Dikemas oleh :
Isamas54
Pembangunan Tanggul
Laut Raksasa (Giant Sea Wall) di utara Jakarta diharapkan mampu menjadi solusi yang
tepat untuk mengatasi banjir di Jakarta.
Betulkah?
Banjir di kota Jakarta
adalah merupakan persoalan klasik yang dapat ‘dimaklumi’ karena letak
wilayahnya yang berada di dataran rendah, sehingga wajar jika banjir ini menjadi
ancaman rutin yang harus dihadapi setiap tahun atau setiap periode tertentu. Ternyata, masalah banjir ini bukan terjadi
saat-saat sekarang saja, namun di era pemerintahan kolonial Belanda pun,
Jakarta pernah terendam banjir selama hampir satu bulan.
Berbagai upaya
untuk mengatasi banjir tersebut telah dilakukan seperti pengerukan sungai,
pembuatan waduk, sosialisasi untuk tidak membuang sampah ke sungai, dan
sebagainya. Namun upaya tersebut masih
dianggap kurang karena ‘tamu’ yang seharusnya melewati sungai dengan lancar
mengalir ke laut, ternyata harus menyimpang sana-sini dulu alias menyebabkan
banjir, karena jalannya tersendat sana-sini, ditambah curah hujan yang cukup
tinggi dan rob air laut.
Karena beberapa
sungai besar yang melewati wilayah kota Jakarta ini berasal (hulu sungai) dari
wilayah Bogor antara lain Sungai Cisadane dan Sungai Ciliwung, maka jangan
heran kalau ada istilah ‘banjir kiriman dari Bogor’ yang tentunya akan membuat
kurang senang bagi ‘orang Bogor’, karena di sepanjang jalanan air/sungai ada
tambahan air (hujan, air buangan dan rob) serta terjadi penyempitan (pemukiman,
bangunan dan sampah). Selain itu banjir
di Jakarta ini sudah terjadi sejak dulu sehingga ada pameo ‘yang salah bukan
air, tapi manusia yang bermukim di sana’.
Terlepas dari siapa
dan dimana yang salah, berbagai upaya untuk mengatasi masalah banjir ini terus
berjalan, dari mulai wacana pembuatan waduk di wilayah Jakarta dan Bogor, sampai
kepada pembangunan yang banyak menyita perhatian yaitu Pembuatan Tanggul Raksasa
dengan membendung laut di wilayah pantai utara Jakarta.
Sesuai judul
tulisan maka pokok mengarah pada pembuatan tanggul laut raksasa.
Maksud
dan tujuan
Pembuatan tanggul
laut raksasa (giant sea wall) Jakarta , dimaksudkan untuk mengatur tata air di
wilayah Jakarta dengan membendung air laut di wilayah pantai utara Jakarta,
sehingga wilayah ini dapat menampung air dalam satu reservoir yang nantinya akan
diubah menjadi sumber air baku. Manfaat
‘sampingan’ nya adalah membangun akses jalan dan fasilitas lainnya di utara
Jakarta.
Adapun permasalahannya
adalah ‘mampukah proyek mercusuar ini mengatasi banjir, permasalahan lingkungan,
dan perekonomian rakyat setempat?
Sejarah
banjir di Jakarta
Pertama kali
bencana banjir di Jakarta tercatat pada 1621, yaitu dua tahun setelah peristiwa
penaklukan Jayakarta dan pembentukan Stad Batavia sebagai pusat pemerintahan
VOC di Hindia Belanda.
Banjir yang cukup
parah terjadi pada Februari 1918, hampir seluruh wilayah Batavia
terendam. Kampung-kampung di wilayah
Weltevreden tergenang. Peristiwa inilah yang membuat pemerintah kolonial Belanda
akhirnya membangun Kanal Banjir Barat pada 1919.
Secara umum banjir
Jakarta setidaknya berasal dari dua sumber. Pertama, aliran
airdari 13 sungai di Jakarta. Kedua, rob (air pasang) yang setiap tahun
bertambah besar. Banjir besar di Jakarta sering terjadi ketika air
di sungai-sungai mengalami peningkatan pesat bersamaan dengan terjadinya rob.
Aliran air ke Teluk Jakarta yang tertahan rob menyebabkan peningkatan jumlah
titik banjir semakin yang tentunya menimbulkan kerugian ekonomi.
Upaya
Ketika sekarang-sekarang
ini kota Jakarta sering diterpa banjir, sebenarnya hal tersebut bukan merupakan
hal yang baru, namun yang menjadi persoalannya adalah solusi penanggulangan
yang tak juga ditemukan. Walaupun berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah
provinsi DKI Jakarta dan pemerintah pusat, yaitu dari mulai pembuatan waduk,
sumur resapan, pembangunan Kanal Banjir Timur, sampai sekarang belum dapat mengatasinya,
malahan seolah-olah ‘semakin menjadi-jadi’.
Pembangunan
tanggul laut raksasa (giant sea wall)
Pembangunan
tanggul laut raksasa (giant sea wall) sepanjang
lebih dari 30 km di utara Teluk Jakarta, bertujuan untuk menjaga kenaikan
permukaan air laut.
Pemerintah memastikan
akan mewujudkan
pembangunan tanggul laut raksasa (giant sea wall) di utara
Jakarta. Tembok raksasa yang akan menghalang rob dari laut Jawa ini akan mulai
dibangun tahun ini.
Megaproyek yang
bakal melintasi tiga provinsi (Jakarta, Banten, dan Jawa Barat) ini
disebut-sebut bakal menelan total anggaran sekitar Rp600 triliun.
Rencana megaproyek
tersebut bakal dibangun dalam tiga tahap mulai 2014 hingga 2030 meliputi lahan
reklamasi untuk taman di sepanjang pantai, perumahan dan pusat komersial,
serta waduk yang akan membentuk kolam raksasa yang bisa menampung l,3 miliar
kubik air.
Tidak hanya
difungsikan sebagai penghalang rob ke daratan Jakarta, selain itu akan ada
hunian dan pusat komersial yang menjadi denyut nadi bisnis.
Apabila pembangunannya
telah selesai maka jika dilihat dari udara, megaproyek anti banjir ini akan
terlihat tiga tanggul raksasa yang di tengahnya merupakan pusat komersial, dan secara
keseluruhan akan terlihat berbentuk mirip Burung Garuda.
Tentunya pengelolaan
air yang tertampung perlu mendapatkan perhatian dengan manajemen yang bagus,
karena jika tidak maka kolam akan menjadi "septic tank" raksasa yang kotor dan bau.
Tahapan
pembangunan dan pembiayaan
Deputi Bidang
Sarana dan Prasarana Kementerian PPN/Bappenas Dedy S Priatna menjelaskan bahwa
pembiayaan atau dana yang diperlukan bisa hampir 100% berasal dari swasta,
dengan tahap pembangunan dan rincian biaya : (a). Proyek ini rencananya akan dilaksanakan dalam
dua tahap. Tahap pertama pembangunan
tanggul A dan B (2014-2017) dan tahap ke dua tanggul C atau tanggul timur
(2018-2025). (b). Sedangkan dari segi pembiayaan untuk Tanggul
A dan B membutuhkan investasi sebesar Rp87 triliun (A sebesar Rp 17 triliun
dan B sebesar US$ 6,5 miliar), untuk tanggul C membutuhkan biaya mencapai Rp20
triliun. (c). Selain itu untuk biaya reklamasi Rp 220
triliun, transportasi seperti kereta dan jalan tol sebesar Rp120 triliun, dan
sanitasi Rp 144 triliun.
Tahap
dan rincian pembangunan
Tahap pembangunan
Tahap I : Pembangunan tanggul
A dan B yang akan dilaksanakan pada 2014
sampai 2017. Prediksi biaya untuk
tanggul A sebesar Rp 17 triliun dan tanggul B sebesar Rp70 triliun
Tahap II : Pembangunan Tangqul
C (Tanggul Timur), dikerjakan mulai 2018 sampa, 2025 yang diperkirakan akan
menghabiskan dana Rp20 triliun
Kawasan
Baru
Dengan luas tanah 5.500 hektar (ha) akan mampu menampung
sekitar 1 8 iuta penduduk, dapat menyerap tenaga kerja 2 6 mta orang p'ari luas
tanah yang ada, 45%-nya akan dibangun lokasi perumahan dengan luas 14,1 juta
meter persegi,
Mega proyek dengan
bentuk menyerupai burung garuda (garuda land} ini selain dapat
dijadikan sebagai kawasan multifungsi, juga diharapk'an mampu menjadi tanggul
yang dapat membantu mengatasi permasalahan banjir di ibukota.
Kapasitas
Kapasitas tanggul
diperkirakan akan mencapai 1,2 miliar
kubik air. Jumlah ini jauh lebih besar dibandirig Waduk Jatiluhur, Jawa
Barat
Biaya
Lain
Reklamasi Rp220 triliun; Transportasi
(kereta dan jalan tol) Rp120
triliun; Sanitasi Rp144
triliun;
Komentar
Meski ditargetkan
sebagai infrastruktur yang dianggap bisa menanggulangi banjir, sebagian
kalangan masih ada yang meragukannya, karena apabila salah penanganan atau
salah urus maka tanggul bisa jadi hal yang buruk. Bahkan pembangunannya sebagian pendapat
menyatakan berpotensi melahirkan persoalan baru, khususnya terkait dengan
matinya mata pencaharian warga lokal.
Berikut beberapa
pendapat yang antara lain termuat dalam Koran
Sindo (3/2/2014).
(1). Peneliti dari LIPI, Jan Sopaheluwakan, pakar
kebumian, berpendapat (2/2/2014) :
(a). Air baku Jakarta masih sangat
bergantung ke daerah lain di luar Jakarta seperti Sungai Citarum dan lainnya.
Bahkan suplai air baku dari daerah ditambah dengan penyedotan air tanah baik
legal maupun ilegal saat ini belum cukup menyediakan kebutuhan air di Jakarta. Masih dibutuhkan banyak sekali air permukaan
untuk menyuplai air di Jakarta. "Yang mendapatkan keuntungan dari
keterbatasan air baku ini adalah para produsen airmineral. Masyarakat Jakarta
masih sangat bergantung pada pasokan air mineral kemasan," (b). Pemerintah DKI Jakarta sebelumnya pernah
menyatakan kebutuhan air baku diperkirakan lima puluh kali luas Tugu Monumen
nasional (Monas) atau sekitar 50 kilo meter persegi. "Giant sea wall bisa saja memenuhi kebutuhan air baku di Jakarta
sepanjang bisa mengelola air laut menjadi air tawar dan suplai air dari
sungai-sungai di Jakarta bersih dan bisa digunakan," papar Jan. (c). Jika
air sungai-sungai yang bermuara ke teluk Jakarta tetap kotor, maka giant sea wall bisa menjadi
tempat sampah besar yang menjadi masalahbaru bagi Jakarta. Perlu kedisiplinan
semua pihak untuk menjaga air tetap bersih, contohnya pengolahan air di Belanda
yang dengan teknologi dan disiplin mereka bisa membuat air laut menjadi tawar
dan siap digunakan menjadi air baku.
(2). Kepala Pusat Perubahan Iklim ITB, Army
Susandi, berpendapat bahwa Pemerintah mesti memikirkan juga apa yang diinginkan
warga lokal dalam proyek ini, mampu mengambil kesempatan dan peluang untuk
meningkatkan kapasitas para nelayan yang tinggal di sekitar proyek.
"Pemerintah
dapat memajukan sektor perikanan dan hasil laut yang dihasilkan dari para
nelayan sekitar. Mereka perlu difasilitasi untuk menjadi nelayan yang maju dan
modern. Dengan begitu, pembangunan
giant sea wall tidak hanya dapat menyelesaikan banjir, tapi juga
mengangkat perekonomian warga lokal," kata Army (2/2/2014).
Pihak pemerintah
sangat penting melibatkan peran warga lokal yang mayoritas bermata pencaharian
sebagai nelayan bisa ditingkatkan dan perlu diciptakan akses tersendiri bagi
industry kelautan.
(3). Suara yang lebih keras disampaikan Sekjen Koalisi
Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), Abdul Halim, menurutnya (2/2/2014) proyek
tanggul raksasa bukan solusi untuk menyelesaikan persoalan banjir, tetapi justru
akan melahirkan banyak permasalahan baru,
seperti : (a). Pembangunan
tanggul raksasa membuat arus laut tidak bisa bergerak dengan bebas sehingga
memunculkan bau busuk, kerusakan ekosistem laut, dan pencemaran lingkungan yang
dialirkan ke 13 sungai yang kemudian bermuara ke teluk Jakarta. (b). Dengan merujuk pada kajian Pemprov DKI
sendiri, proyek tanggul raksasa ini akan mengancam sedikitnya 7.000 nelayan
disekitar kawasan pembangunan proyek. Mereka akan kehilangan mata
pencahariannya karena laut di sekitar sudah tidak cocok untuk melaut dan
ekosistemnya juga rusak. (). Jika
pemerintah sungguh-sungguh ingin menyelesaikan persoalan banjir yang kerap
melanda Ibu Kota, maka langkah pertama adalah dengan menyetop pembangunan
proyek tanggul raksasa. Sebab, banjir lebih disebabkan akibat banyaknya
aktivitas reklamasi pantai di daerah Jakarta Utara beberapa tahun belakangan
ini. "Mestinya hal yang dirujuk adalah penurunan muka tanah akibat
penyedotan air secara serampangan. Karena itu, solusi yang perlu dilakukan
adalah penegakan hukum dan merelokasi permukiman yang tidak sesuai
peruntukannya. (d). Aktivitas reklamasi lebih merupakan upaya
untuk mengakomodasi kepentingan para pengembang properti perumahan,
pergudangan swasta, dan kawasan elite di sekitar Jakarta Utara. Jika benar ingin menyelesaikan banjir, pemerintah
perlu menggiatkan program penanaman mangrove di pinggiran pantai. Demi
kepentingan penduduk nelayan dikawasan tersebut, mestinya pemerintah harus
memastikan akses laut bagi mereka bukan malah membangun tanggul raksasa yang
mengancam akses ekonomi satu-satunya bagi mereka.
(4). Wakil Kepala Badan Perencanaan dan
Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI Jakarta, Wawan Mahendra, mengatakan pada
prinsipnya proyek giantseawall dan
potensi ekonomi warga lokal semuanya masih dikaji secara mendalam. Apalagi,
proyek ini berjangka panjang dan rnenghabiskan anggaran yang sangat besar.
"Namun, yang pasti kita tidak akan meninggalkan kebutuhan ekonomi warga
lokal. Kita akan memfasilitasi mereka, apakah mereka ingin dibangunkan dermaga,
pengolahan perikanan, atau rumah susun. Pada intinya kita tidak akan mematikan
mata pencaharian warga setempat," ujar Wawan kepada Koran Sindo kemarin. Dia menambahkan, segala sector yang
terkait dengan kebutuhan penduduk di sekitar pembangunan proyek tanggul laut
raksasa tersebut akan diakomodasi pihak pemerintah. "Semuanya masih
dikaji, terlebih dengan melihat profesi mereka yang mayoritas nelayan.” 'ujar
Wawan (2/2/2014).
(5). Deputi Sarana dan Prasarana Bappenas Deddy S.
Priatna mengatakan bahwa air yang akan
tersedia di dalam tanggul (waduk) tersebut adalah air bersih, sehingga
pemerintah provinsi harus membereskan kondisi sanitasi di Jakarta, jika masih
seperti sekarang maka di dalam tanggul menjadi septic tank raksasa. Dengan kata lain proses pengolahan air limbah
sudah harus dilakukan saat masih di sungai jelang masuk muara sungai. "Sebelum tahun 2022, sanitasi air
limbah harus bersih. Kalau tidak akan menjadi septic tank raksasa. Bukan
tanggul raksasa lagi," ujarnya di kantor pusat Bappenas-Jakarta
(24/12/2013).
(6). Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo, dalam
beberapa kesempatan menyatakan bahwa sepanjang
feasibility studynya sudah selesai dan bernilai positif perlu
dilaksanakan dengan cepat, serta pembangunan giant sea wall ini sepenuhnya diserahkan kepada pemerintah pusat.
Catatan akhir :
(a). Diharapkan rencana proyek mercusuar pembangunan
tanggul laut raksasa (giant sea wall) sepanjang
lebih dari 30 km di utara Teluk Jakarta dapat menjadi solusi untuk mengatasi banjir
dan permasalahan lingkungan di Jakarta.
(b). Segala sesuatunya, tentu tidak terlepas dari
dukungan berbagai pihak termasuk kesadaran dari masyarakat untuk tetap menjaga
lingkungan khususnya di wilayah Jakarta ini.
(c). Semoga berhasil!
Keterangan
gambar : diambil dari internet
Sumber
editing bacaan : Koran Sindo 3/2/2014; bisnis.liputan6.com 2014/02/18, finance.detik.com 2013/12/24.
Bacaan
terkait :
Sungai Ciliwung membelah kota Bogor (atau dapat
diselusuri melalui ‘Jakarta’ dalam website Isamas54)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar