Selasa, 02 Juli 2013

Perceraian, dengan Beberapa Faktor Penyebabnya


Dikemas oleh : Isamas54
Perkawinan atau penyatuan dari dua insan berpasangan tentunya bertujuan untuk menjalani proses dan kelangsungan kehidupan generasi yang lebih baik.  Tetapi apabila terjadi kegagalan di tengah jalan?


Data
Menurut data Pengadilan Agama (PA) Surabaya tingkat perceraian di wilayah tersebut tergolong masih cukup tinggi, paling tidak setiap bulan angka perceraian antara 200-300 kasus, dan selama Januari s/d September  2010 tercatat 2.684 kasus perceraian yang berhasil diputus oleh PA Surabaya.
Kasus perceraian tersebut didominasi oleh gugatan istri, sementara dari sisi pemicu perceraian didominasi ketidak harmonisan, walaupun semula banyak yang menganggap factor cemburu merupakan pemicu utama tapi dalam kenyataannya factor cemburu ini justru  sedikit, bahkan selalu menempati peringkat paling rendah.
Lain Surabaya, lain Blitar …
Selama tahun 2010, sekitar 3.500 kasus perceraian masuk ke PA Blitar Jawa Timur dan sampai minggu ketiga Pebruari 2011 pengajuan gugatan cerai juga sudah mencapai 617 kasus.  Rata-rata dalam satu hari ada 10 gugatan perceraian daerah ini dan setiap tahun selalu naik cukup tinggi kata juru bicara PA Blitar (1/3/11).  Tahun-tahun sebelumnya, kasus gugatan cerai berkisar 2.000 pengajuan.  Perceraian kebanyakan terjadi pada pasangan yang istrinya bekerja di luar negeri, juga pasangan selingkuh dan masalah ekonomi.

Upaya penyelesaian
Upaya penyelesaian dalam setiap kasus perdata proses perceraian, hakim selalu mengupayakan damai antara kedua belah pihak berseteru. Ternyata upaya mediasi seperti pada proses dan peristiwa tersebut jarang berhasil karena mayoritas penggugat dan tergugat memilih melanjutkan kasusnya melalui jalur pengadilan.
Untuk kasus nasional, tentunya pemerintah harus mempunyai perhatian besar, karena efek dari perceraian tersebut akan berdampak pada ekonomi dan social (termasuk susila) dan kelangsung generasi mendatang (menthalitas).

Faktor penyebab
Banyak factor yang menyebabkan terjadinya perceraian seperti masalah kekurang cocokan, ekonomi dan perselingkuhan, antara lain tingginya kasus perceraian di Surabaya karena pasangan suami istri saat membangun  bahtera rumah tangga  tidak dilandasi rasa  cinta. 
“Cinta itu modal utama. Kalau cintanya sudah luntur pasti akan terjadi perceraian. Makanya perceraian di Surabaya meningkat,” kata Sulaiman Humas PA Kota Surabaya (3/11/10).
Adapun beberapa factor penyebab berikut -termasuk yang kurang umum atau familier tetapi penting untuk diketahui- terkupas agak rinci yang diantaranya berdasarkan hasil penelitian.

(a).  Seks dini

Perempuan yang mulai berhubungan seks kala remaja lebih berisiko mengalami perceraian, risiko tersebut kian meningkat apabila hubungan seks pertamanya itu kurang atau tidak diinginkan (mungkin kecelakaan atau ‘tanpa sengaja’).
Hasil Penelitian dari University of Iowa yang dipublikasikan Journal of Marriage and Family (4/ 2011), seorang Profesor Sosiologi College of Liberal Arts and Sciences, memaparkan di UI mengenai respon dari 3.793 perempuan yang pernah menikah untuk Survei Nasional Pertumbuhan Keluarga 2002.
Hasil Penelitian, menunjukkan bahwa perempuan yang berhubungan seks pertama kali ketika remaja : (a).  31% bercerai dalam jangka waktu lima tahun pernikahan, 47 % bercerai dalam jangka waktu 10 tahun. Sedangkan tingkat perceraian untuk perempuan yang menunda seks sampai dewasa jauh lebih rendah, yakni 15 % dalam jangka waktu lima tahun dan 27 % dalam jangka waktu 10 tahun. (b).  Pengalaman seksual pertama yang tidak diinginkan atau tidak sepenuhnya diinginkan sangat terkait dengan tingkat perceraian. (c).  Jika seorang perempuan muda memilih melepaskan keperawanannya saat di awal masa remaja (sebelum usia 16 tahun) maka lebih mungkin bercerai walau pengalaman pertamanya itu merupakan yang diinginkan, jika sampai usia 16 atau 17 tahun pengalamannya diinginkan maka tidak ada kaitan langsung dengan perceraian.
Meski seks itu sendiri tidak meningkatkan kemungkinan kandasnya perkawinan, faktor lain yang berhubungan seperti jumlah mitra seksual yang lebih banyak, kehamilan, atau kelahiran di luar nikah meningkatkan risiko bagi beberapa responden.  (mediaindonesia.com 2011/06/17)

(b).  Politik
Kerasnya dunia politik ternyata bisa mengguncang rumah tangga dengan kata yang lebih fulgar urusan perebutan kekuasaan sampai dibawa para pasangan hingga ke urusan ranjang.  Dari tahun ke tahun, terutama sejak 2007, angka perceraian karena alasan politik mengalami peningkatan signifikan.

Data :
Faktor-faktor yang menyebabkan perceraian :  Berselisih (110.306), Moral (18.405), Meninggalkan kewajiban (138.452), Kekerasan fisik dan psikis (3.507).  Penyebab berselisih - Politis (651), Pihak ketiga (20.563), Tidak harmonis (89.092).  Angka tersebut naik hampir dua kali lipat bila dibandingkan dengan kasus serupa pada 2010, yakni 334 pasangan.
"Dari 272.794 kasus per­ceraian sepanjang 2011 di seluruh pengadilan di Indone­sia, 651 pasangan memilih bercerai gara-gara perbedaan pandangan politik secara terus-menerus," papar Dirjen Badan Peradilan Agama (Badilag), Wahyu Widiana, dalam laporan statistik tahunan, seperti dilansir website MA (8/3/12).
Dari angka tersebut per­ceraian terbesar akibat selisih paham partai politik terjadi di Jawa Timur, yaitu sebanyak 568 pasangan, di Jawa Barat sebanyak 49 pasangan, di Lampung 9 pasangan, dan Jawa Tengah sebanyak 6 pa­sangan.  Sulawesi Selatan dan Su­matra Selatan masing-masing 3 pasangan.
Angka peningkatan perceraian tertinggi jika dibandingkan dengan tahun lalu tetap dipegang Jawa Timur. Pada 2010 di provinsi itu sebanyak 221 pasangan bercerai. Tahun 2011 naik 100% lebih, menjadi 568 pasangan.
Peningkatan perceraian karena pasangan beda partai politik, sungguh terbukti karena pada 2007 hanya 157 pasangan.

SELINGAN …
Urusan pemilu presiden AS rupanya menjadi masalah besar pada sebuah keluarga di Phoenix, Arizona. Seorang istri tega melukai suaminya gara-gara si suami dianggap tak mau berpartisipasi dalam pemilu. Istri itu marah karena Barack Obama akhirnya kembali memenangi pemilu AS.
Holly Solomon (28) ditangkap setelah melindas suaminya, Daniel Solomon, dengan mo­bil setelah bertengkar hebat mengenai pemilu presiden. Daniel sempat dirawat di rumah sakit. 
Para saksi mata mengatakan, pertengkaran di antara mereka terjadi Sabtu (10/11) pagi di lapangan parkir. Pertengkaran itu menjadi semakin hebat dan akhirnya Holly mengejar suaminya ke lapangan parkir dengan mengendarai mobil sambil berteriak-teriak, sementara suaminya berusaha bersembunyi di balik tiang lampu pengatur lalu lintas. Dia terjebak setelah berupaya melarikan diri di jalan sekitar tempat itu. Hasil pemilu Selasa pekan lalu, Obama memenangi pemilu nasional. Di Arizona pemilu dimenangi Romney.
Menurut Daniel kepada polisi setempat mengemukakan bahwa istrinya marah karena dia tidak ikut memilih dalam pemilu 6 November 2012 lalu.  Sedangkan menurut istrinya, mereka akan ke­sulitan gara-gara Obama memenangi pemilu untuk satu masa jabatan presiden lagi.  (Kompas, 14 Nopember 2012)

Kita lanjutkan …

(c) : Kemacetan
Pasangan yang bekerja jauh dari rumah dengan kondisi jalanan penuh kemacetan lebih rentan bercerai.  Demikian hasil studi yang dipaparkan Umea University, Swedia.
Penelitian dilakukan terhadap lebih dari 2 juta relawan yang telah berumah tangga di Swedia yang melakukan perjalanan ke kantor 45 menit atau lebih. Hasil penelitian selama lima tahun itu menyimpulkan bahwa risiko perceraian meningkat hingga 40%.
Penulis dari tim peneliti Erika Sandow mengatakan hal itu terjadi akibat perjalanan jauh dengan beragam kebisingan dan polusi menimbulkan perasaan lelah. Kemacetan juga memperparah frustrasi dan memicu mood tidak baik. Saat tiba di rumah, seseorang hanya memiliki sedikit energi positif untuk berinteraksi dengan pasangan. Solusinya, pasangan harus konsisten menyediakan waktu bersama pada akhir pekan.  (Media Indonesia 28/1/2012)

(d) : Bos Kejam
Memiliki atasan yang tak peduli pada kondisi anak buah, kaku, dan antikritik berpotensi tinggi mendorong terjadinya perceraian karyawan. Demikian hasil studi yang dilakukan Baylor University terhadap 280 karyawan serta pasangan mereka, yang rata-rata berusia 36 tahun, dengan durasi hubungan sekitar 10 tahun. 
Metode penelitian dilakukan antara lain dengan mengajukan pertanyaan kepada para peserta : (a).  frekuensi perilaku tidak simpatik dan penilaian soal atasan mereka. (b).   Pasangan pegawai ditanya mengenai jumlah pertengkaran internal mereka. Hasilnya? Terungkap bahwa karyawan dengan bos tidak kejam mengaku tak bermasalah dengan hubungan keluarganya, namun kondisi sebaliknya dirasakan pasangan yang menyatakan bahwa hubungan rumah tangga menjadi lebih suram dan komunikasi memburuk.
Peneliti Merideth Ferguson menjelaskan atasan kejam sering kali membuat emosi bawahannya menggelegak setelah dipanggil menghadap atau ditelepon. Amarah itulah yang kemudian terbawa hingga ke rumah. Emosi sang karyawan lantas mudah tersulut, dan menularkan serta melampiaskannya kepada pasangannya. (mediaindonesia.com 2012/05/27)

(e). Facebook
Jejaring sosial seperti Facebook dituding menjadi biang kerok runtuhnya ikatan pernikahan, karena dari situs-situs tersebut seseorang dengan mudah mendapati pasangannya mengirimkan pesan bernada menggoda kepada lawan jenis, mengunggah foto bersama lawan jenis yang bukan pasangannya, serta berkeluh kesah tentang kekurangan si pasangan.
Firma hukum di Inggris Divorce-Online mengungkapkan, 33% dari 5.000 gugatan cerai yang ditangani mereka berkaitan erat dengan situs-situs jejaring sosial. Fenomena itu semakin menegaskan bahwa situs jejaring sosial cenderung mendorong penggunanya untuk lebih terbuka dalam berkomentar serta berbagi foto dan informasi, sayangnya, hal ini sering kali tidak disadari menjadi pemicu putusnya sebuah hubungan.
Perceraian itu sering bermula dari komunikasi dengan mantan pacar melalui Facebook. "Jika seseorang ingin berselingkuh atau merayu lawan jenis, (jejaring sosial) inilah tempat terbaik," kata Managing Director of Divorce-Online Mark Keenan.  (mediaindonesia.com/read/2012/01/06)

Profesi yang berisiko perceraian
Ternyata jenis pekerjaan tertentu berisiko menyebabkan perceraian pasangan suami istri. Sebuah penelitian telah mengidentifikasikan sebanyak 15 pekerjaan yang mempunyai tingkat risiko perceraian tertinggi seperti dikutip dari Media Indonesia 15/10/ 2011 atau mediaindonesia.com 2010/10/14.
Berdasarkan hasil studi dari Radford University di Virgninia terdapat sejumlah profesi yang dapat meningkatkan potensi perceraian yaitu :  (1). Pelayan dan pembersih rumah tangga. (2). Pembetul atap atau genteng. (3). Pelayan restoran.  (4). Telemarketer. (5). Kuli bagasi dan concierge. (6). Pekerja hiburan, artis, profesi yang berhubungan dengan olahraga. (7). Perawat, psikiatris, dan para pekerja kesehatan. (8).   Operator telepon. (9). Pekerja pabrik makanan dan tembakau. (10). Pelayan rumah judi. (11). Operator mesin ekstrusi (12). Gaming cage worker (kasir di rumah judi yang melayani penukaran chip, tiket, dan token ke dalam uang tunai. (13). Tukang pijat. (14). Bartender.  (15). Penari dan koreografer.  Studi tersebut juga menemukan bahwa profesi yang memiliki tingkat perceraian terendah adalah insinyur penjualan, ahli penyakit kaki (podiatrist), dan polisi transit.
Kalau mengacu pada data tersebut  maka berhati-hatilah bagi yang mempunyai profesi tersebut, tetapi bikan berarti di profesi lainnya pun aman.

Penyesalan
Psikologi Dr Terri Orbuch dari University of Michigan mengumpulkan data dari 373 pasangan, dimana sebanyak 46% dari mereka ternyata kemudian bercerai setelah setahun pertama pernikahan.
Seperti dilansir The Wall Street Journal, kebanyakan orang yang bercerai mengakui lima penyesalan terkait hal yang tidak pernah mereka lakukan bersama pasangan, yaitu:
1. Tidak mengasihi, menghargai dan menjaga perasaan pasangan.  Mereka menyesal tidak menunjukkan bahwa cinta, dukungan yang membuat pasangan merasa baik tentang diri sendiri dan menjaga hal-hal menarik dalam hubungan, misalnya mengatakan, "aku mencintaimu" atau berpegangan tangan.
2. Masalah uang.  Uang adalah sumber nomor satu konflik pernikahan. Membicarakan keuangan bukan hanya membahas pajak, tetapi juga utang dan tagihan yang datang.
3. Membahas masa lalu.  Untuk menjalin hubungan yang sehat perlu melepaskan masa lalu, termasuk cemburu dari hubungan masa lalu pasangan, sensitif atas perlakuan mertua atau obrolan masa kecil yang membuat pikiran galau.
4. Selalu menyalahkan pasangan.  Seharusnya mintalah pandangan pasangan tentang masalah yang dihadapi, dengan mendapatkan perspektif pasangan dan menyatukan dengan perspektif maka akan mendapatkan hubungan yang langgeng.
5. Jarang berkomunikasi.  Komunikasi sebagai faktor utama menjalin hubungan lebih serius, cobalah mendengar apa yang dikatakan orang lain, mengulang kembali dalam perkataan apa yang didengar dan menanyakan apakah mengerti apa yang didengar.  (mediaindonesia.com  2012/08/14)

Perlu bimbingan
Di tempat terpisah, Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal (PAUDNI) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Lidya Freyani Hawadi, meminta pemerintah daerah (pemda) mengembangkan lembaga pendidikan kursus pranikah.
"Kursus pranikah ini sebenarnya banyak manfaatnya bagi mereka yang belum menikah karena akan mengetahui bagaimana cara menjalani pernikahan yang baik. Kita berharap ke depannya dapat mengurangi tingkat per­ceraian, karena rumah tangga yang tidak harmonis bisa berimbas pada pendidikan anak." katanya di Medan-Sumatra Utara (8/3).

Keterangan gambar : sebagai ilustrasi yang diambil dari internet
Sumber bacaan a.l : Media Indonesia (2/3/2011 & 9/3/2012), surabayapost.co.id 2010/11/3.

Bacaan terkait :
Perceraian?, Pikir-Pikir Dulu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar