Kamis, 03 Mei 2012

Swedia Memanen Panas Tubuh Manusia


Panas tubuh ratusan ribu orang yang lalu lalang di Stasiun Central Stockholm, Swedia, menghasilkan energi untuk mesin pemanas di gedung tetangga.

Oleh : Sica Harum
Pagi hari adalah awal hari yang sibuk dd Sta­siun Central Stock­holm, Swedia. Orang lalu lalang dengan langkah kaki yang cepat, tak ingin tertinggal kereta.  Setiap hari sekitar 250 ribu orang melintas di peron-peron Stasiun Central. Jika Anda melihatnya dari monitor yang memperlihatkan pemetaan panas tubuh, titik-titik merah penanda panas tubuh itu terlihat cepat bergerak dari satu posisi ke posisi lain. Membulat menjadi titik yang lebih besar jika mereka berkerumun, menandakan panas tubuh yang terakumulasi.
Bulatan-bulatan itulah yang 'ditangkap' Jernhusen, perusahaan realestat Swedia yang berbasis di Stockholm. Mereka memanfaatkan sistem ventilasi Stasiun Central sehingga dapat menyerap panas tubuh manusia yang lalu lalang.
Dalam jumlah tertentu, energi dari panas tubuh cukup untuk memanaskan air yang mengalir yang kemudian dipompa ke sistem pemanas ke gedung tetangga. Hasilnya, temperatur di gedung itu tetap hangat, terutama ketika musim dingin.
"Ada 250 ribu orang yang lalu lalang di Stasiun Central. Setiap orang memang meng­hasilkan sedikit panas, tapi mereka juga melakukan banyak aktivitas. Membeli makanan, minuman, membeli koran dan buku. Semua aktivitas itu memproduksi panas dalam jumlah besar secara akumulatif. Jadi kenapa kita tidak memanfaatkannya? Toh, panas itu ada di sana dan akan hilang begitu saja jika tidak digunakan," kata Klas Johnasson, kreator sistem dan kepala divisi lingkungan Jernhusen.
Banyak pihak memuji langkah Jernhusen dan menyebutnya sebagai langkah kreatif. Terutama karena pada tahun-tahun sebelumnya, Swedia pernah dikecam pecinta binatang lantaran pemerintahnya membiarkan warga mereka membakar ribuan kelinci seba­gai bahan bakar mesin pema­nas ruangan.
"Memanfaatkan panas tu­buh manusia adalah teknologi lama, tapi kini kami melakukan dengan cara baru. Satu-satunya perbedaan dengan yang sudah-sudah adalah kami mengalirkan energi dari gedung yang satu ke gedung lainnya. Sebetulnya kami agak surprise juga ketika tahu belum banyak yang melakukan cara ini," imbuh Johnasson.
Sistem dan keuntungan
Metode memindahkan panas tubuh manusia dari satu bangunan ke gedung lain seperti yang dilakukan Jernhussen bukan cuma ramah lingkungan, melainkan juga diklaim mampu menurunkan biaya energi sampai 25%.
"Secara umum, ini bisnis yang bagus. Kami bisa menghemat uang untuk biaya energi dan bangunan dengan sistem ini juga memiliki nilai yang lebih baik," tegas Jenhusen.
Dia lantas menunjuk blok perkantoran besar Kungbrohuset yang memanfaatkan metode ini. "Dalam skala proyek besar, ini berarti penghematan uang yang banyak," ujarnya.
Apalagi dalam waktu 40 tahun ke depan, persediaan minyak dan gas akan semakin menipis. Kompetisi memperebutkan sumber energi akan semakin tajam dan harga bakal melonjak. Bisakah metode Jernhusen ini menjadi solusi yang dikerjakan secara masif ?
"Memang sekarang orang sudah mulai berpikir mengenai distribusi panas kota," kata Soug King, konsultan spesialis inovasi desain dan konstruksi pembangunan berkelanjutan.
"Namun, biaya dan keuntungannya akan sangat bergantung pada iklim dan harga sumber energi di negara masing-masing," lanjutnya
Soug menjelaskan, pemanfaatan panas tubuh menjadi sumber energi bisa dilakukan dengan mulus di Swedia karena temperatur musim dingin yang kelewat rendah dan tingginya harga gas di negara itu.
"Buat mereka, membayar sedikit listrik untuk rnengalirkan panas tubuh manusia ke gedung sebelah akan lebih menguntungkan ketimbang membayar gas untuk mesin pemanas," ujarnya.

Perangkat murah
Panas tubuh manusia sebagai sumber energi memang bukan temuan baru. Pada 2008, sejumlah peneliti telah merilis temuan mereka di jurnal Nature, mengenai kemungkinan panas tubuh manusia untuk mengisi baterai telepon seluler.
Pada makalah itu disebutkan panas tubuh manusia dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi untuk beragam kebutuhan. Mulai dari menjalankan mobil samipai mengoperasikan peralatan elektronik. Jadi Anda tidak perlu meng­isi baterai ponsel setiap malam karena energi otomatis terisi jika ponsel berada dekat Anda.
Persoalannya adalah mate­rial apa yang sempurna untuk mengonversi panas tubuh menjadi energi sehingga tak ada yang terbuang.
Ilmuwan dari Berkeley Lab milik Departemen Energi AS dan Universitas California mengklaim kawat nanosilikon temuannya mampu mengon­versi energi dengan sempurna.
Tahun lalu, 9 Desember 2010, Fujitsu juga sudah membuat perangkat pemanen panas dan cahaya yang dapat dikenakan manusia. Bentuknya mungil saja, hanya kotak kecil selebar pergelangan tangan manusia. Namun, perangkat itu mampu menangkap panas atau cahaya dari lingkungan sekitar pemakai, kemudian mengubahnya menjadi energi listrik.
Saat dipresentasikan pada International Electron Devices Meeting 2010 (IEDM 2010) di San Fransisco, Amerika Serikat, Desember 2010, perangkat itu mengundang apresiasi positif. Sebab perangkat itu dibuat dari material organik yang murah sehingga ongkos produksi bisa ditekan untuk menyediakan perangkat secara massal.
Meski murah, Fujitsu meng­klaim efisiensi materi itu tergolong tinggi, bahkan mampu memproduksi listrik dari lampu dalam ruangan. Selain itu, Fujitsu juga merombak struktur perangkat dengan mengganti sirkuit elektrik yang terhubung pada material semikonduktor.

Keterangan gambar : sebagai ilustrasi yang diambil dari internet
Sumber bacaan : artikel pada Harian Media Indonesia, 12 Januari 2011

Bacaan terkait :
Energi dari Limbah Rumah Tangga

Tidak ada komentar:

Posting Komentar