Bacaan ini sangat penting
bagi mereka yang akan menyelaraskan antara profesi/karir dengan hidup berkeluarga,
terutama bagi perempuan.
Menurut data dari
Departemen Tenaga Kerja Amerika Serikat (tahun 2010), 26,6% wanita bekerja
paruh waktu.
Yang dimaksudkan
dengan ‘keselarasan’ dalam tulisan ini adalah profesi atau karir harus bisa beriringan
dengan keluarga sehingga satu sama lain harus bisa menunjang.
Beberapa hal yang
harus diperhatikan bagi yang berkarir atau berprofesi merangkap berkeluarga (khususnya
bagi perempuan), karena : Pasangan yang berprofesi sama relative sulit
menjalani hubungan yang berkomitmen dan seimbang jika dibandingkan dengan
pasangan berbeda dunia kerja. Kerja
keras bisa mengurangi perhatian terhadap rumah tangga. Sedangkan bekerja dari rumah untuk
menyelaraskan karir dan keluarga adalah menyenangkan bagi seorang ibu, betulkah itu? Atau sebaliknya
menyebalkan. Tetapi ternyata Ibu yang bekerja paruh waktu
setidaknya lebih sehat dan bahagia daripada mereka yang memutuskan untuk
tinggal di rumah. TIP : Menyeimbangkan karier dan keluarga, bagi perempuan
yang bekerja.
Semuanya itu dapat
diikuti pada bacaan berikut ini.
(1). Profesi
dan Komitmen
Pasangan yang
berprofesi sama cenderung sulit menjalani hubungan yang berkomitmen dan
seimbang jika dibandingkan dengan pasangan berbeda dunia kerja.
Penelitian : dilakukan
oleh University
of Bedfordshire yang dilansir British Psychological Society Division of
Occupational Psychology Annual Conference, di Chester-Inggris, terhadap 291 pasangan sesama
akademisi, dan 350 akademisi yang berpasangan beda profesi.
Pasangan
akademisi lebih keras berjuang menyeimbangkan urusan pekerjaan dan pribadi,
menghabiskan waktu lebih banyak di kantor, dan lebih mementingkan karier. (bataviase.co.id 18
Jan 2012 yang bersumber dari
Media Indonesia)
(2). Kerja keras dan rumah tangga
Mungkin
ini dampak dari resesi ekonomi Jepang dimana banyak perusahaan tidak lagi
memiliki pekerjaan bertumpuk sehingga banyak pria negeri itu yang sebelumnya
suka 'kerja keras’ mulai memperhatikan rumah tangga mereka.
Penelitian :
Dilakukan bulan Oktober yang melibatkan 3.000 pria berusia di atas 21 tahun,
Hasil penelitian :
Diterbitkan oleh kantor Perdana Menteri (27/2) yaitu : 88% pria bersedia menolong istri mereka untuk
memelihara, menertibkan, serta mendidik anak-anak dan 90% bahkan sanggup
mengurus mertua mereka, 75% dari kaum pria sepakat untuk mengalihkan pusat
hidup mereka dari lingkungan kerja ke lingkungan rumah, namun kecenderungan itu
tidak merata pada semua generasi, dimana mereka yang berusia antara 20-30 tahun
ternyata lebih banyak mementingkan kehidupun rumah tangga dibandingkan dengan
mereka yang berusia di atas 30 tahun.
Situasi ekonomi memang mengubah
perilaku para pria Jepang.
Catatan
: penelitian sudah cukup lama karena bersumber dari Kompas 2/3/1994)
SELINGAN …
Masih dari Jepang …
Apa yang keluar dari mulut seorang
suami Jepang sehari-hari pada istrinya, "meshi-furo-neru"
(makan-mandi-tidur). Tapi, stereotipe itu agak berubah yaitu paling tidak pasangan di Jepang lebih
banyak bercakap-cakap.
Penelitian dilakukan melalui sebuah
survai yang dilakukan oleh perusahaan asuransi dengan hasil (28/12) : (a). rata-rata setiap pasangan (usia
40 lahunan) berbincang-bincang selama satu jam 51 menit sehari sedangkan
pasangan muda masih kerap bicara dengan rata-rata dua jam 21 menit, (b).
Kendati demikian para istri masih mengeluh bahwa dirinya lebih banyak
bicara ketimbang suaminya, sedangkan para suami lebih banyak bergumam atau
mengangguk untuk memberi persetujuan. (c).
Topik yang paling banyak dibicarakan adalah soal anak dan menvusul soal
kejadian sehari-hari.
Karena
beritanya sudah relative lama (bersumber dari harian Kompas tgl. 29 Desember 1993), apakah sekarang masih seperti itu?
(3). Bekerja dari rumah, menyebalkan?
Gagasan
bekerja dari rumah menjadi kesempatan terbaik bagi seorang ibu yaitu selain
memenuhi tugas juga berharap bisa memantau dan merawat perkembangan anak-anak
layaknya ibu rumah tangga.
Namun tidak selamanya bekerja dari rumah akan menyenangkan, terdapat beberapa tantangan yaitu : (a). Kotak surat penuh, antara lain semua tagihan, kupon bahkan dokumen-dokumen terkait pekerjaan akan dikirim ke alamat rumah. (b). Tidak akan menjadi ibu rumah tangga, ketika dijejali setumpuk pekerjaan sehingga tidak ada kesempatan untuk tetap memasak dan menjaga rumah tetap bersih. (c). Stres tidak akan hilang, justru bisa membuat stress dimana pikiran bercabang antara khawatir tentang pembaruan pemesanan, daftar pendapatan sekaligus tingkah laku anak-anak di rumah. (d). Kaget, dengan tingkah laku anak dan akan terus bersama anak-anak sepanjang hari. Tingkah laku setiap anak pasti berbeda dan harus terbiasa dengan kelakukan mereka yang terkadang membuat pusing kepala. (e). Berat badan bertambah, yaitu jika bekerja di kantor mengharuskan mondar-mandir di sepanjang lorong gedung sedangkan di rumah fleksibilitas pergerakan tidak banyak dan terbatas, atau kebanyakan duduk di depan layar komputer. Kegiatan ini tentunya menjadi salah satu faktor kenaikan berat badan. (f). Sulit bangun di pagi hari. Terlalu asyik di depan komputer setiap harinya membuat Anda lupa waktu untuk beristirahat, bisa jadi hanya tidur tiga jam sehari, sehingga hal inilah yang membuat sulit bangun pagi. (g). Tergoda banyak makanan, karena di rumah pastinya akan makan rutin tiga hari sekali. (mediaindonesia.com 2011/12/22)
Namun tidak selamanya bekerja dari rumah akan menyenangkan, terdapat beberapa tantangan yaitu : (a). Kotak surat penuh, antara lain semua tagihan, kupon bahkan dokumen-dokumen terkait pekerjaan akan dikirim ke alamat rumah. (b). Tidak akan menjadi ibu rumah tangga, ketika dijejali setumpuk pekerjaan sehingga tidak ada kesempatan untuk tetap memasak dan menjaga rumah tetap bersih. (c). Stres tidak akan hilang, justru bisa membuat stress dimana pikiran bercabang antara khawatir tentang pembaruan pemesanan, daftar pendapatan sekaligus tingkah laku anak-anak di rumah. (d). Kaget, dengan tingkah laku anak dan akan terus bersama anak-anak sepanjang hari. Tingkah laku setiap anak pasti berbeda dan harus terbiasa dengan kelakukan mereka yang terkadang membuat pusing kepala. (e). Berat badan bertambah, yaitu jika bekerja di kantor mengharuskan mondar-mandir di sepanjang lorong gedung sedangkan di rumah fleksibilitas pergerakan tidak banyak dan terbatas, atau kebanyakan duduk di depan layar komputer. Kegiatan ini tentunya menjadi salah satu faktor kenaikan berat badan. (f). Sulit bangun di pagi hari. Terlalu asyik di depan komputer setiap harinya membuat Anda lupa waktu untuk beristirahat, bisa jadi hanya tidur tiga jam sehari, sehingga hal inilah yang membuat sulit bangun pagi. (g). Tergoda banyak makanan, karena di rumah pastinya akan makan rutin tiga hari sekali. (mediaindonesia.com 2011/12/22)
(4). Pria cari
enaknya saja
Hasil kesimpulan
dari survai Men 2000-London yang dipublikasikan (21/2), yaitu : sebanyak 83%
pria setuju wanita menikah diberi hak untuk bekerja bagaimanapun situasi
keluarga, tetapi dari 100 orang yang dijaring, hanya dua orang yang mau
bertanggung jawab penuh untuk memasak, berbelanja, dan mencuci. Sedangkan
separuhnya mengaku menyuruh istrinya yang melakukan hal itu.
“Para pria itu
hanya menginginkan keuntungan finansial dari istri bekerja daripada terminal
membangun keyakinan ideal soal persamaan jenis kelamin,” ungkap Angela Hughes,
dari kelompok riset pasar dan konsumen Mintel.
Tidak
tahu kalau sekarang, karena survey tersebut sudah relative lama (bersumber dari harian Kompas tgl. 21 Pebruari 1994).
(5). Lebih bahagia
Ibu
yang bekerja paruh waktu setidaknya lebih sehat dan bahagia daripada mereka
yang memutuskan untuk tinggal di rumah dengan bayi mereka.
Bersumber dari mediaindonesia.com 2012/01/09, bahwa menurut studi dari University of North Carolina seperti dikutip Shine.yahoo.com yang diterbitkan American Psychological Association dalam Journal of Family Psychology dengan mewawancarai ratusan ibu berulang kali selama satu decade, yaitu : (a). ibu yang bekerja 32 jam per minggu atau kurang dari waktu itu kurang peka terhadap kebutuhan anak tetapi tidak mempengaruhi kesejahteraannya. (b). ibu yang bekerja mengalami keseimbangan kehidupan kerja dan lebih sedikit depresi ketika anak-anak mereka masih bayi dan menginjak pra-sekolah. Teori mereka yaitu ibu dengan gejala depresi lebih tinggi mengalami kesulitan mencari pekerjaan atau mempertahankan pekerjaan. (c). Manfaatnya tampak jelas juga pada ibu yang bekerja hanya beberapa jam per minggu, dimana kerja paruh waktu selama bertahun-tahun mendampak positif pada kesejahteraan individu sang ibu.
Secara teoritis, kerangka ekologi menunjukkan partisipasi seorang ibu yang bekerja menyediakan dukungan sumber daya manusia yang unggul dan berkontribusi untuk kesejahteraan.
Bersumber dari mediaindonesia.com 2012/01/09, bahwa menurut studi dari University of North Carolina seperti dikutip Shine.yahoo.com yang diterbitkan American Psychological Association dalam Journal of Family Psychology dengan mewawancarai ratusan ibu berulang kali selama satu decade, yaitu : (a). ibu yang bekerja 32 jam per minggu atau kurang dari waktu itu kurang peka terhadap kebutuhan anak tetapi tidak mempengaruhi kesejahteraannya. (b). ibu yang bekerja mengalami keseimbangan kehidupan kerja dan lebih sedikit depresi ketika anak-anak mereka masih bayi dan menginjak pra-sekolah. Teori mereka yaitu ibu dengan gejala depresi lebih tinggi mengalami kesulitan mencari pekerjaan atau mempertahankan pekerjaan. (c). Manfaatnya tampak jelas juga pada ibu yang bekerja hanya beberapa jam per minggu, dimana kerja paruh waktu selama bertahun-tahun mendampak positif pada kesejahteraan individu sang ibu.
Secara teoritis, kerangka ekologi menunjukkan partisipasi seorang ibu yang bekerja menyediakan dukungan sumber daya manusia yang unggul dan berkontribusi untuk kesejahteraan.
(6). TIP : Keseimbangan
karier dan keluarga
Perempuan
pekerja supaya dapat menyeimbangkan karier dan keluarga.
Berikut ini kiat atau teknik dan strategi agar kehidupan rumah tangga dan pekerjaan berjalan selaras menurut Samantha Ettus (penulis buku terlaris tentang kepribadian) yang penulis ambil dari mediaindonesia.com 2012/02/02 sebagai berikut :
Berikut ini kiat atau teknik dan strategi agar kehidupan rumah tangga dan pekerjaan berjalan selaras menurut Samantha Ettus (penulis buku terlaris tentang kepribadian) yang penulis ambil dari mediaindonesia.com 2012/02/02 sebagai berikut :
(a). Jadikan
pasangan sebagai mitra sejajar. Istri dan
suami harus sama-sama terlibat dalam pengasuhan anak, coba jadwalkan selama
seminggu kebiasaan anak-anak dari bangun pagi dan bersekolah.
(b). Selalu ada waktu
untuk keluarga, seperti meluangkan waktu bersantai dan berlibur bersama
keluarga, menemani anak-anak sarapan dan ke sekolah, serta temani dan
berbincang ringan dengan mereka sebelum tidur.
(c). Buatkan jadwal untuk waktu keluarga, yaitu meskipun
istri dan suami memiliki jadwal kerja yang bervariasi tetapi aturlah waktu
khusus bersama keluarga seperti menyiapkan hidangan sarapan atau makan malam.
(d). Waktu tidur bersamaan dengan pasangan, yaitu
jika pasangan tidak pernah ketemu jadwal tidur yang bersamaan akan menciptakan
tekanan dalam hubungan seksual. Untuk itu lakukan hubungan intim secara
spontanitas pada malam hari.
(e). Waktu tidur yang cukup, karena kurang tidur akan menyebabkan seseorang depresi, apalagi seorang ibu yang bekerja dengan tidak cukup tidur cenderung mengalami kecelakaan emosional dan fisik.
(e). Waktu tidur yang cukup, karena kurang tidur akan menyebabkan seseorang depresi, apalagi seorang ibu yang bekerja dengan tidak cukup tidur cenderung mengalami kecelakaan emosional dan fisik.
Sampai jumpa pada topic
yang lain
Keterangan
gambar : diambil dari internet
Sumber
a.l : tertera dalam bacaan.
Topik lain :
Bisa dilihat pada LABEL
Tidak ada komentar:
Posting Komentar