Senin, 04 Februari 2013

Pemanfaatan Energi Panas Bumi di Indonesia



Dikemas oleh Isamas54
Konsumsi energi nasional saat ini 50% masih menggunakan minyak dan 20% gas, keadaan ini merupakan beban karena stok minyak yang makin menipis membuat harganya semakin mahal. 


Energi panas bumi (Geothermal Energy), adalah merupakan energi panas yang tersimpan dalam batuan di bawah permukaan bumi dan fluida yang terkandung didalamnya.   Karena merupakan energy maka dapat dimanfaatkan oleh manusia menjadi energy/tenaga gerak.


Untuk hal ini maka energi panas bumi bisa dijadikan sebagai alternative penggunaanya untuk mengurangi beban stok minyak dan gas.

Diperkirakan 40% dari sumber daya panas bumi di dunia terdapat di Indonesia sehingga dengan demikian merupakan negara dengan cadangan energi panas bumi terbesar di dunia.  Indonesia berada di urutan ketiga negara pemanfaat energi panas bumi setelah Amerika Serikat dan Filipina.

Sejarah
Energi panas bumi telah dimanfaatkan untuk pembangkit listrik di Italy sejak tahun 1913 dan di New Zealand sejak tahun 1958.  Saat ini telah dimanfaatkan untuk pembangkit listrik di 24 Negara, termasuk Indonesia.
Sedangkan pemanfaatannya untuk sektor nonlistrik (direct use) telah berlangsung di Iceland sekitar 70 tahun.  Disamping fluida panas bumi ini dimanfaatkan untuk sektor nonlistrik di 72 negara, al. untuk pemanasan ruangan, pemanasan air, pemanasan rumah kaca, pengeringan hasil produk pertanian, pemanasan tanah, pengeringan kayu, kertas dll.
Meningkatnya kebutuhan akan energi serta meningkatnya harga minyak, khususnya pada tahun 1973 dan 1979, telah memacu negaranegara lain, termasuk Amerika Serikat, untuk mengurangi ketergantungan mereka pada minyak dengan cara memanfaatkan energi panas bumi.
Di Indonesia usaha pencarian sumber energi panasbumi pertama kali dilakukan di daerah Kawah Kamojang pada tahun 1918. Pada tahun 1926 hingga tahun 1929 lima sumur eksplorasi dibor dimana sampai saat ini salah satu dari sumur tersebut, yaitu sumur KMJ3 masih memproduksikan uap panas kering atau dry steam. Pecahnya perang dunia dan perang kemerdekaan Indonesia mungkin merupakan salah satu alasan dihentikannya kegiatan eksplorasi di daerah tersebut. 
Kegiatan eksplorasi panas bumi di Indonesia baru dilakukan secara luas pada tahun 1972.  Sistim panas bumi di Indonesia umumnya merupakan sistim hidrothermal yang mempunyai temperatur tinggi (>225oC), hanya beberapa diantaranya yang mempunyai temperature sedang (150225oC).

Pemanfaatan dan lingkungan
Saat ini, PLTA skala besar dan kecil yang telah beroperasi telah menghasilkan sekitar 1.941 MW yang tersebar di 10 lokasi.  Pada 2015, Ditjen EBTKE Kementerian ESDM menargetkan terciptanya 9.700 MW dari PLTA. Belum seluruh potensi PLTA dan PLTU yang ada berhasil dioptimalkan. la mencatat, potensi PLTA skala besar dan kecil di Indonesia yang mencapai 75.670 MW atau 75,7 GW hanya berhasil dimanfaatkan 5.940,04 MW atau 7,92% saja. Angka itu sangat kecil, bahkan tidak sampai 10%-nya, hal ini karena geografis Indonesia yang tidak memungkinkan semua daerah untuk membangun PLTA. Karena itulah, pemanfaatan energi terbarukan menjadi penting.
Pembangkit Listrik Tenaga Panasbumi (PLTP) pada prinsipnya sama seperti Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), hanya pada PLTU uap dibuat di permukaan menggunakan boiler, sedangkan pada PLTP
uap berasal dari reservoir panasbumi. Apabila fluida di kepala sumur berupa fasa uap, maka uap tersebut dapat dialirkan langsung ke turbin, dan kemudian turbin akan mengubah energi panas bumi menjadi energi gerak yang akan memutar generator sehingga dihasilkan energi listrik.

Pe­manfaatan energi terbarukan pa­nas bumi jelas-jelas menghemat bahan bakar minyak, sebagai gambaran yaitu produksi listrik 1.000 megawatt dari panas bumi selama 30 tahun dapat menghemat konsumsi bahan bakar minyak 465 juta barrel atau sekitar 73,935 miliar liter.
Energi panas bumi merupakan energi yang ramah lingkungan karena :  (a).  fluida panas bumi setelah energi panas diubah menjadi energi listrik, fluida dikembalikan ke bawah permukaan (reservoir) melalui sumur injeksi. Penginjeksian air kedalam reservoir merupakan suatu keharusan untuk menjaga keseimbangan masa sehingga memperlambat penurunan tekanan reservoir dan mencegah terjadinya subsidence. (b).  Penginjeksian kembali fluida panas bumi setelah fluida tersebut dimanfaatkan untuk pembangkit listrik, serta adanya recharge (rembesan) air permukaan, menjadikan energi panas bumi sebagai energi yang berkelanjutan (sustainable energy).  (c).  Emisi dari pembangkit listrik panasbumi sangat rendah bila dibandingkan dengan minyak dan batubara. Karena emisinya yang rendah, energi panasbumi memiliki kesempatan untuk memanfaatkan Clean Development Mechanism (CDM) produk Kyoto Protocol. 

Mekanisme ini menetapkan bahwa negara maju harus mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 5.2% terhadap emisi tahun 1990, dapat melalui pembelian energi bersih dari negara berkembang yang proyeknya dibangun diatas tahun 2000.  Energi bersih tersebut termasuk panas bumi.


Perundangan : 
Kegiatan usaha panas bumi di Indonesia diatur berdasarkan :
(a).  UU No 27 Tahun 2003, dengan beberapa peraturan pelaksanaannya dikeluarkan pada 2007 dan 2009. Blueprint Pengelolaan Energi Nasional (BP-PEN) 20052025 menargetkan peningkatan pembangkitan listrik bertenaga panas bumi sampai dengan 9.500 Mw di 2025 dari 807 Mw di 2005.
(b).  Dalam rangka meningkatkan ketertarikan investor dalam penyediaan listrik swasta, Menteri Keuangan pada Agustus 2011 menerbitkan Peraturan No 139/PMK.011/2011. Pemerintah Indonesia memberikan jaminan kepada pihak pengembang apabila terjadi risiko gagal bayar oleh PT PLN (persero) berdasarkan perjanjian jual beli tenaga listrik.  Selain fasilitas penjaminan, Kementerian Keuangan menyediakan fasilitas dana geotermal melalui Peraturan Menteri Keuangan No 03/PMK.011/2012 yang merupakan bentuk dukungan pemerintah Indonesia untuk kegiatan eksplorasi panas bumi.
Revisi Batas Harga Jual
(c).  Peraturan Presiden No 4 Tahun 2010,  PLN telah ditugaskan mempercepat pembangunan pem bangkit listrik yang menggunakan energi terbarukan. Peraturan Menteri ESDM No 2 Tahun 2011 yang secara khusus mengatur pembangkit listrik tenaga panas bumi. Peraturan Menteri ESDM tersebut mengharuskan PLN untuk membeli listrik dari pengembang PLTP, termasuk para pemenang lelang pengusahaan wilayah kerja panas bumi dan pengembang yang diberi hak atau konsesi sebelum pemberlakuan UU No 27 Tahun 2003.

Visi Indonesia 2025
Indonesia telah berkomitmen melalui visi 2025 tentang energi ter­barukan dengan target ingin mencapai penggunaannya sebesar 25% pada 2025.    Adapun jenis energi terbarukan adalah energi nuklir, energi surya, panas bumi (geotermal), biomassa (energi yang dihasilkan dari sampah atau kotoran), serta tenaga air, angin, dan gelombang laut.  Dimana Indonesia memiliki hampir semua sumber energi terba­rukan tersebut dengan pemanfaannya baru sekitar 5%. 
Sebagai gambaran yaitu Potensi Energi Terbarukan pada tahun 2010, yaitu Panas bumi 29.038 gigawatt,  Angin 73 gigawatt/tahun, Sinar matahari  4,8 kWh/m2/hari, Aliran dan terjunan air 75 ribu megawatt , Arus laut 10-20 kilowatt/m
3 tahun mendatang
Kementerian Energi dan Sumber Daya Min­eral (ESDM) menargetkan produksi listrik 6.000 megawatt (Mw) melalui pengerjaan proyek panas bumi secara besar-besaran dalam tiga tahun mendatang.  Demi memuluskan proyek tersebut, pemerintah segera menetapkan harga baru pembelian listrik panas bumi berdasarkan daerah pengembangan yang dinilai bakal cukup menarik bagi investor.
Pemerintah mentargetkan tahun 2016 sebesar 10.000 MW yang akan dipenuhi 4.800 MW dari panas bumi, diantaranya Pertamina akan andil membuat pembangkit listrik tenaga panas bumi dengan produksi 1.932 MW.

Pembangkit Listrik Panas Bumi /Geotermal di Indonesia
(Provinsi & Kapasitas) : Jawa Timur Jawa Tengah Bali : Aceh (1.310 Mw), Sumut (3.628 Mw), Riau (25 Mw), Sumbar (1.698 Mw), Jambi (1.047 Mw), Bengkulu (173 Mw), Sumsel (1.911 Mw), Babel (75 Mw), Lampung (2.855 Mw), Banten (835 Mw), Jabar (5.626 Mw), Jateng (1.626 Mw), DI Yogyakarta (10 Mw), Jatim (1.156 Mw), Bali (310 Mw), NTB (144 Mw), NTT (1.042 Mw), Kalbar (50 Mw), Kaltim (50 Mw), Gorontalo (40 Mw), Sulteng (360 Mw), Sulbar (1.310 Mw), Sulsel (374 Mw), Sultera (301 Mw), Maluku Utara (225 Mw), Maluku (225 Mw), Papua (50 Mw).


Harga baru feed in tariff (FIT)
Ditetapkan berbeda untuk setiap daerah sehingga dapat memberikan kepastian kepada investor seperti berikut.
Feed in Tariff (FIT) Geotermal (Kawasan dan Harga yang ditetapkan per kwh) berdasarkan SK yang ditandatangani per 17 Agustus 2012 yang diproses di Kementerian Hukum dan HAM dan segera diberlakukan pada pekan ini (9/2012), yaitu : Sumatra (US$0,1/Rp953), Jawa dan Bali (US$0,1/Rp953), Sulawesi Utara dan Gorontalo (US$0,13/Rp1 238), NTT dan NTB (US$0,14/Rp1.334), Papua dan sekitarnya (US$0,18 /Rp1.715)

Selain panas bumi, juga terus mendorong pemanfaatan energi terbarukan lainnya seperti pembangkit listrik tenaga air, pembangkit listrik tenaga matahari, tenaga angin, dan biomassa (sampah).
Harga pembelian listrik panas bumi yang ditentukan berda­sarkan wilayah akan mampu menggugah minat investor.  Di Jawa dan Sumatra lebih murah karena secara komparatif sudah ada sumber energi yang-teht-sehingga harus bersaing, sedangkan di Indonesia Timur taelum ada padahal potensinya lumayan besar.

Efisiensi produksi
Penetapan harga pembelian listrik tinggi untuk menarik investor akan menyebabkan PLN, selaku pembeli, sulit menekan biaya pokok produksi (BPP) listrik sesuai target.  Kendati demikian, pengembangan energy terbarukan harus tetap digenjot untuk menggantikan energi fosil, termasuk gas dan batu bara.
Tahun ini, pemerintah menargetkan PLN mampu menekan BPP  listrik di bawah Rpl.000 per kwh dari saat ini yang sekitar Rpl.200 per kwh.  DPR meminta pemerintah lebih memfokuskan pada upaya meningkatkan efisiensi PLN dalam memproduksi tenaga listrik.

Kendala
Sejumlah kendala menghadang hingga menyebabkan eksplorasi dan pemanfaatan energi terbarukan nyaris tidak terdengar meski Indonesia sudah mengintroduksinya sejak 20 tahun silam,  yaitu : (a).  pola pikir Indonesia kaya sumber daya alam yang sebenarnya sumber daya alam kita pasti akan habis. (b).  pola pikir bahwa energi terbarukan merupakan energi alternative, akibatnya pemanfaatannya hanya menjadi alternatif bukan yang utama maka eksplorasi pun tertunda-tunda. (c).  persepsi energi terbarukan lebih mahal daripada energi fosil, padahal sebenarnya energi fosil lebih murah karena mendapat subsidi. Tanpa subsidi, harga minyak diesel untuk pembangkit listrik 24 sen per Kwh. Adapun harga panas bumi hanya 9,7 sen per kwh. (d).  komitmen pemerintah yang lemah, padahal China dan India bisa kenapa kita tidak.

Percepatan
Saat ini, barangkali yang paling mendesak dibutuhkan ialah payung hukum yang mengatur penggunaan kawasan hutan konservasi atau taman nasional untuk mempercepat proses pengembangan panas bumi di Indonesia. Patut diingat bahwa sebagian besar wilayah kerja panas bumi terletak di wilayah-wilayah konservasi, sedangkan sampai saat ini belum ada ketegasan mengenai pemanfaatan lahan konservasi untuk pengusahaan panas bumi.
Kendala pengembangan panas bumi di Indonesia terletak pula pada pemahaman antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang belum selaras, seperti pihak pengembang listrik swasta masih mengeluhkan pungutan-pungutan di daerah yang dapat menambah beban pembiayaan,  kompleksitas persoalan pengadaan tanah
Kendala lainnya yaitu yang berkenaan dengan aspek teknis dan pendanaan,
Padahal semua kendala harus diterobos agar visi 2025 terealisasi, maka untuk hal ini ada dua pilihan untuk mengatasinya, yakni : (a). Mengurangi subsidi BBM sehingga harga energi terbarukan kompetitif, pilihan ini sulit karena pemerintah tidak berdaya menaikkan harga BBM, (b). Memberikan perlakuan sama pada energi baru terbarukan dengan memberikan subsidi harga, namun pilihan kedua ini sangat sulit karena akan menambah anggaran.
Tapi sepanjang dua pilihan tersebut di atas tidak dilakukan, maka energi terba­rukan tersebut tidak akan berkembang.

Keterangan gambar : sebagai ilustrasi yang diambil dari internet
Sumber bacaan a.l  : geothermal.itb.ac.id, Media Indonesia 30/5/2012, Media Indonesia 29/6/2012, dan Kompas, 21 Juni 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar