Dikemas oleh : Isamas54
Kebutuhan konsumsi
daging sapi saat ini masih lebih tinggi bila dibandingkan dengan stok hasil
produksi, sehingga masih memerlukan daging impor. Bagaimana upaya ke depannya?
Potensi
dan kebutuhan daging sapi
Jumlah total ternak
ruminansia yaitu 16,7 juta ekor, dengan
rincian populasi sapi potong 14,8 juta ekor, sapi perah 0,6 juta ekor,
dan kerbau 1,3 juta ekor. Pertumbuhan populasi ternak ini 5,32% per tahun atau
653,1 ribu ekor per tahun. Dari jumlah sapi potong itu, yang bisa dipotong
hanya sebanyak 3 juta ekor.
Produksi daging itu
akan dikurangi 20% menjadi 2,4 juta ekor (sekitar 600 ribu ekor dihilangkan
karena kemungkinan tercecer di distribusi). Kalau di-equal-kan dengan
daging, 2,4 juta ekor itu setara dengan 399 ribu ton daging.
Konsumsi daging tahun
2012 dipakai 1,97 kilogram per kapita per tahun untuk saja pasokan saja tidak
cukup, sekarang untuk konsumsi daging sapi rata-rata 2 kilogram per kapita per
tahun (dirata-rata dari jumlah penduduk 242 juta jiwa), sehingga kebutuhan
daging sapi 484 ribu ton/tahun. Jumlah
konsumsi ini relative sedikit karena ada daerah yang konsumsinya tinggi dan ada
juga yang tidak, misalnya di Jakarta tinggi tapi ada daerah yang konsumsinya
rendah.
Menurut Ketua
Asosiasi Pedagang Sapi Indonesia/APSI (4/2/2013), kebutuhan daging sapi DKI
Jakarta adalah 200 ton daging sapi/hari atau identik dengan 1.000 ekor sapi
potong/hari. Tapi sekarang hanya
dilakukan pemotongan hanya 500-600 ekor/hari dengan harga rata-rata di pasaran
Rp90.000,-/kg. Harga di berbagai wilayah
Indonesia pun sekitar itu tetapi ada juga yang cukup lebih mahal.
Menurut Asosiasi
Pedagang Mie & Baso (Apmiso), saat ini saja terdapat sekitar 1,5 juta orang
pedagang baso dengan kebutuhan daging untuk membuat baso mencapai 60 ton/hari,
sehingga kuota 1.400 ton daging sapi/tahun dirasakan sangat kurang, untuk hal
ini agar pemerintah untuk turun tangan.
Selingan
Seekor
sapi berkaki enam sukses bertahan hidup meski dokter hewan sebelumnya
meramalkan tidak akan mampu bertahan hidup lama. Lilli, sapi berusia enam pekan
itu, kini menjadi selebritas di Swiss setelah media lokal menampilkan foto sapi
tersebut yang bermain di sebuah lapangan.
Andreas Knutti, peternak asal Weissenburg (30 kilometer di selatan
Bern), mengatakan dia tidak tega membunuh hewan itu karena sapi berkaki enam
tersebut terlihat sangat energik bisa tetap sehat, serta akan diizinkan
bergabung dengan rekan-rekannya saat mereka dibawa merumput di daratan Alpen
pada musim panas mendatang. (Media
Indonesia, 31/3/ 2012).
Kita lanjutkan …
Rumah
tangga peternak
Sebelum lanjut maka
perlu diketahui terlebih dahulu keadaan peternak kita, seperti dalam Publikasi
Budidaya Ternak Ruminansia, Kementerian Pertanian, Edisi I Tahun 2010.
Rumah tangga usaha
peternakan Indonesia berjumlah 5,6 juta diantaranya sebanyak 4,5 juta (80,35%)
adalah merupakan rumah tangga usaha sapi potong (BPS, 2003). Rumah tangga sapi potong tersebut tersebar
sehingga sifat sapi potong yang mudah dipelihara ini pun tersebar secara massif
di Indonesia. Skala kepemilikan masih sangat
rendah yaitu 2-3 ekor tetra dan tidak merata, karena di sisi lain terdapat
penguasaan ternak yang sangat tinggi sehingga disparitas kepemilikan menjadi
tinggi.
Kondisi ternak dari
usaha peternakan rakyat yaitu : (a).
jarak melahirkan (calving internal) relative lama yaitu 18-21 bulan,
yang seharusnya 14-16 bulan, sedangkan angka kelahiran masih relative rendah
yaitu 21% yang seharusnya bisa mencapai 30%.
(b). Berat karkas 146 kg dari
berat hidup yang seharusnya bisa mencapai 246 kg. (c). Penerapan/adopsi
teknologi seperti Inseminasi Buatan /IB (hanya mencapai 20% dari betina
produktif yang ada), serta pakan dan kesehatan hewan belum berkembang
sepenuhnya.
Berdasar kenyataan
tersebut perlu upaya :
Karena kebutuhan
dan ketergantungan terhadap sapi impor sapi bakalan dan daging sapi terus
meningkat dari tahun ke tahun (tahun 2009 mencapai 35%), maka apabila tidak ada
upaya khsusus impor tersebut diperkirakan
akan mencapai 55% pada tahun 2014.
Keadaan ini selain mengancam RT USD yang merupakan 80% dari RT Usaha
Peternakan juga menyebabkan lemahnya ketahanan pangan berupa daging sapi dan
menguras devisa yang cukup besar.
Dengan program PSDS
2014 diharapkan dapat menjadi alat penting untuk menyelamatkan 4,5 juta RT
Usaha Sapi Potong dan pangan yang sangat identik dengan Program pengentasan
kemiskinan yang merupakan salah satu tujuan penting MDGs.
Pasokan daging
Berdasarkan perhitungan
hasil produksi daging sapi sebanyak 399 ribu ton maka setelah dikurangi dengan konsumsi
484 ribu ton diperoleh kekurangan sebesar 85 ribu ton, dimana jumlah ini
direalisasikan dengan impor. Untuk hal
ini di tahun 2013 Pemerintah telah menetapkan kuota impor daging sebesar 80
ribu ton, angka ini lebih kecil ketimbang kuota tahun 2012 yang sebesar 85 ribu
ton.
Impor
daging
Tahun 2013, berdasarkan proyeksi konsumsi, kebutuhan daging
sapi nasional 549.700 ton, dari jumlah itu sebesar 474.400 ton dipenuhi dari
produksi sapi lokal dan impor sebanyak 80 ton (32.000 ton dalam bentuk daging
dan 48.000 ton sapi bakalan/setara daging).
Untuk tahun 2013.
Kementerian Perdagangan telah menerima rekomendasi 92 perusahaan importer, 64
di antaranya sudah mengurus izin dan diharapkan selesai pada awal Januari
sehingga mereka bisa segera mengimpor daging (26/12).
Pemerintah telah
menyepakati kuota impor daging sapi sebanyak 80.000 ton pada tahun 2013 (sebelumnya
Menteri Perdagangan mengusulkan ditambah menjadi 100.000 ton), dan impor daging
tersebut sudah bisa dilakukan mulai 7 Januari 2013.
Peluang,
kendala dan upaya
Peluang
Menurut Menko
Perekonomian, Hatta Rajasa, bahwa bisnis peternakan di Indonesia cukup
menggiurkan karena konsumsi daging per kapita di Indonesia baru 2 kg/tahun (bandingkan
dengan Malaysia yang mencapai 47 kg per kapita per tahun), artinya dengan
jumlah penduduk yang sekitar 240 juta jiwa, masih sangat besar ruang untuk
menggenjot konsumsi daging nasional yang diperlukan untuk mengisinya. (Media Indonesia 10/7/ 2012).
Kendala
Beberapa kendala
antara lain : (a). Produsen atau peternak sapi tersebar di
mana-mana, sehingga mengalami kendala dalam masalah transportasi dan distribusi
(dalam perhitungan stok dikurangi 600 ribu ekor karena kemungkinan tercecer di
distribusi). (b). Menurut Ketua Umum
Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI), kelangkaan daging
yang menyebabkan harga melonjak (terutama ketika
menjelang Lebaran, Natal dan Imlek) bukan hanya karena distribusi tak lancar
tetapi karena pasokan sapi dari sentra produksi terkendala.
Upaya
Upaya yang
dilakukan Pemerintah dalam rangka kesiapan untuk menunjang produksi daging sapi
antara lain : (a). Pencapaian swa
sembada daging sapi (PSDS) -merupakan kontrak kerja Kementerian Pertanian
dengan Presiden- pada tahun 2014 sudah mencapai Swasembada daging sapi. Usaha ini tentunya perlu dukungan dari semua
pihak yang bergerak di bidang sapi potong mulai dari pemerintah pusat/daerah,
swasta dan masyarakat, serta instansi terkait.
(b). Menko Perekonomian RI
mengatakan (9/7/2012) tengah disiapkan untuk investasi sektor peternakan lahan
seluas 100 ribu hektare. Kesiapan lahan ini telah dibicarakan a.l oleh Gubernur
Papua, NTT, dan NTB dengan Presiden dan para gubernur tersebut telah
menyanggupi untuk menyiapkan lahannya. (c). Pemerintah segera menyediakan transportasi
murah untuk mendistribusikan ternak yang berasal dari daerah sentra sapi di
wilayah Indonesia Timur ke sentra konsumen di wilayah barat. (d). Untuk mengatasi kelangkaan dan mahalnya harga
daging sapi (dalam menghadapi Natal, Tahun Baru 2013, dan Imlek), Pemerintah (dalam
Media Indonesia 20/11/2012) memastikan akan segera menambah pasokan daging di
pasaran yang berasal dan dalam negeri, serta tidak akan menambah kuota
impor daging.
Keterangan
gambar : sebagai ilustrasi yang diambil dari internet
Sumber
a.l : Publikasi Budidaya Ternak Ruminansia Edisi I/2010- Kementan, Media Indonesia (10&27/7/2012, 20/11/2012,
11/12/ 2012), Kompas 27/12/2012.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar