Temuan ini bisa
jadi membuat khawatir sejumlah kalangan di London yang tengah membangun gedung
pencakar langit tertinggi di Eropa Barat.
Oleh : Bunga
Pertiwi
Ada fenomena
'korelasi yang tak sehat' antara pembangunan gedung-gedung pencakar langit dan
krisis keuangan, contohnya Gedung Empire State dibangun di New York,
AS, ketika era Depresi Besar tengah terjadi. Adapun menara tertinggi di
dunia saat ini, Burj Khalifa, dibangun sesaat sebelum Dubai hampir bangkrut. Demikian analisis dalam laporan Indeks
Gedung Pencakar Langit yang dikeluarkan lembaga keuangan Barclays Capital,
seperti dikutip dari BBC News, akhir pekan lalu.
Bank tersebut juga
mencatat gedung pencakar langit pertama di dunia, Gedung Equitable Life di New
York, selesai dibangun pada 1873 bersamaan dengan terjadinya resesi
selama lima tahun. Gedung tersebut dihancurkan pada 1912. Contoh lainnya yang dicatat Barclays adalah Menara
Chicago's Willis, yang sebelumnya disebut Menara Sears. Menara Sears
dibangun pada 1974 ketika terjadi guncangan harga minyak dunia. Di Asia Tenggara, Menara Petronas Malaysia
ditaangun pada 1997 bersamaan dengan krisis moneter yang menghantam perekonomian
kawasan tersebut.
Temuan itu bisa
jadi membuat sejumlah kalangan di London khawatir. Pasalnya, negara tersebut
tengah membangun Gedung Shard yang bakal menjadi gedung pencakar langit
tertinggi di Eropa Barat. Tinggi gedung tersebut, menurut rencana, mencapai
1.017 kaki atau setara dengan 310 meter.
"Sering kali
pembangunan gedung 'tertinggi' di dunia merupakan kelanjutan-boom pencakar
langit yang merefleksikan alokasi investasi yang salah serta koreksi
perekonomian yang segera terjadi," demikian analisis Barclays.
Gedung-Gedung
tertinggi
Burj Khalifa-Dubai
828 , (Perkantoran, tempat tinggal, hotel)
Taipei 101-taipei
508m (Perkantoran)
Shanghai World
Financial Center- Shanghai 492m (Hotel, perkantoran)
Petronas Towers 1
&2-Kuala Lumpur 484 m (Perkantoran)
Int’l Commerce
Centre - Hong Kong 484 m (Hotel, Perkantoran).
Gelembung
China
Lebih lanjut, bank
yang berbasis di AS itu juga menyoroti tren properti di 'Negeri Tirai Bambu'.
Barclays mengemukakan, saat ini China merupakan pembangun teraktif
gedung-gedung pencakar langit.
"Para investor
harus khawatir dengan China yang saat ini tengah membangun 53% dari seluruh
gedung tinggi di dunia," tandas bank tersebut.
Kekhawatiran itu
bukan tanpa alasan. Dalam beberapa tahun terakhir, isu kenaikan harga properti
di China telah mengundang kecemasan sejumlah kalangan. Kenaikan harga itu dipandang telah menjadi gelembung,
alias tidak lagi sesuai dengan nilai riilnya. Yang menjadi kekhawatiran
ialah jika gelembung itu mendadak pecah, yang ditandai dengan berbaliknya harga
properti secara drastis.
Dalam laporan
terpisah, lembaga keuangan JP Morgan Chase mengatakan harga properti China di
pasar dapat turun sekitar 20% di kota-kota besar dalam waktu 12 sampai 18 bulan
mendatang.
India pun saat ini
sedang membangun 14 gedung pencakar langit. Salah satu pencakar langit yang
menonjol di sana adalah Gedung Antilia milik taipan Mukesh
Ambani. Gedung berlantai 27 yang berlokasi di Mumbai itu dibangun Ambani untuk
kediaman keluarganya. Dengan ongkos lebih dari US$1 miliar dan 600 staf untuk
merawatnya, Gedung Antilia diyakini sebagai kediaman keluarga yang termahal di
dunia.
Keterangan
gambar : sebagai ilustrasi (tambahan) yang diambil dari internet.
Sumber : Media Indonesia tgl. 16 Januari 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar