Rabu, 06 Februari 2013

Potensi, Kebutuhan, dan Upaya Pengembangan Daging Sapi di Indonesia


Dikemas oleh : Isamas54
Kebutuhan konsumsi daging sapi saat ini masih lebih tinggi bila dibandingkan dengan stok hasil produksi, sehingga masih memerlukan daging impor.  Bagaimana upaya ke depannya?


Potensi dan kebutuhan daging sapi
Jumlah total ternak ruminansia yaitu 16,7 juta ekor, dengan  rincian populasi sapi potong 14,8 juta ekor, sapi perah 0,6 juta ekor, dan kerbau 1,3 juta ekor. Pertumbuhan populasi ternak ini 5,32% per tahun atau 653,1 ribu ekor per tahun. Dari jumlah sapi potong itu, yang bisa dipotong hanya sebanyak 3 juta ekor.
Produksi daging itu akan dikurangi 20% menjadi 2,4 juta ekor (sekitar 600 ribu ekor dihilangkan karena kemungkinan tercecer di distribusi). Kalau di-equal-kan dengan daging, 2,4 juta ekor itu setara dengan 399 ribu ton daging.
Konsumsi daging tahun 2012 dipakai 1,97 kilogram per kapita per tahun untuk saja pasokan saja tidak cukup, sekarang untuk konsumsi daging sapi rata-rata 2 kilogram per kapita per tahun (dirata-rata dari jumlah penduduk 242 juta jiwa), sehingga kebutuhan daging sapi 484 ribu ton/tahun.   Jumlah konsumsi ini relative sedikit karena ada daerah yang konsumsinya tinggi dan ada juga yang tidak, misalnya di Jakarta tinggi tapi ada daerah yang konsumsinya rendah.
Menurut Ketua Asosiasi Pedagang Sapi Indonesia/APSI (4/2/2013), kebutuhan daging sapi DKI Jakarta adalah 200 ton daging sapi/hari  atau identik dengan 1.000 ekor sapi potong/hari.  Tapi sekarang hanya dilakukan pemotongan hanya 500-600 ekor/hari dengan harga rata-rata di pasaran Rp90.000,-/kg.  Harga di berbagai wilayah Indonesia pun sekitar itu tetapi ada juga yang cukup lebih mahal.
Menurut Asosiasi Pedagang Mie & Baso (Apmiso), saat ini saja terdapat sekitar 1,5 juta orang pedagang baso dengan kebutuhan daging untuk membuat baso mencapai 60 ton/hari, sehingga kuota 1.400 ton daging sapi/tahun dirasakan sangat kurang, untuk hal ini agar pemerintah untuk turun tangan.

Selingan
Seekor sapi berkaki enam sukses bertahan hidup meski dokter hewan sebelumnya meramalkan tidak akan mampu bertahan hidup lama. Lilli, sapi berusia enam pekan itu, kini menjadi selebritas di Swiss setelah media lokal menampilkan foto sapi tersebut yang bermain di sebuah lapangan.  Andreas Knutti, peternak asal Weissenburg (30 kilometer di selatan Bern), mengatakan dia tidak tega membunuh hewan itu karena sapi berkaki enam tersebut terlihat sangat energik bisa tetap sehat, serta akan diizinkan bergabung dengan rekan-rekannya saat me­reka dibawa merumput di daratan Alpen pada musim panas mendatang. (Media Indonesia, 31/3/ 2012).
Kita lanjutkan …

Rumah tangga peternak
Sebelum lanjut maka perlu diketahui terlebih dahulu keadaan peternak kita, seperti dalam Publikasi Budidaya Ternak Ruminansia, Kementerian Pertanian, Edisi I Tahun 2010.
Rumah tangga usaha peternakan Indonesia berjumlah 5,6 juta diantaranya sebanyak 4,5 juta (80,35%) adalah merupakan rumah tangga usaha sapi potong (BPS, 2003).  Rumah tangga sapi potong tersebut tersebar sehingga sifat sapi potong yang mudah dipelihara ini pun tersebar secara massif di Indonesia.   Skala kepemilikan masih sangat rendah yaitu 2-3 ekor tetra dan tidak merata, karena di sisi lain terdapat penguasaan ternak yang sangat tinggi sehingga disparitas kepemilikan menjadi tinggi.
Kondisi ternak dari usaha peternakan rakyat yaitu : (a).  jarak melahirkan (calving internal) relative lama yaitu 18-21 bulan, yang seharusnya 14-16 bulan, sedangkan angka kelahiran masih relative rendah yaitu 21% yang seharusnya bisa mencapai 30%.  (b).  Berat karkas 146 kg dari berat hidup yang seharusnya bisa mencapai 246 kg.  (c).  Penerapan/adopsi teknologi seperti Inseminasi Buatan /IB (hanya mencapai 20% dari betina produktif yang ada), serta pakan dan kesehatan hewan belum berkembang sepenuhnya.
Berdasar kenyataan tersebut perlu upaya :
Karena kebutuhan dan ketergantungan terhadap sapi impor sapi bakalan dan daging sapi terus meningkat dari tahun ke tahun (tahun 2009 mencapai 35%), maka apabila tidak ada upaya khsusus impor tersebut  diperkirakan akan mencapai 55% pada tahun 2014.  Keadaan ini selain mengancam RT USD yang merupakan 80% dari RT Usaha Peternakan juga menyebabkan lemahnya ketahanan pangan berupa daging sapi dan menguras devisa yang cukup besar.
Dengan program PSDS 2014 diharapkan dapat menjadi alat penting untuk menyelamatkan 4,5 juta RT Usaha Sapi Potong dan pangan yang sangat identik dengan Program pengentasan kemiskinan yang merupakan salah satu tujuan penting MDGs.

Pasokan daging
Berdasarkan perhitungan hasil produksi daging sapi sebanyak 399 ribu ton maka setelah dikurangi dengan konsumsi 484 ribu ton diperoleh kekurangan sebesar 85 ribu ton, dimana jumlah ini direalisasikan dengan impor.  Untuk hal ini di tahun 2013 Pemerintah telah menetapkan kuota impor daging sebesar 80 ribu ton, angka ini lebih kecil ketimbang kuota tahun 2012 yang sebesar 85 ribu ton. 
Impor daging
Tahun 2013, berdasarkan proyeksi konsumsi, kebutuhan daging sapi nasional 549.700 ton, dari jumlah itu sebesar 474.400 ton dipenuhi dari produksi sapi lokal dan impor sebanyak 80 ton (32.000 ton dalam bentuk daging dan 48.000 ton sapi bakalan/setara daging).
Untuk tahun 2013. Kementerian Perdagangan telah menerima rekomendasi 92 per­usahaan importer, 64 di antaranya sudah mengurus izin dan diharapkan selesai pada awal Januari sehingga mereka bisa segera mengimpor daging (26/12).
Pemerintah telah menyepakati kuota impor daging sapi seba­nyak 80.000 ton pada tahun 2013 (sebelumnya Menteri Perdagangan mengusulkan ditambah menjadi 100.000 ton), dan impor daging tersebut sudah bisa dilakukan mulai 7 Januari 2013.

Peluang, kendala dan upaya
Peluang
Menurut Menko Perekonomian, Hatta Rajasa, bahwa bisnis peternakan di Indonesia cukup menggiurkan karena konsumsi daging per kapita di Indonesia baru 2 kg/tahun (bandingkan dengan Malaysia yang mencapai 47 kg per kapita per tahun), artinya dengan jumlah penduduk yang sekitar 240 juta jiwa, masih sangat besar ruang untuk menggenjot konsumsi daging nasional yang diperlukan untuk mengisinya. (Media Indonesia 10/7/ 2012).
Kendala
Beberapa kendala antara lain :  (a).  Produsen atau peternak sapi tersebar di mana-mana, sehingga mengalami kendala dalam masalah transportasi dan distribusi (dalam perhitungan stok dikurangi 600 ribu ekor karena kemungkinan tercecer di distribusi). (b).  Menurut Ketua Umum Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI), kelangkaan daging yang menyebabkan harga melonjak (terutama ketika menjelang Lebaran, Natal dan Imlek) bukan hanya karena distribusi tak lancar tetapi karena pasokan sapi dari sentra produksi terkendala.
Upaya
Upaya yang dilakukan Pemerintah dalam rangka kesiapan untuk menunjang produksi daging sapi antara lain : (a).  Pencapaian swa sembada daging sapi (PSDS) -merupakan kontrak kerja Kementerian Pertanian dengan Presiden- pada tahun 2014 sudah mencapai Swasembada daging sapi.  Usaha ini tentunya perlu dukungan dari semua pihak yang bergerak di bidang sapi potong mulai dari pemerintah pusat/daerah, swasta dan masyarakat, serta instansi terkait.  
(b).  Menko Perekonomian RI mengatakan (9/7/2012) tengah disiapkan untuk investasi sektor peternakan lahan seluas 100 ribu hektare. Kesiapan lahan ini telah dibi­carakan a.l oleh Gubernur Papua, NTT, dan NTB dengan Presiden dan para gubernur tersebut telah menyanggupi untuk menyiapkan lahannya.  (c).  Pemerin­tah segera menyediakan transportasi murah untuk mendistribusikan ternak yang berasal dari daerah sentra sapi di wilayah Indonesia Timur ke sentra konsumen di wilayah barat.  (d).  Untuk mengatasi kelangkaan dan mahalnya harga daging sapi (dalam menghadapi Natal, Tahun Baru 2013, dan Imlek), Pemerintah (dalam Media Indonesia 20/11/2012) memastikan akan segera menambah pasokan daging di pasaran yang berasal dan dalam negeri, serta tidak akan menambah kuota impor daging.

Keterangan gambar : sebagai ilustrasi yang diambil dari internet
Sumber a.l : Publikasi Budidaya Ternak Ruminansia Edisi I/2010- Kementan,  Media Indonesia (10&27/7/2012, 20/11/2012, 11/12/ 2012),  Kompas 27/12/2012.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar