Rabu, 26 Juni 2013

Iptek : Kertas Limbah, dari Nata dan Kotoran Gajah


Dikemas oleh : Isamas54
Beberapa bahan baku alternative pembuat kertas yang relative lebih cepat produksinya dan ramah lingkungan.


Bahan industry pembuatan kertas tentu saja saat ini sudah tidak aneh lagi apabila dibuat dari bahan yang kelihatan tampak nyata berserat seperti kayu, bamboo, pelepah pisang, eceng gondok, merang maupun jerami, atau dari kertas-kertas bekas melalui daur ulang, tetapi bagaimana kalau dari limbah yang sudah selayaknya dibuang atau bahkan dari bahan yang selama ini cukup menjijikkan?.

Pemanfaatan bahan alternative ini sangat diperlukan, yaitu selama penghematan bahan baku kertas pokok (kayu) yang membutuhkan waktu sekitar enam sampai delapan tahun, masih dianggap belum mampu untuk menyelesaikan persoalan pemenuhan kebutuhan dan keberlanjutan produktivitas, serta kita perhatian terhadap lingkungan.
Sebelum lanjut  …

Pengertian umum
Pulp adalah hasil pemisahan serat (selulosa dan hemiselulosa)  dari bahan baku berserat (kayu atau non kayu) melalui berbagai proses (mekanis, semi, kimiawi), sebagai bahan baku kertas.  Biasa juga disebut ‘bubur kayu’ .
Kertas adalah bahan yang relative tipis dan rata yang dihasilkan melalui kompres dan atau pengeringan serat yang berasal dari pulp, untuk digunakan sebagai  bahan tulis-menulis, cetak, bungkus, tissue, dlsb
Nata, adalah merupakan selulosa (serat) yang terbentuk karena proses microbial (penjamuran).

Kita lanjutkan ..

(1).  Bahan baku Nata
Peneliti di Pusat Penelitian Sumber Daya Hayati dan Bioteknologi Institut Pertanian Bogor (IPB), Khaswar Syamsu, telah menemukan bahan alternative pembuat kertas dari Nata (selulosa/serat yang terbentuk karena proses microbial) seperti air kelapa (nata de coco).


Dipilihnya bahan dasar ini yaitu : (a).  air kelapa saat ini merupakan ‘limbah’  yang belum tergarap secara maksimal apalagi Indonesia adalah merupakan produsen terbesar kelapa di dunia, dengan luas area kebun kelapa di Indonesia seluas 2,950 juta hektare dengan produksi buah ke­lapa mencapai 19,3 juta ton per tahun (data FAO, 2008). (b).  belum pernah ada yang mematenkan produk kertas berbahan baku nata ini, untuk diketahui bahwa kertas berbahan baku rumput laut sudah dipatenkan oleh Korea Selatan.  (c).  ramah lingkungan, karena Serat selulosa yang dihasilkan kerja bakteri itu memiliki kemurnian 100% sehingga tidak harus melewati proses delignifikasi yang bisa mencemari lingkungan. 
Proses
(a).  Proses pembuatan kertas dari nata dimulai dengan proses pembuatan nata de coco, yaitu air kelapa ditambahkan dengan senyawa zink amonium sulfat (ZA), gula pasir, dan cuka biang.  Bahan dimasak, lalu ditam­bahkan starter (cairan berisi biakan Acetobacter xylinum) dan dituangkan ke dalam loyang.  Loyang ditutup dan dibiarkan selama empat hingga enam hari. Hasilnya ialah lembaran nata de coco.
(b).  Proses berikutnya ialah menghilangkan bahan pengotor dalam nata.  Lembaran nata dihancurkan dengan sebuah alat bernama Niagara Beater untuk menguraikan serat selulosanya, dimana serat selulosa yang dihasilkan kerja bakteri itu memiliki kemurnian 100% sehingga tidak harus melewati proses delignifikasi yang bisa mencemari lingkungan.
(c).  Setelah nata tersebut menjadi bubur, proses selanjutnya ialah pencampuran dengan pulp dari kayu.  Komposisi yang direkomendasikan ialah 75% selulosa mikrobial dan 25% pulp. Pencampuran itu dihomogenisasi sehingga memperoleh struktur yang  konsisten.
(d).  Selanjutnya, bubur ter­sebut dipres dengan alat pencetak dan dikeringkan selama 1-2 jam.
Media lain
Produksi nata untuk bahan baku kertas itu tidak harus berbahan baku air kelapa. Khaswar kini mulai meneliti bahan baku lain untuk membuat nata, seperti nanas dan air limbah tahu.  Secara teoretis, nata yang dihasilkan dari bahan baku yang berbeda akau menghasilkan karakteristik nata yang mirip. Perbedaannya terletak pada warna kertas yang dihasilkan .
"Kalau limbah tahu dibiarkan, kan akan menjadi polusi udara. Kalau diolah, selain tidak mencemari lingkungan, menambah manfaat. Enggak akan berbeda, paling hanya warna yang mungkin lebih putih. Nanas kan paling agak kekuningan," sahutnya.
Pada 2009 hingga 2010, Khaswar Syamsu, juga telah mengembangkan mikrobakteri penghasil selulosa dari air hasil perasan tepung tapioka yang selama ini dianggap limbah untuk dijadikan bahan pembuat kertas. Prosesnya hampir sama dimana bahan tersebut diolah menjadi nata de cava, dengan penambahan seperti gula, nitrogen, serta proses mikrobakteri Acetobacter xylium. Prosesnya hanya hanya membutuhkan satu hari.
Ramah lingkungan
Bahan baku kertas yang berasal dari kayu mengandung lignin sehingga perlu dilakukan delignifikasi yang menggunakan soda api (NaOH) konsentrasi tinggi agar bisa mendapatkan  selulosa murni.   Selain itu ada proses bleaching menggunakan klorin agar dihasil­kan kertas yang putih.  Bahan-bahan tersebut jika dibuang langsung ke sungai, bisa membuat gatal-gatal jika terkena kulit, atau perusahaan harus mengeluarkan biaya besar untuk mengolah limbah sebelum dibuang.
"Kita memang tidak berpretensi menggantikan kayu secara keseluruhan. Tapi, kita bisa menyubstitusi hingga 75% dengan karakteristik kertas yang dihasilkan memiliki daya tarik dan daya sobek lebih tinggi daripada kertas biasa. Kita juga tidak perlu menggunakan klorin karena warnanya yang sudah transparan. Atau, mengguna­kan NaOH dalam konsentrasi rendah, sekitar 1%, untuk menghilangkan pengotornya saja. Dengan begitu, kertas ini ramah lingkungan," tegas Syamsu.
Harapan ke depan
Diharapkan hasil penerapan teknologi ini  dimanfaatkan untuk menjadi industry dengan jumlah produksi yang  berkembang pesat  dengan merevitalisasi perkebunan kelapa.  Selain itu, sosialisasi pem­buatan nata kepada masyarakat secara luas juga perlu dilakukan agar mereka bisa menjadi pemasok bagi indus­tri kertas.  Dengan begitu, masyarakat bisa mendapatkan manfaat dari industri kertas berbahan baku nata tersebut.
“Perlu diketahui bahwa hanya butuh waktu enam bulan untuk memanen buah kelapanya dan pohonnya tak perlu ditebang sehingga produktivitasnya pasti lebih tinggi daripada kayu," jelas Khaswar.

SELINGAN :
Bahan ramah lingkungan lainnya
Ide bahan pembuat kertas lain yang dianggap ramah lingkungan juga dilakukan oleh aktor Woody Harrelson  …
Berkat ketekunannya mengolah kertas aktor Woody Harrelson, 51, berhasil meluncurkan sebuah merek kertas ramah lingkungan di Los Angeles, AS (19/6/13). Peluncuran kertas ramah lingkungan tak lepas dari kecintaannya terhadap lingkungan, menyebut dirinya sebagai pecinta hutan mulai terlibat dalam aktivitas pecinta lingkungan saat berperan sebagai bartender di sinetron komedi Cheers.  Lalu bergabung pada koalisi lingkungan yang di dalamnya antara lain terdapat Peter Bahouth dari Greenpeace, salah satu organisasi pecinta lingkungan di dunia.
Kesadarannya atas kelestarian lingkungan dan hutan itu lalu memaksanya berpikir untuk menemukan pengganti kertas yang bukan terbuat dari kayu. Di akhir 1990-an, ia mulai bekerja dengan pengusaha Kanada Jeff Golfman untuk mencari tahu bagaimana membuat kertas tanpa menggunakan kayu.
Setelah 15 tahun penelitian dan pengembangan, kini perusahaannya, Prairie Pulp & Paper Inc, meluncur­kan produk kertas bermerek Step Foward Paper dengan ba­han baku produk dari bahan ramah lingkungan, yaitu limbah gandum, jerami, dan serat kayu. 
Pemilihan bahan baku tersebut dilakukan demi kelestarian hutan dan alam. Menurutnya, menggu­nakan dua pak kertas tradisional (konvensional) Step Foward Paper sama saja dengan menghemat satu pohon.

(2).  Berbahan kotoran gajah

Taman Safari Indonesia di Kabupaten Bogor-Jawa Barat, memiliki sekitar 40 gajah yang setiap harinya menghasilkan limbah kotoran hingga empat ton.   Baru-baru ini pihak pengelola Taman Safari Indonesia tersebut telah  mengembangkan kertas daur ulang yang unik yaitu berbahan kotoran gajah tersebut.
Proses
Adapun proses pembuatannya dilakukan melalui beberapa tahapan :
Kotoran gajah dicuci,  lalu dipisahkan untuk diambil bahan yang berupa serat sisa makanan,  dijemur di sinar matahari hingga kering dan berubah warna seperti warna coklat susu.
Selanjutnya serat kering kotoran gajah itu dicampur dengan kertas bekas.  Perbandingan pencampuran ini 3 kilogram kotoran gajah dan 1 kg kertas bekas, diblender dalam alat khusus.


Tahap selanjutnya, adalah perebusan selama 15 menit dan bahan berubah menjadi bubur kertas, campuran dicetak dengan screen ukuran 40 x 50 sentimeter untuk menjadi kertas kering.
Pembuatan kertas dari kotoran gajah ini dimulai sejak enam bulan lalu, berawal dari eksperimen dua pegawai TSI.
Proses pembuatan kertas dari kotoran gajah ini hanya berlangsung selama satu hari.
Kapasitas produksi
Dalam satu hari, TSI menghasilkan 2 ton kotoran gajah dari 40 gajah yang ada.  Dari 2 ton kotoran itu diolah setiap harinya.  Dari 100 kg serat kotoran dikeringkan menghasilkan 4 kg kotoran kering. Dari 4 kg serat kering menghasilkan 210 lembar kertas ukuran 40 x 50 cm.
Kertas dari kotoran gajah ini sudah dibuat menjadi buku, amplop, kertas cetak foto, undangan, dan frame foto.
"Selama ini kertas diproduksi dari pohon atau hutan kita. Jika kotoran gajah bisa dimanfaatkan untuk pembuatan kertas tentu ini dapat mengurangi penggunaan kertas dari pohon.  Kita berharap ini bisa dikembangkan menjadi industry”
,  kata Menteri Lingkungan Hidup, Baltasar Kambuaya, dalam acara perayaan peringatan Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional di TSI, Cisarua - Bogor (9/11/2012).

Catatan :  Dengan begitu, teknologi pembuatan bahan baku kertas tersebut di atas (nata, bahan lain, dan kotoran gajah) dapat dijadikan sebagai solusi optimalisasi lahan dan kelestarian lingkungan dengan mengurangi  penebangan pohon dan degradasi hutan.

Keterangan gambar : sebagai ilustrasi yang diambil dari internet.
Sumber : bbc.co.uk/Indonesia 2012/11/21, sains.kompas.com/read/2012/11/09, Media Indonesia (5/12/2012, 25/4/2013,  & 21/6/2013).

Bacaan lain :
Perusahaan pulp dan kertas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar