, tukang ojek, tukang becak, tukang tambal, tukang loak, kondektur, timer, kernet, tukang sampah  (324)

Sanksi atau Hukuman
Sanksi Hukum bagi Pengemis dan Pemberi Uang kepada Pengemis (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana)
Pasal 504 : (1).  Barang siapa mengemis di muka umum diancam karena melakukan pengemisan dengan pidana kurungan paling lama enam minggu.  (2). Pengemisan yang dilakukan oleh tiga orang atau lebih, yang berumur di atas 16 tahun, diancam dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan.
Pasal 505 : (1) Barang siapa bergelandangan tanpa pencarian diancam karena melakukan pergelandangan dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan.  (2) Pergelandangan yang dilakukan oleh tiga orang atau lebih, yang berumur di atas 16 tahun, diancam dengan pidana kurungan paling lama enam bulan.
Perda DKI Jakarta No 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum
Pasal 40 : Setiap orang atau badan dilarang : (a). menyuruh orang lain untuk menjadi pengemis, pengamen, pedagang asongan, dan pengelap mobil;  (b). menjadi pengemis, pengamen, pedagang asongan, dan pengelap mobil;  (c). membeli kepada pedagang asongan atau memberikan sejumlah uang atau barang kepada pengemis, pengamen, dan pengelap mobil.
Ancaman
Pelanggaran Pasal 40 huruf a : diancam pidana kurungan paling singkat 20 hari dan paling lama 90 hari, atau denda paling sedikit Rp500 ribu dan paling banyak Rp30 juta (Pasal 61 ayat (2) Perda DKI 8/2007).
Pelanggaran Pasal 40 huruf b dan c : diancam dengan pidana kurungan paling singkat 10 hari dan paling lama 60 hari, atau denda paling sedikit Rp100 ribu dan paling banyak Rp20 juta.

Sejahtera dengan Mengemis
Profesi mengemis di Ibu Kota ternyata memang bisa menjanjikan karena penghasilannya yang lumayan (Caatan : perlu diingat bahwa untuk pekerjaan ini banyak juga yang tidak berhasil).
Seperti diberitakan di beberapa media massa kausu tertangkapnya seorang pengemis bernama Walang bin Kilon, 54, yang memiliki uang Rp25 juta dari hasil mengemis selama dua pekan.
Selain peristiwa tersebut, berdasarkan penelusuran Media Indonesia    saat ini sudah banyak jaringan yang mengkordinir PMKS.  Para PMKS itu ibarat mesin uang, mereka diharuskan menyetor sejumlah uang hasil mengemis setiap harinya kepada pihak yang bertindak sebagai koordinator.
Hasil yang disetorkan per harinya tidak bisa dikatakan sedikit, misalnya, Bg (48) yang setiap harinya mengoordinasi puluhan pengemis yang disebar ke beberapa tempat di Jakarta Timur seperti perempatan Coca-Cola, Cililitan, Jalan Raden Inten, terminal, Cawang, dan puluhan jembatan halte Trans-Jakarta.  Pengemis yang menjadi anak buah Bg harus bekerja mulai pagi hingga malam hari. Mereka diberi jatah makan dua kali sehari, yakni makan siang dan makan malam.
Dari belasan anak buahnya, Bg dapat mengumpulkan uang setoran Rpl juta per hari. Namun, uang itu Bagong setorkan kembali ke atasannya. la hanya mendapat fee 20% dari hasil setoran tersebut.
PKMS yang dikoordinasikannya adalah pengamen anak-anak, pengemis lansia, dan penyandang disabilitas. Bg mengaku lansia dan penyandang disabilitas memang menjadi sasaran empuk karena banyak warga yang iba dengan kondisi fisik pengemis tersebut.
Bg pun beralasan anak buahnya tidak mampu bekerja selain mengemis. "Mereka tidak mampu bekerja. Kalau mengemis ba­nyak yang kasihan dan memberi uang," ujarnya.

Pemberi harus dihukum berat

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan me­negakkan Peraturan Daerah DKI No 8/2007 tentang Ketertiban Umum (Tibum). Peraturan itu menetapkan sanksi denda Rp500 ribu hingga Rp30 juta atau kurungan tertinggi selama 90 hari bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) meliputi gelandangan, pengemis, pedagang asongan, pengamen, dan pedagang kaki lima (PKL).
Menurut , Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama di Balai Kota DKI (5/12/2013) :
(1).  Penegakan Perda Tibum itu wajib dilakukan sebagai upaya membebaskan Jakarta dari keberadaan PMKS.  (2).  Bukan hanya PMKS yang akan terkena sanksi, pemberi sedekah kepada mereka juga bisa dikenai hukuman yaitu berdasarkan Perda itu, hukuman bagi orang yang memberi ke pengemis maksimal 60 hari kurungan penjara dan denda sejumlah Rp20 juta (3).  Akan mendorong kinerja Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) DKI dan Dinas Sosial DKI dalam menegakkan Perda No 8/2007 dengan sanksi maksimal agar ada efek jera. (4). 

Hukum masih lemah
Penegakan Perda No 8/2007 masih sangat lemah, dimana warga pun masih memberikan uang kepada pengemis. Hal tersebut membuat para pengemis berkeliaran di jalan-jalan ataupun di perempatan lampu merah guna meminta belas kasihan pada pengendara kendaraan bermotor.
Menurut Ahok, Wakil Gubernur DKI :  (a).  Kita harus menghukum orang yang mem­beri uang kepada pengemis, untuk hal ini polisi sudah janji akan memperluas hukumannya. Nanti hu­kuman dari situ bisa diperluas orientasinya untuk ke pengemis saja.  (b).  Dengan memberikan uang kepada PMKS, si pemberi telah menggagalkan program Pemprov DKI yaitu mensterilkan wilayah Jakarta dari PMKS.
"Sebenarnya mereka cuma butuh makan. Tapi, kenapa mereka lebih memilih keluar dari panti? Pasti karena di luar dapat lebih besar. Ya kalau di panti ada 27 unit milik Pemprov DKI, memang enggak usah kerja karena dapat makan, kesehatan, dan tempat tidur, semua terjamin. Tapi karena ada yang memberi, kalau dapat penghasilan Rp7 juta sampai Rp21 juta, mana mau PMKS itu masuk dan tinggal lagi di panti," ungkapnya.
Sementara itu, pakar tata kota dari Univer­sitas Trisakti Yayat Supriyatna mengatakan kaum gelandangan dan pengemis (gepeng) sudah hafal siklus tingkat iba warga Jakarta. Alhasil, mereka akan menjamur pada musim-nya, seperti di bulan Ramadan. Pada musim biasa saj a, penghasilan kaum gepeng itu bisa mencapai Rp100 ribu-Rpl50 ribu per hari.  (Media Indonesia, 6/12/2013)

Penertiban

Mengingat kehadiran mereka di jalanan dan perempatan jalan cukup meresahkan dan membahayakan pengguna jalan maka  pihaknya bersama Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) DKI dan kepolisian akan terus merazia me­reka. Karena hal ini apabila tidak ditertibkan, maka Jakarta sebagai ibu kota negara akan penuh dengan pengemis.
Jumlah PMKS di Jakarta terhitung sejak Januari sampai Nopember 2013 adalah sebanyak 10.642 orang. Dari jumlah itu sekitar 30% dipulangkan ke kampung halaman.   Namun sebelum dipulangkan, mereka diberi pendidikan keterarnpilan menjahit, salon, buat keset, las, olahraga, dan lainnya.  Pembinaan itu dilakukan di 27 panti so­sial di Jakarta dan dua di Tangerang, yaitu di Serpong dan Balaraja. (Media Indonesia, 6/12/2013)
Sebenarnya pemerintah DKI sudah rutin merazia dan membina PMKS. "Hanya, memang keberadaan pengemis di Jakarta silih berganti. Akibatnya panti sosial kita sebanyak 27 unit penuh sernua. Lihat saja ke panti sosial kita," kata Jokowi, Gubernur DKI.

Catatan akhir :
Patut diduga bahwa  uang yang diberikan kepada gelandangan dan pengemis (gepeng)  itu dinikmati mereka yang pada dasarnya mampu, sehingga dengan demikian dalam rangka menunjang program pemerintah dalam penertibannya maka warga seharusnya memberikan uang amal kepada institusi atau lembaga resmi, pemerintah, atau swasta yang menangani kaum duafa. 
 

Keterangan gambar : sebagai ilustrasi yg diambil dari internet.
Sumber bacaan a.l : Media Indonesia, 6/12/2013.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar