Dikemas oleh
Isamas54
Warga juga yang
dapat merusak program penertiban PMKS dengan memberikan uang kepadanya, karena sudah disediakan beberapa panti sosial.
Pemprov DKI perlu
mengubah pola pikir para penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) yang
terjaring operasi sehingga mereka tidak lagi terbuai oleh pola hidup yang
menengadahkan tangan. Hal
ini harus diselesaikan tidak hanya urusan makan saja, namun masalah kesehatan
dan pendidikan harus mendapat perhatian secara serius dari semua pihak.
Data
Terdapat 232 ribu anak di
Indonesia hidup menggelandang di jalanan (Kementerian Sosial, 2010).
Jumlah
PMKS dari tahun ke tahun (orang) di Jakarta : 2011 (10.713). 2012 (9.692), 2013
sd Nopember (10.642).
Sebanyak
70% berasal dari luar Jakarta, sedangkan 20% lainnya tanpa identitas. Hanya
10% yang warga Jakarta. (Dinas Sosial DKI, 2013).
Hasil
Penertiban
Hasil Penertiban
PMKS Januari-November 2013, yaitu rincian dari 15 Jenis PMKS dari jumlah total 10.642 orang sbb. : Gelandangan (1.884), Pengemis (2.096), Psikotik/stress
(2.128), Tetantar (1.140), Pengamen (873), Pemulung (783), Joki three
in one (393), Pak ogah/parkir liar (352), 1Penyandang disabilitas (302), Pedagang asongan (118), Waria (110), Anak
jalanan (88), Pembawa kotak amal (35), Pekerja seks komersial (16), PMKS lain -- termasuk
warga tanpa KTP, terlantar, buruh, tukang ojek, tukang becak, tukang tambal, tukang loak, kondektur, timer,
kernet, tukang sampah – (324)
Sanksi
atau Hukuman
Sanksi Hukum bagi
Pengemis dan Pemberi Uang kepada Pengemis (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana)
Pasal
504 : (1). Barang siapa mengemis di muka
umum diancam karena melakukan pengemisan dengan pidana kurungan paling lama
enam minggu. (2). Pengemisan yang
dilakukan oleh tiga orang atau lebih, yang berumur di atas 16 tahun, diancam
dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan.
Pasal
505 : (1) Barang siapa bergelandangan tanpa pencarian diancam karena melakukan
pergelandangan dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan. (2) Pergelandangan yang dilakukan oleh tiga
orang atau lebih, yang berumur di atas 16 tahun, diancam dengan pidana kurungan
paling lama enam bulan.
Perda
DKI Jakarta No 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum
Pasal
40 : Setiap orang atau badan dilarang : (a). menyuruh orang lain untuk menjadi
pengemis, pengamen, pedagang asongan, dan pengelap mobil; (b). menjadi pengemis, pengamen, pedagang
asongan, dan pengelap mobil; (c).
membeli kepada pedagang asongan atau memberikan sejumlah uang atau barang
kepada pengemis, pengamen, dan pengelap mobil.
Ancaman
Pelanggaran
Pasal 40 huruf a : diancam pidana kurungan paling singkat 20 hari dan paling
lama 90 hari, atau denda paling sedikit Rp500 ribu dan paling banyak Rp30 juta
(Pasal 61 ayat (2) Perda DKI 8/2007).
Pelanggaran
Pasal 40 huruf b dan c : diancam dengan pidana kurungan paling singkat 10 hari
dan paling lama 60 hari, atau denda paling sedikit Rp100 ribu dan paling banyak
Rp20 juta.
Sejahtera
dengan Mengemis
Profesi mengemis di
Ibu Kota ternyata memang bisa menjanjikan karena penghasilannya yang lumayan
(Caatan : perlu diingat bahwa untuk pekerjaan ini banyak juga yang tidak
berhasil).
Seperti diberitakan
di beberapa media massa kausu tertangkapnya seorang pengemis bernama Walang bin
Kilon, 54, yang memiliki uang Rp25 juta dari hasil mengemis selama dua pekan.
Selain peristiwa
tersebut, berdasarkan penelusuran Media Indonesia saat
ini sudah banyak jaringan yang mengkordinir PMKS. Para PMKS itu ibarat mesin uang, mereka
diharuskan menyetor sejumlah uang hasil mengemis setiap harinya kepada pihak
yang bertindak sebagai koordinator.
Hasil yang
disetorkan per harinya tidak bisa dikatakan sedikit, misalnya, Bg (48) yang
setiap harinya mengoordinasi puluhan pengemis yang disebar ke beberapa tempat
di Jakarta Timur seperti perempatan Coca-Cola, Cililitan, Jalan Raden Inten,
terminal, Cawang, dan puluhan jembatan halte Trans-Jakarta. Pengemis yang menjadi anak buah Bg harus
bekerja mulai pagi hingga malam hari. Mereka diberi jatah makan dua kali
sehari, yakni makan siang dan makan malam.
Dari belasan anak
buahnya, Bg dapat mengumpulkan uang setoran Rpl juta per hari. Namun, uang itu
Bagong setorkan kembali ke atasannya. la hanya mendapat fee 20% dari hasil
setoran tersebut.
PKMS yang
dikoordinasikannya adalah pengamen anak-anak, pengemis lansia, dan penyandang
disabilitas. Bg mengaku lansia dan penyandang disabilitas memang menjadi
sasaran empuk karena banyak warga yang iba dengan kondisi fisik pengemis
tersebut.
Bg pun beralasan
anak buahnya tidak mampu bekerja selain mengemis. "Mereka tidak mampu bekerja.
Kalau mengemis banyak yang kasihan dan memberi uang," ujarnya.
Pemberi
harus dihukum berat
Pemerintah Provinsi
DKI Jakarta akan menegakkan Peraturan Daerah DKI No 8/2007 tentang Ketertiban
Umum (Tibum). Peraturan itu menetapkan sanksi denda Rp500 ribu hingga Rp30 juta
atau kurungan tertinggi selama 90 hari bagi penyandang masalah kesejahteraan
sosial (PMKS) meliputi gelandangan, pengemis, pedagang asongan, pengamen, dan pedagang
kaki lima (PKL).
Menurut , Wakil
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama di Balai Kota DKI (5/12/2013) :
(1). Penegakan Perda Tibum itu wajib dilakukan
sebagai upaya membebaskan Jakarta dari keberadaan PMKS. (2). Bukan
hanya PMKS yang akan terkena sanksi, pemberi sedekah kepada mereka juga bisa
dikenai hukuman yaitu berdasarkan Perda itu, hukuman bagi orang yang memberi ke
pengemis maksimal 60 hari kurungan penjara dan denda sejumlah Rp20 juta
(3). Akan mendorong kinerja Satuan
Polisi Pamong Praja (Satpol PP) DKI dan Dinas Sosial DKI dalam menegakkan Perda
No 8/2007 dengan sanksi maksimal agar ada efek jera. (4).
Hukum
masih lemah
Penegakan Perda No
8/2007 masih sangat lemah, dimana warga pun masih memberikan uang kepada
pengemis. Hal tersebut membuat para pengemis berkeliaran di jalan-jalan ataupun
di perempatan lampu merah guna meminta belas kasihan pada pengendara kendaraan
bermotor.
Menurut Ahok, Wakil
Gubernur DKI : (a). Kita harus menghukum orang yang memberi uang
kepada pengemis, untuk hal ini polisi sudah janji akan memperluas hukumannya.
Nanti hukuman dari situ bisa diperluas orientasinya untuk ke pengemis
saja. (b). Dengan memberikan uang kepada PMKS, si
pemberi telah menggagalkan program Pemprov DKI yaitu mensterilkan wilayah
Jakarta dari PMKS.
"Sebenarnya
mereka cuma butuh makan. Tapi, kenapa mereka lebih memilih keluar dari panti?
Pasti karena di luar dapat lebih besar. Ya kalau di panti ada 27 unit milik
Pemprov DKI, memang enggak usah kerja karena dapat makan, kesehatan, dan tempat
tidur, semua terjamin. Tapi karena ada yang memberi, kalau dapat penghasilan
Rp7 juta sampai Rp21 juta, mana mau PMKS itu masuk dan tinggal lagi di
panti," ungkapnya.
Sementara itu,
pakar tata kota dari Universitas Trisakti Yayat Supriyatna mengatakan kaum
gelandangan dan pengemis (gepeng) sudah hafal siklus tingkat iba warga Jakarta.
Alhasil, mereka akan menjamur pada musim-nya, seperti di bulan Ramadan. Pada
musim biasa saj a, penghasilan kaum gepeng itu bisa mencapai Rp100 ribu-Rpl50
ribu per hari. (Media Indonesia,
6/12/2013)
Penertiban
Mengingat kehadiran
mereka di jalanan dan perempatan jalan cukup meresahkan dan membahayakan
pengguna jalan maka pihaknya bersama
Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) DKI dan kepolisian akan terus merazia mereka.
Karena hal ini apabila tidak ditertibkan, maka Jakarta sebagai ibu kota negara
akan penuh dengan pengemis.
Jumlah PMKS di
Jakarta terhitung sejak Januari sampai Nopember 2013 adalah sebanyak 10.642
orang. Dari jumlah itu sekitar 30%
dipulangkan ke kampung halaman. Namun
sebelum dipulangkan, mereka diberi pendidikan keterarnpilan menjahit, salon,
buat keset, las, olahraga, dan lainnya. Pembinaan
itu dilakukan di 27 panti sosial di Jakarta dan dua di Tangerang, yaitu di
Serpong dan Balaraja. (Media Indonesia, 6/12/2013)
Sebenarnya
pemerintah DKI sudah rutin merazia dan membina PMKS. "Hanya, memang
keberadaan pengemis di Jakarta silih berganti. Akibatnya panti sosial kita sebanyak
27 unit penuh sernua. Lihat saja ke panti sosial kita," kata Jokowi,
Gubernur DKI.
Catatan akhir :
Patut diduga
bahwa uang yang diberikan kepada gelandangan
dan pengemis (gepeng) itu dinikmati
mereka yang pada dasarnya mampu, sehingga dengan demikian dalam rangka
menunjang program pemerintah dalam penertibannya maka warga seharusnya
memberikan uang amal kepada institusi atau lembaga resmi, pemerintah, atau
swasta yang menangani kaum duafa.
Keterangan
gambar : sebagai ilustrasi yg diambil dari internet.
Sumber
bacaan a.l : Media Indonesia, 6/12/2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar