Kamis, 02 Mei 2013

Tasripin dan Gunung Es Kemiskinan


Tasripin (12 th) bocah putus sekolah yang membanting tulang mencari nafkah untuk menghidupi ketiga adiknya mendapat simpati pejabat dan dikenal publik.
Oleh : M Fuad Hasan, MSc - Wakil Sekretaris BAZNAS


Perjuangan hidup Tasripin mendapat perhatian Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang mengctahui  dari   media social twitter   @SBYudboyono (18/4/1013.  Lewat  akun  tweeternya Presiden SBY menulis: (1) Kisah Tasripin, Banyumas, usia 12 tahun yg menjadi buruh tani utk menghidupi ketiga adiknya sungguh menggores hati kita.  *SBY* (2) Saya akan segera mengutus Staf Khusus soya, bekerja sama dgn Gubernur Jateng, utk mengatasi (3) persoalan hidup Tasripin. "   *SBY* Tasripin terlalu kecil utk memikul beban dan tanggungjawab ini. Secara moral, saya dan kita semua harus membantunya, *SBY*


Setiap hari bocah itu bekerja di sawah agar adik-adiknya bisa makan.  Satinah, ibu mereka, meninggal dunia dua rahun lalu di usia 37 tahun akibat terkena longsoran batu saat menambang pasir di dekat rumahnya. Kuswito, ayahnya, mencari nafkah di Kalimantan bersama kakak tertuanya.

Tasripin dan adik-adiknya hidup sebatang kara dan hanya didampingi tetangga. Sore hari masih sempat mengajar adik-adiknya membaca Al Quran, mengajak shalat dan mengaji di mushalla depan rumahnya.
Nasib mujur, jajaran TNI dari Kodim Banyumas dan Korem Wijayakusuma bertindak cepat memberi bantuan. Rumah Tasripin dibongkar dan diperbaiki Kodim.  Menunggu renovasi rumahnya sehari.  Tasripin bersama ketiga adiknya diinapkan di hotel berbintang di Purwokerto. Tas­ripin memperoleh hadiah sejumlah uang dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.


Sepekan kcmudian Menteri Agama Suryadharma Ali rnenyambut Tasripin dengan adik-adik dan ayahn­ya di kantor Kementerian Agama (Kamis 25/4). Menteri Agama membujuk Tasripin agar melanjutkan pendidikan. Kementerian Agama bahkan siap membangun madrasah di lokasi tempat tinggalnya Tasripin. "Tidak hanya masalah Tasripin dan adik-adiknya, tapi juga masalah pendidikan yang dihadapi masyarakat disana secara keseluruhan." ucap Menteri Agama.
Tasripin hanyalah potret "gunung es" kemiskinan dan kepincangan sosial yang rnasih terjadi di negara kita. Banyak anak-anak dan keluarga miskin yang senasib atau bahkan lebih memprihatinkan keadaannya di seluruh tanah air yang perlu diangkat derajat hidupnya. Oleh karena itu pemimpin dan elite pusat dan daerah tidak boleh "rabun dekat" dengan ma­salah kemiskinan di negara yang berdasarkan Pancasila ini.
*
Ada beberapa pelajaran yang perlu diambil dari berita dan cerita Tasripin, yaitu:
Pertama, kultur yang berorientasi ke atas masih kuat di negara kita. Rakyat mencontoh pemimpinnya dan bawahan menyesuaikan diri dengan kemauan atasan. Untuk itu pemimpin yang menjadi contoh dan menginspirasi sangat diperlukan. 
Kedua, kemiskinan dan kepincangan social tidak bisa diatasi dengan tindakan yang bersifat sporadic individual, tetapi harus dengan pendekatan sistem dan implementasi kebijakan yang prorakyat,
Ketiga, negara harus hadir setiap saat dalam kehidupan rakyat, namun '     tidak mesti negara menjadi cinter-class. Salah satu tugas negara adalah membangun sistem kesejahtcraan yang memberikan keadilan dan mendatangkan rasa aman dari kemiskinan.
Keempat, kearifan lokal adalah modal sosial yang perlu dipelihara di tengah pergeseran budaya bangsa kita dcwasa ini. Bangsa Indonesia sejak zaman purba memiliki budaya gotong-royong, tolong menolong, dan di daerah Minangkabau (Sumatera Barat) terdapat idiom, "Kaba baiak bahimbauan, kaba buruak bahambauan" (Kabar baik berhimbauan, kabar buruk berhamburan).
Oleh   karena   itu,   semua   unsur/pemerintahan   sampai  tingkat paling bawah harus jeli melihat persoalan yang ada di masyarakat. Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi belum lama ini mengingatkan pejabat-pejabat daerah   supaya  tidak mengutamakan anggaran untuk kepentingan mereka. "Rumah pejabatnya mewah, mobilnya mahal, kantornya megah ini kan tidak pantas. Justru prioritas anggaran itu untuk masyarakat," tegasnya.
Dalam  kaitan  itu  peran   fasilitatif dan mediatif aparatur pemerintah harus dioptimalkan untuk mengatasi masalah kemiskinan. Sebagaimana diketahui, wilayah administrasi pemerintahan telah dibagi mulai dari pemerintah   pusat, provinsi, kabupaten/ kota, kecamatan, dan desa/kelurahan. Setiap desa atau nama lainnya terdiri dari jorong, koto, kampung dan lain-lain istilah lokal. Sedangkan masyara­kat urban di perkotaan hidup dalam lingkungan Rukun Warga (RW) dan Rukun Tetangga (RT).
Salah satu persoalan masa lalu yang disadari dan perlu dikoreksi ialah pengabaian fungsi susunan asli masyarakat Indonesia yang penuh kekerabatan dan kekeluargaan dalam pcmbangunan nasional. Pola penyeragaman Desa di masa Orde Baru terbukti merusak akar budaya dan keari­fan lokal masyarakat Indonesia.
Dalam penanggulangan kemiski­nan, persoalan yang tidak dapat diselesaikan di tingkat bawah harus dibawa ke tingkat yang Icbih tinggi atau istilahnya "bertangga naik berjenjang turun". Peran pemimpin dan jajaran aparatur pemerintah di manapun harus bisa membuat rakyat percaya kepada sistem dan bukan mcnunggu keajaiban. Di sampmg unsur pemerintahan yang menyelenggarakan peran utama penanggulangan kemiskinan, di seluruh Indonesia terdapat lembaga zakat, yaitu BAZNAS dan lembaga zakat yang lainnya.
Lembaga zakat di seluruh tanah air mempunyai tugas untuk membantu masyarakat miskin sampai ke pelosok desa yang jauh terpencil. Pembentukan lembaga zakat bertujuan untuk memberikan pelayanan sebaik mungkin kepada kaum miskin dan dhuafa.
Pada akhirnya tindakan membantu orang miskin harus disadari sebagai kewajiban dan tanggung jawab moral setiap orang.
Wallahu a'lam bisshawab.

Keterangan gambar : sebagai ilustrasi (tambahan) yang diambil dari internet.
Sumber bacaan : Media Indonesia tgl 29 April 2013.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar