Rabu, 02 Maret 2011

Organ Tubuh Otak (Bagian 2) : Jiwa, Kerja Otak dan Bayi Sebagai Pelajar Bahasa yang Baik.


Sebagian orang menyatakan jiwa direfleksikan dengan tindakan, pikiran dan emosi, hal ini sebenarnya merupakan hasil kerja otak sehingga yang terlihat dari jiwa adalah refleksinya atau bayangan saja. Dengan demikian jiwa bukan suatu subyek penelitian tetapi bayangannya yang dapat diteliti dan diamati.

Jiwa dan otak
Karena refleksi jiwa yaitu tindakan, pikiran dan emosi adalah hasil kerja otak, maka timbul pertanyaan apakah otak mampu mengerti kerja otak itu sendiri. Secara absolut dapat diperki­rakan otak tak akan mampu mengerti kerja otak secara keseluruhan, seperti orang mengerti bagaimana kerja jantung atau kerja ginjal dan paru-paru. Tetapi berbagai pene­litian mampu menyingkap sedikit berbagai misteri kerja otak.

Dulu diperkirakan otak merupakan sekumpulan sel yang saling berhubungan dan dina­makan syncytium. Pada waktu itu dianggap antara sel neuron otak yang satu dengan sel yang lain saling berhubungan. Tapi setelah penelitian ahli neuroanatomi Ramon Y Cayal pada tahun 1950-an, diketahui satu sel neuron berdiri secara independen.
Penelitian lain mengungkapkan jumlah sel di otak adalah 10.000.000.000 neuron atau sa­ma dengan 10 juta kiloneuron, atau 10 giganeuron. Satu sel neuron merupakan 1 unitmem-ori informasi, jadi 1 neuron = 1 byte dalam sistem komputer. Di samping itu 1 neuron berhubungan dengan minimal 10.000 neuron lainnya. Dari hal tersebut di atas dapat dibayangkan kemampuan otak manusia sangat luar biasa dibandingkan komputer yang terhebat sekalipun.

Sinaptik dan neuro-transmiter
Tempat neuron saling berhubungan dinamakan sinaptik. Kata ini berasal dari bahasa Yunani, synapto yang berarti berhubungan dengan erat.

Walaupun mekanisme kerja psike sebagai bayangan dari jiwa secara keseluruhan adalah rumit, tapi bila diurut maka pada dasarnya mekanisme kerja otak itu sangat sederhana. Di dalam otak nanya ada dua keadaan yaitu adanya eksitasi atau inhibisi. Dengan mekanisme ini yaitu eksitasi dan inhibisi, maka berbagai fungsi psike, refleksi dari jiwa dapat dengan mudah diterangkan. Fungsi untuk menyebabkan eksitasi dan inhibisi di sel neuron itu dilakukan zat kimia yang dinamakan neurotransmiter (NT).


Bila impuls sampai di terminal sel neuron, konduksi tidak lagi bersifat listrik melainkan berubah menjadi kimiawi. Di tempat itu ada zat kimia spesifik yang disebut neurotrans-miter (NT). Zat kimia ini akan dirilis dan berinteraksi dengan reseptor pada ujung neuron lain. Pelepasan NT ini terjadi melalui celah sinaptik, yang lebarnya diperkirakan 10-50 nm (10-50 x 102-9 m). Dengan pelepasan dan interaksi antara NT dan reseptornya timbul proses biologis pada neuron lain.
Adanya NT pada reseptor pascasinaptik menyebabkan penurunan polarisasi neuron itu, yang akan menyebabkan neuron bereksitasi. Sebaliknyn, bila NT yang berinteraksi menyebabkan iperpolarisasi akan menyebabkan penurunan atau penghentian konduksi gelombang listrik, atau terjadi inhibisi.
Terjadinya eksitasi atau inhibisi pada suatu, neuron tidak tergantung pada NT-nya, tapi pada reseptor pascasinaptik. Spesifisitas suatu reseptor sangat tinggi. Neuron dopaminergik dapat diaktifkan oleh dopamin, tetapi tidak dapat oleh noradrenalin walaupun mempunyai rumus bangun yang mirip. Selain spesifik, juga stereospesifik. Biasanya laevo isomer jauh lebih aktif daripada dextro isomemya.
Ikatan antara NT dan makromolekul reseptor, akan mengubah konfigurasi protein dari makromolekul tersebut. Perubahan konfigurasi terse­but menyebabkan berubahnya permeabilitas membran (terowongan ion) untuk natrium, kalium, klorida, dan ion lainnya.
Neurotransmiter yang bekerja di perifer mudah diindentifikasi, tidak demikian halnya dengan NT yang bekerja di sentral (otak) - Mekanisme yang terjadi lebih kompleks. Dari hasil penelitian terdapat puluhan NT, tapi baru kira-kira 5 NT saja yang telah dikenal luas dengan baik. NT itu di antaranya asetilkolin (AK), dopamin (DA) noradrenalin (NA), adrenalin (A), dan serotonin (5HT).

Gangguan Neurotransmiter
Jelaslah peranan yang penting dari NT di otak. Tapi di samping itu ada pula bahaya yang mengancam. Gangguan NT di otak dapat pula menyebabkan berbagai tingkah laku dan gangguan emosional.  Salah satu neurotransmiter yang penting di otak yaitu serotonin diperkirakan sangat berperan pada berbagai tingkah laku, seperti cemas, gelisah, tingkah laku seksual dan pula mengontrol fungsi makan.
Dalam berbagai penelitian diketahui bahwa bila NT serotonin di otak berkurang maka akan mungkin terjadi gang­guan seperti depresi, dan de­ngan sendirinya gejala depresi akan terlihat dari gangguan pada sistem kardiovaskuler seperti berdebar-debar, sesak napas, gangguan makan dan gangguan tidur serta gangguan seksual.

Bayi Merupakan Pelajar Bahasa Yang Mengagumkan
Tak banyak yang punya talenta bahasa, di mana orang bisa belajar berbagai bahasa dengan cepat dan benar. Kebanyakan orang harus bekerja keras dalam memahami bahasa baru, terutama memahaml kata per kata dari serbuan kalimat yang "membanjir". 


Tetapi itu ternyata tak berlaku bagi bayi. Bayi berusia delapan bulan justru pelajar bahasa yang hebat, jauh lebih pandai dari yang diduga para ahli selama ini. Dengan cara berpikir seperti statistikwan, bayi-bayi mampu mengenali pola kata suatu ba­hasa dari tekanan pengucapannya.
Kemampuan belajar bahasa yang luar biasa pada bayi ini, merupakan basil penelitian terbaru dari Universitas Rochester di Amerika Serikat (AS). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Jenny R Saffran, kandidat doktor mengenai kemampuan kognitif dan otak, dilibatkan 24 bayi yang semuanya berusia delapan bulan.
Seperti yang diungkapkan dalam artikel dari universitas tersebut di home pagenya, dalam studinya Saffran didampingi Prof Richard N Aslin dan Elissa L Newport. Studi ini juga sudah dipublikasikan dalam jurnal ilmiah Science edisi Desember lalu.
Dalam penelitian, bayi-bayi diuji dengan beberapa kalimat yang diulang secara periodik. Hanya dalam dua menit, bayi ternyata sudah mampu mengenali pola masing-masing kata.  
"Kunci semua ini adalah kemampuan berpikir bayi yang seperti komputer," ka­ta Saffran. Kemampuan tersebut menjelaskan bagaimana bayi dan anak-anak bisa belajar kata-kata dengan cepat.
Dalam artikel kedua mengenai penemuan kembali kemampuan belajar yang dipublikasikan di jurnal yang sama, dua psikolog dari San Diego mengatakan, temuan Universitas Rochester, ini menjadi argumen baru dan penting dalam proses belajar bahasa.

Apakah bahasa itu dipelajari atau bawaan lahir?.
Para ahli bahasa sendiri, sebenarnya su­dah lama tahu bahwa pengulangan pola suara memegang persoalan penting dalam belajar berbahasa. Contohnya adalah pretty baby yang terdiri dari empat suku kata. Karena pretty adalah suatu kata, sehingga bunyi suku pertama "pre" akan diikuti bunyi kedua "ty". Hal sama juga terjadi pada suku kata "ba" yang diikuti bunyi suku kedua "by".
Sementara pola bunyi "tyba", yang terdiri dari suku terakhir kata pertama dengan suku pertama kata berikutnya, sangat tidak biasa. Jadi begitu bayi mendengar kalimat pretty baby, mereka segera mewaspadai bahwa kombinasi pretty dan baby lebih umum daripada kombinasi tyba.
Dalam studi terbaru itu juga terlihat, bayi dapat memanfaatkan informasi statistik untuk mempelajari, di mana suatu kata berakhir dan kata berikutnya dimulai. "Dalam kehidupan nyata, bayi menggunakan banyak isyarat untuk menunjukkan mana yang termasuk kata dan mana yang bukan,"  papar Saffran.
Bayi-bayi yang menjadi responden ter­nyata juga mengenali, kapan bunyi kata atau kalimat berhenti, naik-turunnya tekanan, dan irama suatu kalimat untuk memahami kata demi kata.
Pada pengujian untuk melihat kemam­puan bayi mempelajari bahasa hanya dengan informasi statistik, para bayi diuji dengan kata-kata yang tidak ada artinya. Lalu reaksi bayi-bayi diamati, apakah mereka memberikan respons atau isyarat. Ini untuk melihat bahwa bayi-bayi itu masih belajar, dan ternyata mereka melakukannya.


Untuk menguji kemampuan bayi memilah kata dari kalimat-kalimat yang kontinu hanya berdasarkan informasi statis­tik, peneliti mendesain studi yang menggunakan kata-kata tak berarti, yang diucapkan lewat mesin suara (voice synthe­sizer). Dari mesin itu dihasilkan kalimat yang diucapkan secara datar dan monoton, tanpa jeda. Ke-24 bayi responden berpartisasi.
Pengujian dimulai dengan memainkan beberapa kalimat tak berarti selama dua menit. Kalimat tak berarti itu misalnya berbunyi "bidaku-padoti-golabu-bidaku".
Kemudian untuk melihat apa yang su­dah dipelajari si bayi, para penguji mengajak bayi-bayi ini untuk mendengarkan beberapa pengulangan pada bagian yang dianggap kata dari kalimat tersebut. Misalnya "bidaku bidaku bidaku".
Lalu kepada para bayi diperdengarkan "dakupa dakupa dakupa". Kata-kata ini, posisinya sama seperti kata "tyba" pada pretty baby.
Untuk melihat apa yang dipelajari bayi-bayi itu, para penguji mengamati respons yang diberikan. Kebiasaan bayi yang selalu ingin tahu tetapi juga cepat bosan, dijadikan patokan.  
"Kita semua tahu, bayi akan mengeksplorasi mainan baru lebih lama dibanding mainan yang sudah lama ada di sekitarya. Jadi kalau Anda ingin menarik perhatiannya, datanglah dengan sesuatu yang baru dan segar," papar Saffran lagi.
Jadi dengan patokan tersebut bayi-bayi itu diamati, apakah mereka mau lebih lama mendengar potongan-potongan kata itu. Kata mana yang diperhatikan lebih lama?
"Soalnya bila bayi sudah pernah mempelajarinya dan mengingat kata-kata yang diucapkan mesin secara monoton, potongan-potongan kata bisa jadi terdengar baru dan menarik," kata Saffran lagi.
TERNYATA bayi-bayi itu. Mengenali perbedaan antara rangkaian kata-kata
(bidaku-padoti-golabu-bidaku"), potongan kata-kata ("bidaku bidaku
bidaku"), dan kata-kata "baru" ("dakupa-dakupa dakupa"). Para bayi mendengarkan lebih lama pada potongan kata-katar "baru".   
Memang para penguji tidak mengklaim bahwa bayi memahami kata-kata seperti, orang dewasa memahaminya. Tetapi paling tidak studi itu menunjukkan hanya dua menit mendengarkan kata-katar yang berarti, bayi bisa mengenali kata-kata mana yang sering keluar dan
membedakannya dengan kata-kata lain yang tidak familier.   
Bayi bahkan juga bisa membedakan kata berdasarkan pengulangan statistic saja, tanpa bantuan perbedaan tekanan nada ataupun jeda antarkata.  
Hal lain adalah kalau selama bertahun-tahun para ahli menganggap kemampuan, berbahasa berkaitan erat dengan komponen "bawaan" atau genetik, maka temuan ini membalikkan anggapan itu.
"Penelitian kami telah menunjukkan, sebelum bayi bisa mengeluarkan kata-kata, mereka sudah dengan cepat mempelajari tekanan bunyi macam apa yang akan keluar bersama-sama dengan suatu yang punya arti," jelas Aslin yang mendampingi penelitian.
Dengan kondisi semacam ini, tetap saja bayi akan belajar berbagai bahasa dengan cepat dari orangtuanya. Hal itu biasanya terlihat pada anak-anak dengan orangtua yang berbahasa ibu berlainan. Mereka bisa berbahasa Spanyol, misalnya, dengan sang ibu. Sementara dengan ayahnya berbahasa Inggris.
Jadi, mengapa Anda tak mengajar multibahasa pada anak pada usia itu? Ini tentu dengan syarat lingkungan mendukung dan otak sang anak mendapat gizi yang berkecukupan.

Keterangan gambar : sebagai ilustrasi yang diambil dari internet
Sumber :
“Neurotranmiter Si Pembawa Pesan” oleh Yul  Iskandar-psikiater (Harian Kompas, 18 September 1994) dan Harian Kompas tanggal 23 Pebruari 1997.

Bacaan sebelumnya : Bagian 1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar