Dikemas oleh : Isamas54
Afghanistan dan Myanmar (dulu disebut Negara Birma atau Burma) adalah merupakan dua negara produsen opium terbesar di dunia. Bagaimana nasib petani Poppy di Myanmar ketika dilakukan pemberantasan ladangnya?.
Afghanistan dan Myanmar (dulu disebut Negara Birma atau Burma) adalah merupakan dua negara produsen opium terbesar di dunia. Bagaimana nasib petani Poppy di Myanmar ketika dilakukan pemberantasan ladangnya?.
Data
umum
Opium atau candu dan Poppy (Inggris) adalah
narkotika (atau bahan) yang berasal dari getah dari buah pohon candu (Pavaper
conniferm) atau P. paloniflorum yang belum matang. Bahan ini dapat
dibuat menjadi morfin dan diproses lebih lanjut menjadi heroin kelas satu (putaw hanya heroin kelas tiga),
sedangkan bahan yang telah dimasak adalah madat.
Tumbuhan opium hanya dapat dibudayakan di
pegunungan kawasan sub tropis, tinggi pohon sekitar satu meter, satu tangkai
satu bunga, mahkota berwarna putih/ungu/merah, buah sebesar bola pingpong.
Negara produsen opium terbesar di dunia kesatu
adalah Afghanistan dan kedua Myanmar (dulu disebut negara Birma).
Pemberantasan, setiap tahun komunitas internasional
mengeluarkan jutaan dolar (untuk biaya antinarkotika) di negara-negara seperti
Afghanistan dan Kolombia, namun hasilnya belum seperti yang diharapkan.
Segi tiga emas, bagi peredaran opium dunia
yaitu wilayah perbatasan China, Thailand, dan Laos yang antara lain berupa
kawasan perbukitan dengan tanpa hukum.
Nilai financial,
untuk satu acre atau sekitar sepertiga hektare ladang opium (di Myanmar) bisa
bernilai sekitar US$1.000.
Organisasi
pemberantasan,
atau badan yang memantau dan menangani bahan narkotika ini antara lain United
Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) dan Central Committee for Drug Abuse
Control (CCDAC).
Penggunaan opium, seperti halnya bahan narkotika
lainnya yaitu apabila digunakan secara terkendali sangat bermanfaat misalnya
untuk keperluan operasi bagian tubuh (bius), tetapi apabila digunakan secara
tidak terkendali (penyalahgunaan) bisa menimbulkan ketagihan dan ketidaksadaran
atau bahkan bisa menyebabkan kematian (overdosis).
Merusak generasi mendatang, seperti bahan narkotika lain yang bisa menyebabkan kecanduan atau ketagihan sehingga merupakan salah satu pemicu tindak kriminal dan bisnis ilegal yang menggiurkan serta sangat berbahaya bagi generasi mudah yang bisa acuh/apatis terhadap masa depan.
Pengaruh bagi tubuh, dari berbagai jenis narkotika dan minuman keras dapat dilihat di sini.
Merusak generasi mendatang, seperti bahan narkotika lain yang bisa menyebabkan kecanduan atau ketagihan sehingga merupakan salah satu pemicu tindak kriminal dan bisnis ilegal yang menggiurkan serta sangat berbahaya bagi generasi mudah yang bisa acuh/apatis terhadap masa depan.
Pengaruh bagi tubuh, dari berbagai jenis narkotika dan minuman keras dapat dilihat di sini.
(1). Opium di Myanmar
Myanmar (dulu
disebut Negara Birma) adalah merupakan negara produsen opium terbesar ke-2 di
dunia setelah Afghanistan. Myanmar
memasok sebanyak 610 ton opium ke seluruh dunia (UNODC, 2011). Pemerintah Myanmar dengan bantuan
internasional menargetkan bebas dari persoalan opium pada 2014.
Upaya
peberantasan
Kepolisian Myanmar
dibantu tentara dan warga, sejak September tahun 2011 telah menghancurkan
sekitar 21.256 hektare ladang opium dimana jumlah tersebut diperkirakan
menggagalkan produksi 30 ton heroin, -produk turunan dari bunga poppy- yang akan dijual ke pasar narkoba dunia.
Ladang opium terluas Myanmar diperkirakan berada di Provinsi Shan yang termasuk wilayah segi tiga emas peredaran opium dunia.
Penghancuran ladang
opium di desa terpencil Shan-Myanmar yaitu dengan membabat habis -menggunakan mesin pemotong rumput dua mata
pisau - hamparan ladang tanaman tersebut.
Pemusnahan ladang poppy ini merupakan tindak lanjut ketegasan
pemerintah Myanmar dalam menghentikan peredaran opium.
Komite Kontrol Penyalahgunan Obat Myanmar (CCAC)
menargetkan tiga kali lipat luas lahan akan dihancurkan lagi tahun 2012. Pemusnahan itu dilakukan mengingat dalam lima
tahun terakhir luas ladang opium di negeri yang dulu bernama Burma itu semakin
meningkat. Berdasarkan data badan PBB
yang mengurus kejahatan dan narkoba (UNODC),
produksi opium di Myanmar meningkat selama lima tahun terakhir.
Seperti dikutip
dari Reuters, awal pekan ini otoritas Myanmar mengizinkan jurnalis
asing meliput dengan bebas di wilayah mereka ke daerah terpencil di Provinsi
Shan yang menjadi ladang opium sehingga mereka bisa memantau proses
penghancuran ladang-ladang opium.
Sebagian besar dari
ladang-ladang opium tersebut telah keburu dipanen. UNODC mengestimasi luas
lahan ladang opium diprovinsi itu telah meningkat 10% sejak setahun lalu.
Presiden Thein Sein,
mantan petinggi militer, hasil pemilihan sipil pertama Myanmar pascajunta
militer (2011), melakukan reformasi ekonomi dan politik, juga telah
mencanangkan percepatan pemberantasan tanaman poppy untuk mengubah citra
negeri itu sebagai sebagai produsen terbesar kedua opium dunia. Tekadnya, dengan bantuan internasional akan
menjamin menuntaskan persoalan opium pada 2014.
Meskipun pemerintah
Myanmar giat menghancurkan ladang opium namun luas lahan ladang opium
diperkirakan tetap akan meningkat hingga 10% tahun 2012.
Atas dasar pertimbangan
tersebut, UNODC menyatakan bahwa tanpa bantuan internasional maka target
pemberantasan ladang opium di Myanmar dalam waktu tiga tahun sulit berhasil.
CCDAC menyatakan bahwa
untuk pemberantasan produksi opium dibutuhkan biaya bantuan internasional hingga
US$524,48 juta, dana itu untuk menghancurkan ladang opium dan membangun
lapangan kerja lain bagi warga desa yang selama ini menggantungkan hidup mereka
dari bertani bunga poppy.
Samahalnya dengan
yang terjadi di Afghanistan, bisnis opium di Myanmar merupakan salah satu
sumber untuk membeli senjata dan perlengkapan lainnya dalam konflik senjata di
Myanmar, oleh karena itu perdamaian yang terjadi di Myanmar akan memudahkan
untuk menekan luas ladang-ladang opium.
Dilema
petani poppy
Pemerintah Myanmar
harus memperhatikan juga warga desanya yang telah menjadi petani candu sebagai
mata pencaharian. Menurut UNODC sekitar
256 ribu rumah tangga telah menggantungkan mata pencaharian mereka dari pertanian
bunga poppy dengan produksi untuk satu acre ladang opium (sekitar
sepertiga hectare) bisa bernilai sekitar US$1.000.
Jika mereka tidak
mendapatkan bantuan selama periode itu, maka amat mungkin mereka akan kembali
(berladang) poppy
Seperti kasus
berikut
Seorang petani
Poppy (48), ibu tunggal dari enam putri, hanya bisa terisak tatkala tanaman
opiumnya dihancurkan aparat Myanmar, dia membayangkan uang 300 ribu kyat yang
ia pinjam d untuk membeli pupuk dari rentenir Taunggyi hilang. Dengan kondisi
ekonomi saat ini, dia tidak bisa membayar pinjaman dan bunga 8% per bulan yang
terus membebaninya. Dia adalah merupakan salah seorang dari ribuan petani opium
yang terkena efek samping program kampanye pembasmian tanaman candu yang
disusun Presiden Thein Sein.
Pemberantasan opium
secara instan telah menciptakan masalah serius bagi rumah tangga, dimana ketika
mereka tidak bisa memanen opium mereka harus bertahan hidup selama lima hingga
enam bulan nyaris tanpa uang (UNODC, 2012).
Pihak UNODC di
wilayah binaannya -di Desa Kyauk Ka Char- CCDAC Myanmar berbincang dengan
penduduk desa, mereka bertanya kepada para penduduk tentang tanaman legal
pengganti opium yang diperlukan para petani supaya bisa bertahan hidup. Semua
orang bungkam akibat trauma lama, ketika pada tahun 2005 dimana pemerintah
menghancurkan tanaman mereka tanpa kompensasi.
Salah seorang
petani (40) menjawab, bertanam tumbuhan alternatif tidaklah mudah karena banyak
petani yang telah menanam pohon cordial (daunnya digunakan untuk membuat cerutu
tradisional Myanmar) tetapi serbuan rokok murah dari China baru-baru ini
membuat orang berpaling dari cerutu. Dia
mencoba menanam bawang putih dan gula tetapi pasarnya tidak ada sehingga semua
yang diinvestasikan hilang.
Bawang putih yang
dihargai sedemikian rendah ditinggal membusuk di lading, disamping itu mengangkut
tanaman itu ke pasar juga menjadi masalah, jalan tidak beraspal yang melintasi
desa terpencil semacam Kyauk Ka Char hanya bisa dilalui saat musim kemarau.
Sebaliknya untuk
menjual candu, transportasi bukan masalah di Myanmar, karena selama musim panen
maka pedagang berbahasa Mandarin
berkeliling desa dengan sepeda motor dan membayar kontan untuk opium mereka. ‘Tidak
harus mengambil hasil panen ke pasar, tetapi pasar datang kepada Anda.’
Faktor penghalang
berikutnya ialah tanaman alternatif tidak bisa ditanam sampai musim hujan
datang pada Juni atau Juli. 'Jika mereka tidak mendapat bantuan selama periode
itu, mereka akan kembali menanam opium’.
Bantuan
yang kurang berhasil
Program UNODC dengan
proyek bantuan yang didanai Uni Eropa, Jerman, dan Jepang, senilai US$7 juta,
ditujukan untuk membantu petani dan mantan petani opium di Myanmar dinilai
kurang tepat sasaran.
Program menawarkan
pengembangan tanaman alternatif, peningkatan lahan dengan irigasi dan pupuk,
penyediaan bantuan keuangan mikro bagi rumah tangga yang tak memiliki lahan,
bantuan tunai bagi program kerja, vaksinasi ternak, serta pembangunan jalan dan
klinik, namun program-program itu hanya cukup untuk membantu 10 ribu dari 256
ribu rumah tangga yang terlibat produksi opium, sisanya pergi ke Thailand. Di
sana, sekitar dua juta orang Myanmar bekerja dengan menggunakan dokumen ilegal.
Seperti terjadi
pada salah satu keluarga petani opium (49), putrinya, 29, pergi ke Bangkok lima
tahun lalu untuk bekerja sebagai pembantu dan tidak pernah kembali, tiga bulan
lalu putranya pun mengikuti jejak kakak perempuannya.
"Hati saya
hancur melihat mereka pergi, dan kami harus meminjam uang untuk membeli makanan
dan tidak dapat membayarnya. Itulah kenapa kami mengirim anak-anak kami
pergi." ujarnya.
Bersambung ke
Bagian 2 (petani poppy di Afghanistan)
Keterangan
gambar : sebagai ilustrasi yang diambil dari internet.
Sumber
editing bacaan a.l : Media Indonesia tgl. 22 Pebruari 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar